Bagian_10

20.6K 1.2K 16
                                    

-Kupercayakan separuh hati yang tersisa ini padamu. Perlakukan dia dengan baik, jangan diremas apa lagi dihempaskan ketanah, karena itu harapan terakhir yang tersisa dariku_

***********************************

Sebelum lanjut membaca, terlebih dulu aku mau bilang makasih karena masih ada yang mau membaca cerita abal-abalku ini.

Meski baru sedikit yang memberikan suara, aku tetap senang karena cerita aku ini setidaknya ada yang membaca.

Maka dari itu aku mengharapkan vote dari kalian jika sekiranya menurut kalian ceritaku ini pantas mendapatkannya. Karena dengan suara dari kalian aku memiliki semangat untuk terus melanjutkan cerita aku ini sampai selesai.

Segitu aja sesi curhatnya, sekali lagi makasih dan selamat membaca.

                                                          
"Nara sudah pasti datang kan, Al?"

Alva mengangguk. Sebelum menjawab pertanyaan ayahnya, terlebih dahulu ia menelan nasi yang telah ia kunyah.
"Jadi, pa. Cuma, mas Nara nitip satu pesan buat papa."

"Apa pesannya?"

Suasana makan pagi itu seketika menjadi sunyi. Bahkan denting piring yang berada dengan sendok pun tidak terdengar. Semua yang berada dimeja makan itu memasang telinga baik-baik, mananti jawaban Alva.

"Mas Nara bilang yang dia minta tempo hari sama papa, sebaiknya dilaksanakan bertepatan dengan hari ulang tahun mama, cuma waktu tepatnya setelah semua tamu pada pulang." Alva memandang ayahnya yang terlihat biasa saja. "Memangnya mas Nara minta apa, pa?"

Ritomo mengabaikan pertanyaan anaknya. Pria paruh baya itu malah menatap istrinya.
"Bagaimana, ma? Apakah seminggu cukup untuk menyiapkan semuanya?"

Lastri terdiam sejenak. Menghitung apa-apa saja yang sudah selesai ia kerjakan.

"Ada apa sih ini? Mengapa jadi rahasia-rahasia'an segala?"

Lagi-lagi pertanyaan Alva diabaikan. Orang tuanya malah sibuk membahas sesuatu secara berbisik-bisik. Seolah memang tidak ingin ada yang tau.

"Sudah lah, mas. Biarin aja mereka sibuk sendiri."

Seketika Alva menoleh kearah Silviani-adik bungsunya.
"Emangnya kamu nggak tau apa yang sedang mereka bicarakan?"

Silviani atau yang lebih akrab dipanggil Via oleh keluarga dan teman-teman dekatnya hanya mengangkat bahu.
"Nggak. Mereka sibuk sendiri soalnya. Aku aja jadi dilupain."

Mata Alva mengitari meja makan. Mencari satu sosok lagi yang sudah sedari kemarin tidak ia lihat.
"Ano kemana, dek?"

"Entah. Mas Ano lagi sibuk katanya. Sibuk ngirim surat lamaran kerja." Via menjawab acuh diantara kunyahannya. "Sibuk banget dia, sampai-sampai jarang ada dirumah."

Alva mengangguk-angguk, membenarkan ucapan Via.
"Dari semalam, emangnya Ano belum pulang ya, Vi?"

"Pulang, cuma sebentar aja sih. Habis itu dijemput temannya, kata mas Ano ada rencana mau bikin usaha sama temannya itu."

"Oh ...," Alva hanya menjawab sekadarnya, membiarkan Via mengunyah makanannya dengan tenang. Kemudian ia kembali melihat kearah orang tuanya yang sudah kembali menikmati sarapan pagi mereka.

"Sudah diskusinya, pa?" sindir Alva.

Ritomo hanya mengangkat sebelah alisnya. Tidak bersuara sedikit pun

"Apa sih yang kalian omongin tadi?" rasa penasaran Alva naik satu tingkat.

"RAHASIAAA ..." Ritomo dan istrinya menjawab berbarengan.

Kumbang Dan Bunga [TTS #1 | TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang