Bagian_17

14.9K 954 9
                                    

_Kumbang itu kini terlihat lebih hidup. Kepakkan sayapnya yang lebar membuat setiap bunga yang ada di sekitarnya terus menatap penuh pujian untuknya. Dan aku baru menyadari betapa menawannya dirimu setelah terbang menjauh_

************************************

                                                         
Di sinilah mereka sekarang, duduk saling berhadap-hadapan, dengan meja kerja Nara sebagai pembatasnya. Meski Eleora sempat mengusulkan supaya mereka berdua duduk di sofa saja agar lebih leluasa berbicara, Nara dengan tegas menolaknya.

"Cepat katakan, apa yang ingin kau bicarakan?" tandas Nara cepat.

"Mas Nara ih, masa nggak ada basa basinya sama istri sendiri." bibir Eleora mengerucut, mencebik layaknya anak kecil yang sedang merajuk.

"Jangan bertele-tele, aku tidak memiliki banyak waktu untuk meladeni tingkahmu yang menurutku sangat memalukan." Nara menolak terpancing akan sikap Eleora yang aneh.

"Mas Nara sudah bisa berjalan lagi, ya?" Eleora tidak menanggapi kata-kata kasar yang diucapkan pria yang masih berstatus suaminya tersebut.

Menghembuskan napas kasar, Nara mengumpulkan segenap kesabarannya. "Kalau kau masih juga ingin memainkan drama di sini, sebaiknya kau pergi saja! Aku tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk meladenimu." ucapnya dingin.

"Mas Nar...,"

"Eleora!" potong Nara cepat seraya memandang tajam wanita menjijikkan di depannya.

Telinga Nara sedari tadi berdengung menyakitkan karena panggilan yang Eleora sematkan padanya sedari awal mereka bertemu di lobi tadi. Sungguh, panggilan MAS yang diucapkan wanita itu seakan mengolok-olok statusnya sebagai seorang suami dari wanita tersebut yang dulunya tidak dianggap, dan hanya sebagai mesin ATM berjalan saja.

Panggilan paling memuakkan yang pernah ia dengar, kecuali jika panggilan MAS itu diucapkan oleh wanita~nya yang masih belia, lucu juga menggemaskan di saat wanita mungilnya sedang tersipu malu.

"Baiklah," Eleora mengalah, apa lagi setelah melihat wajah keras Nara. "Aku nungguin kamu selama beberapa hari, kenapa nggak pulang ke rumah?"

Nara tersenyum sinis. Rumah yang mana yang dimaksudkan oleh Eleora tadi? Kalau rumah yang dimaksud adalah rumah yang dulu ia tempati, semasa sebelum kecelakaan yang ia alami, maka Nara dengan sangat ikhlas menghibahkan rumah tersebut untuk Eleora. Karena rumah mewah tersebut hanya meninggalkan kenangan buruk untuknya. Tak ada kebahagian apa lagi tawa penuh canda di sana. Terkecuali setelah kedatangan Ira.

Sementara rumah yang satunya lagi, jangan harap Nara mau menyerahkan rumah tersebut untuk orang lain karena rumah tersebut adalah rumah masa depan yang ia bangun untuk wanita mungil~nya sebagai hadiah dari kebahagiaan yang diberikan Ira untuknya.

"Kamu kenapa nggak angkat telpon aku? Semua pesan nggak dibalas, malahan nomer telpon kamu sekarang nggak aktif kalau aku telponin." tanya Eleora lagi.

Sebelum menjawab, satu hembusan napas terdengar dari Nara, kemudian pria itu menjawab dengan suara yang tegas. "Rumah yang kau tempati itu bukan lagi rumahku, aku memberikan rumah itu secara cuma-cuma untukmu! Masalah nomer telpon aku yang tidak aktif, aku rasa kita berdua tidak berada dalam situasi yang harus selalu melaporkan keadaan kita masing-masing. Seharusnya kau sendiri sadar jika rumah tangga yang selama ini kita jalani sudah tidak lagi sejalan. Kita berada di jalur yang berbeda, bukan aku yang pertama kali berbelok, melainkan kau yang berbelok terlebih dahulu untuk meninggalkan aku dalam keadaan tidak berdaya,"

"Tap...,"

Nara mengangkat tangannya, menghentikan perkataan Eleora sebelum wanita itu berucap serta mencari alasan yang lain lagi.
"Sudah lama, Ele. Sudah sedari awal aku mengetahui apa yang kau lakukan di belakangku! Dari pertama kali kau meminta tidur terpisah dariku, aku sudah mengetahui jika kau sudah berani membawa pria lain ke atas tempat tidurmu!"

Kumbang Dan Bunga [TTS #1 | TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang