"Acel lo kenapa? Kaki lo sakit lagi? Kok lo nangis sih?" runtutan pertanyaan Nicla menghujam, saat dia datang menghampiri gue.
Gue menggeleng pelan, mata sembab gue masih terus mengeluarkan air. "Guu..e ketemu saa..ma Rayhan."
"Hah? Dimana?" Nicla mengusap pundak gue. "Udah-udah. Ntar kalo mau cerita, lo cerita aja ya."
Gue mengangguk pelan sambil menghapus air mata yang bergelinang indah di pelupuk mata.
Nicla mendorong kursi roda gue. Sesampainya di koridor ruang inap bagian pertama, Nicla berhenti. Nicla jongkok disamping gue sambil tersenyum.
"Gue kangen Acel yang dulu."
Kening gue berlipat menciptakan kerutan. Tidak ada hujan tidak ada angin, kenapa Nicla berbicara seperti itu? Apa ada sesuatu yang membuatnya menjadi seperti ini? Gue menggedikkan bahu tanda tak mengerti dengan ucapannya.
"Lo berubah Cel, semenjak lo sakit." mata hitam Nicla berlapis selaput bening. "Ternyata sakit lo ngebawa Acel gue yang dulu ya?"
Gue menangkup wajah Nicla dengan wajah bingung. "Apa salah gue?"
"Mana Acel yang dulu? Yang selalu kuat buat hadepin masalah, nggak cengeng cuma buat masalah sepeleh."
"Semuanya orang bakal berubah Nic. Emang selama ini gue selalu pasang topeng sok tegar, sok kuat, sok its gonna be okay, tapi dibalik itu gue rapuh Nic. Rapuh banget." setetes air mata pun jatuh. "Untuk sekarang gue gak bisa bohong, buat nutupin semuanya. Gue rapuh luar dalem Nic."
Nicla memeluk gue. "Gue ada buat lo, semua orang sayang sama lo Cel. Jadi lo gak perlu takut buat rapuh lagi."
"Makasih Nic, lo emang gak pantes jadi sahabat gue."
Nicla melepas pelukannya, dengan wajah yang ditekuk dan bibir yang dimanyunkan.
"Pantesnya jadi peri penolong gue hehe."
Nicla dan gue tertawa bersama, gue rasa semangat yang dulu terkikis kembali lagi. Gue yakin, gue yang dulu bakal balik lagi mulai detik ini.
"Lebih baik lo dengerin penjelasan Rayhan dulu deh." Nicla memajukan dagunya, untuk menunjuk sesuatu dibelakang gue.
"Acel."
Sontak gue memutar kepala ke arah belakang. Rayhan berjalan mendekat ke arah gue dan Nicla bangkit dari tempatnya.
"Gue balik ke kamar lo ya, dahh." Nicla langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari gue.
Rasa canggung menerpa keadaan gue dan Rayhan sekarang, hanya saling diam lalu menghela nafas. Gue menunduk berusaha mengusir rasa gugup, sedangkan Rayhan menatap gue lekat-lekat.
"Duduk disana aja. Kasian kaki lo capek berdiri mulu." ucap gue untuk mengusir keheningan.
Terlihat senyum tipis dibibirnya, dan tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini gue rindu akan senyum itu.
Rayhan mendorong kursi roda gue menuju bangku depan kamar inap ujung koridor, lalu ia duduk dan gue berada di depannya.
"Bisa gue cerita sekarang?" tanyanya dan gue mengangguk pelan.
Rayhan menabrakkan tubuhnya pada tubuh gue, bagai disengat listrik. Mata gue melotot, mulut gue menganga dan nafas gue tercekat di tenggorokan.
"Biarin kaya gini untuk lima menit kedepan."
Mata gue terpejam, perlahan tangan ini membalas pelukannya. Gue usap punggungnya, dan menempelkan dagu gue pada pundaknya.
Setelah kurang lebih lima menit, gue mendorong pelan pundaknya. Tunggu, mata gue melebar. Sepertinya ada yang basah dari mata Rayhan, gue menangkup wajah Rayhan untuk mengamatinya lebih dekat.
Astaga! Rayhan menangis! Apa gue gak salah lihat?
Iya.. Rayhan menangis! Rayhan mengeluarkan air mata!
Gue menghapus air matanya perlahan. "Aelah cengeng banget, masaiya cowo nangis sih? Malu sama kumis tipis lo ini."
Rayhan terkekeh dengan ucapan gue. "Makasih Cel, udah kasih waktu gue buat jelasin semuanya."
Tangisnya? Perwakilan dari perasaannya. Gue salah, gue egois. Ternyata selama ini bukan gue aja yang terluka, tapi Rayhan juga.
Rayhan menjelaskan mulai dari ia menabrak gue, pertengkaran kecil dengan Gintar hingga membuat sebuah janji. Rayhan selalu ada disini untuk mengawasi gue dari jauh, dan bunga? Itu juga darinya. Lebih kagetnya lagi tentang Dion.
"Jadi Dion sahabat lo?"
Rayhan mengangguk. "Dion tetangga gue, dan bokapnya sahabat bokap gue."
Gue membekap mulut gue sendiri, dan mulai terisak. Betapa bodohnya menyia-nyiakan orang yang selama ini peduli dengan gue. Bahkan pengorbanannya lebih besar, dari apa yang gue sadari.
"Lo yang nganter gue kesini waktu kecelakaan?"
Rayhan mengangguk.
"Tapi kenapa mimom bilang kalo lo-"
"Iya. Gue yang minta mimom buat bohong ke lo, awalnya gue mau bikin lo benci ke gue. Tapi, semuanya sia-sia."
"LO JAHAT!!" teriak gue sambil memeluknya lagi.
"Tuhan, terima kasih. Kenyataan memang tidak menghianati kesabaranku."
"Cel."
"Hmm."
"Mulai sekarang gue bakal selalu ada buat lo."
Gue tersenyum. "Janji?"
"Enggak." Rayhan tertawa melihat ekspresi gue yang mendadak sedih. "Kalo ingkar ntar dosa, tapi gue bakal berusaha buat selalu ada."
"Berjanjilah untuk tak pernah berjanji lagi. Karena pertemuan kita tercipta dari janji-janji seseorang sebelum kita, yang tak ditepati."
Gue mengangguk setuju dengan ucapannya.
"Makasih Acel." ucapnya sambil memeluk gue lagi.
!!PART INI SUDAH DIREVISI!!
VOTE, COMMENT AND STAY READING SAMPE AKHIR.-Awangle
120117
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love √
Fiksi Remaja[COMPLETE] Hanya cowo bodoh yang ninggalin cewe sesempurna lo! Dan didunia cewe kaya lo itu langka - Gintar Bramastya Gue ditinggalin dia, dan dia memilih yang lain. alasannya cuma satu, gue belum jadi yang terbaik dimata dia- Acellin Brunella Gue n...