Judul: The Last Goodbye
Part : 2 (Dua)
Oleh : Al-Dhimas dan S. Azarian
Cast : Eren Jaegar X Mikasa Ackerman (and other Attack on Titan's character)
Disclaimer: Hajime Isayama-sensei selaku mangaka asli Attack on Titan, kami hanya numpang tenar pakai cerita gaje ini. Mohon izinnya. -/\-)
-
Mikasa's POVBeberapa suster menatapku penuh iba, sebagai seorang gadis dengan masa depan cerah, tidak seharusnya aku menanti pria yang hampir lima tahun terlelap dalam koma. Tapi aku tak peduli dengan apapun pendapat mereka. Orang tuaku bahkan sudah menyerah untuk membujukku, bagaimana mungkin mereka bisa? Itu sangat mustahil.
"Kalian bisa meninggalkan kamar ini setelah selesai mengecek kondisinya," ujarku dengan nada datar. Dua orang suster itu langsung pergi dengan wajah gusar yang kentara.
Pandanganku terpatri lurus menatap wajah pria itu, tubuhnya yang kurus dan kulitnya yang pucat. Aku menautkan tanganku dengan jari-jarinya, tampak luka membiru di tangannya karena terlalu lama memakai infus. Eren Jaegar dan Mikasa Ackerman, dulu semua orang iri dengan hubungan kami dan mengidolakan kami. Sebagai aktor dan aktris muda berbakat, kami telah belasan kali dipertemukan di film yang kami lakoni bersama.
Eren mengalami kecelakaan saat ia akan menjalani syuting di luar kota lima tahun lalu. Ia mengendarai mobil pribadinya bersama Armin, asisten sekaligus sahabat Eren. Saat itu hujan sangat deras dan jalanan licin, mobil mereka tergelincir hingga masuk ke jurang. Armin yang mengendarai mobil mengalami kelumpuhan dari pinggang sampai ujung kakinya, meski begitu, ia sadar satu minggu setelah kecelakaan. Sementara Eren mendapat benturan keras di kepalanya, yang membuat cedera pada otaknya dan ia tidak sadarkan diri sampai detik ini.
Air mata mulai mengalir dari pelupuk mataku, mengingat banyak hal yang terjadi di antara kami. Aku harap aku hanya mengingat kenangan yang indah, sayangnya yang terus terbayang di kepalaku adalah perkelahian kami. Aku membentak dan memaki Eren seminggu sebelum kecelakaan itu dan kami belum bicara satu sama lain sejak pertengkaran itu. Setidaknya, aku ingin meminta maaf sebelum ia benar-benar pergi.
"Tolong bangun, kumohon ...," pintaku. Semua orang tahu harapanku semakin menipis setiap harinya, mereka pasti berfikir suatu hari aku pun menyerah. Eren tidak memiliki orang tua, sejak kecil ia hidup bersama Bibinya yang tak terlalu peduli keponakannya hidup atau mati.
Jemarinya bergerak dan kelopak matanya perlahan terbuka, Eren sadar. Aku memanggil namanya, seperti seseorang yang akhirnya menemukan cahaya di ujung terowongan yang panjang. Ia mungkin belum bisa melihat dengan jelas, aku harus memanggil dokter untuk memeriksanya.
"Eren, tu--tunggu sebentar," ujarku. Aku bangkit dari kursi, namun saat akan melangkah pergi, tangannya menahan tanganku. Bibir Eren bergerak pelan, aku tahu ia memanggil namaku meski tak mengeluarkan sedikitpun suara.
"Senang bertemu denganmu lagi, Eren."
Aku meremas pelan jemarinya dan langsung berlari menuju ruang dokter. Rasanya sangat melegakan melihat Eren sadarkan diri, seakan semua beban di hatiku telah hilang dalam sekejap. Dan ia bahkan mengingat namaku, aku sempat takut ia kehilangan ingatannya. Syukurlah.
-
Eren termenung menatap jendela yang ditutupi embun, salju mulai turun sebagai pembuka musim dingin. Sejak bangun dari koma, aku sering memergoki Eren melamun seperti saat ini. Entah apa yang ia pikirkan, namun itu terlihat seperti sesuatu yang tak menyenangkan. Mungkinkah ia marah padaku? Aku bahkan belum berkata apa-apa tentang pertengkaran kami waktu itu.Aku menggelengkan kepala dan langsung melangkah masuk menuju kasurnya. Ia langsung menoleh dengan senyum tipis, namun senyum itu tak tampak di matanya yang sayu. Aku duduk di samping kasurnya, "selamat pagi. Apa kau sudah baikan?" tanyaku.
Eren harus mengikuti beberapa terapi pasca koma, setelah itu ia baru boleh pulang. Syukurnya tidak ada tanda-tanda kelumpuhan atau cacat lainnya. Kulitnya yang pucat mulai berangsur-angsur cerah.
"Mikasa ... apa rasanya melelahkan? Kau menungguku selama lima tahun, itu bukan waktu yang singkat," ujar Eren.
"Itu bukan masalah. Selama bisa berada di sisimu, aku akan selalu baik-baik saja," sahutku.
Aku tak mampu merangkai kata dan aku rasa itu bukanlah jawaban yang diinginkan Eren. Ia tampak menimbang-nimbang sesuatu di dalam pikirannya. Sedetik kemudian Eren tersenyum, lebih cerah daripada yang ia perlihatkan beberapa hari ini.
"Syukurlah, aku takut kau menyesali penantianmu. Terima kasih, Mikasa," ujar Eren.
Pandanganku mulai kabur karena genangan air di mataku, aku sangat senang sampai tidak tahu harus berkata apa. Eren menyeka air mata itu dengan syal merah yang melingkar di leherku. Ia tersenyum, kami berdua tersenyum dan meruntuhkan kecanggungan yang ada di antara kami.
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Goodbye
FanfictionSebuah kecelakaan tragis yang menimpa Eren Jaegar membuatnya harus terbaring koma selama lima tahun. Tanpa sedikitpun harapan untuk hidup, selain sebuah keajaiban. Namun keajaiban itu datang padanya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki...