11. Eren

268 31 24
                                    

Judul: The Last Goodbye
Part : Sebelas
Oleh : Al-Dhimas dan S. Azarian
Cast : Eren Jaegar X Mikasa Ackerman (and other Attack on Titan's character)
Disclaimer: Hajime Isayama-sensei selaku mangaka asli Attack on Titan, kami hanya numpang tenar pakai cerita gaje ini. Mohon izinnya. -/\-)

-

"Hey, kau bilang kau bukan penggemarku. Lalu ini milik siapa?" tanyaku penuh selidik.

Hening. Aku menatap Annie tajam, menuntut penjelasan. Butuh beberapa detik untuknya sebelum menjawab pertanyaanku.

"Aaah, itu punya kakakku, dia penggemar beratmu. Saat aku cerita soal kau, dia langsung memamerkan foto itu. Kurasa fotonya tertinggal saat dia mengemasi barang-barang di tasnya tadi pagi," terang Annie.

"Oh, begitu?" gumamku, tak puas dengan jawaban Annie.

"Ya, yah. Begitulah. Kau tidak marah kan kalau aku cerita ke kakakku? Tenang saja, dia bisa menjaga rahasia, kok. Tapi dia meminta syarat untuk tutup mulut," ujar gadis blasteran itu.

"Apa syaratnya?"

"Dia ingin bertemu langsung denganmu, apa kau keberatan?" tanya Annie.

"Umh, tergantung apa selanjutnya kau bisa membantuku kabur dari pengawasan kakak sepupuku lagi. Apa karena itu kau jadi gelagapan?" sahutku.

"Y--yah, tentu saja. Kupikir kau akan marah. Lagipula aku kan tidak sengaja memberitahu kakakku," terang Annie.

Aku menghela napas lega, "baiklah. Kalau begitu, apa kau punya rekomendasi tempat makan yang enak? Aku yang traktir."

"Oh, sebenarnya aku sudah masak hari ini. Bagaimana kalau kau makan di rumahku saja?" tawar Annie.

"Deal," sahutku singkat.

Kulihat Annie tersenyum tipis selama sepersekian detik, namun ia cepat-cepat menetralkan ekspresi wajahnya. Benar-benar seperti seorang tsundere, pikirku.

-

"Ahh, sial! Aku lupa menutup jendela sebelum pergi. Aishh," gerutu Annie tepat saat kami sampai di apartmen miliknya.

Gadis jangkung itu buru-buru menutup jendela besar yang bersebelahan dengan pintu menuju balkon. Tampak segelintir salju yang berhasil menyusup masuk ke dalam ruang tamunya. Berubah menjadi genangan air di lantai kayu yang sedikit kusam.

"Apa mesin penghangat ruanganmu rusak?" tanyaku.

"Ah, tidak. Dia hanya agak tua dan lambat. Butuh beberapa waktu sampai benar-benar memancarkan panas," terang Annie.

"Oh, tua dan lambat. Seperti seorang lansia saja," cibirku.

"Dia mungkin lebih tua darimu, tahu?! Dia sudah ada sejak aku kecil, loh. Ayahku bilang itu hadiah pernikahan dari kantor tempatnya bekerja dulu," terang Annie.

"Wahh, maaf atas kelancanganku, obaachan," ujarku sambil sedikit membungkuk ke mesin penghangat ruangan tua itu.

"Dasar gila," ejek Annie. Gadis itu tertawa renyah sambil mengacir pergi ke dapurnya.

"Tentu saja aku gila, mana ada orang waras yang bisa membuat perjanjian dengan malaikat," gumamku, sambil tertawa getir.

Aku terduduk di sofa yang sama seperti saat pertama kali aku datang ke sini. Perasaan gelisah yang sejak tadi kutahan akhirnya meluap juga. Seperti air yang mengalir deras dari bak kamar mandi yang sudah penuh. Aku menatap ponselku yang sedang dalam mode pesawat, bisa kubayangkan wajah menyeramkan Jean saat aku kembali ke rumah nanti. Ah, benar-benar sial, rasanya aku ingin berteriak dan memukul sesuatu untuk melampiaskan perasaan frustasi ini.

The Last GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang