Hari senin adalah hari paling sibuk di SMA Mahardhika sejak pagi tadi. Sekitar pukul setengah tujuh, sekumpulan siswa-siswi sudah berbondong-bondong masuk ke dalam gerbang sekolah yang bercat coklat tua. Ketika pukul tujuh tepat pula gerbang akan ditutup hingga pelajaran berakhir, bagi siapapun yang tertinggal akan mendapat bencana. Mereka harus pulang dengan ekspresi penuh penyesalan.
Di ruangan OSIS tengah dalam perseteruan sengit. Tak hanya anggota, seluruh pengurus OSIS dan guru pembimbing duduk di antara barisan murid berwajah pekerja keras, serta bermasa depan cerah. Mereka membahas tentang acara tahunan sekolah Mahardhika, acara yang merupakan tradisi turun-temurun dari generasi OSIS sebelumnya. Biasanya acara tahunan ini berisi panggung-panggung apresiasi kesenian dan mengundang sekolah lain untuk ikut serta. Sang ketua, memiliki ide untuk menambahkan acara seminar dalam rangkaian kegiatan. Salah satunya yakni mendatangkan seorang artis ibukota yang sedang tenar. Untuk itu, ketua OSIS sudah menunjuk panitia tersendiri yang bertanggung jawab atas pelaksanaan acara. Para pengurus memutuskan bahwa kepanitiaan seminar akan diberikan kepada murid kelas 2, yaitu : Alysa, Al, Citra, Prilly, Ali dan Yuki. Ruangan OSIS seketika senyap kala si ketua menyebut nama Yuki, seorang siswi yang duduk di kursi yang berjarak cukup jauh dari yang lain terperangah mendengar namanya disebut. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Yuki akan mendapatkan apa yang didambakan seluruh murid kelas 1 dan 2. Yuki adalah seorang siswi pendiam, berkaca mata tebal dan rambutnya yang lurus dia biarkan tergerai. Yuki adalah murid yang pintar dan pekerja keras, dia selalu mengenakan seragam yang bersih dan harum, wajahnya juga tampak merona saat siang hari, dan bibir mungilnya tak pernah terlihat kering.
Dia merupakan siswi yang benar-benar normal, bahkan dia terlihat lebih ramah dari murid lain. Hanya saja kelebihannya justru membuat sebagian besar teman-temannya merasa cemburu dan berusaha menjatuhkannya.
Untuk beberapa menit, seluruh murid yang ada di dalam ruangan tersebut menatap Yuki. Terkejut, tak senang, dan benci tergambar dari wajah-wajah itu. Yuki berusaha memperbaiki posisi duduknya, dan bersikap sewajar mungkin. Pertemuan OSIS berakhir dengan begitu banyak gumaman yang tidak suka akan terpilihnya Yuki. Seluruh murid keluar, kecuali Alysa, Citra, Al, Ali dan Prilly. Mereka menahan Yuki saat akan keluar ruangan.
"Kita cuma punya waktu tiga minggu nih. Menurut gue kita tentu'in aja panitianya sekarang. Kalo keburu masuk kelas,, bakal susah buat minta izin keluar lagi...", Alysa berdiri di dekat kursi yang tadi diduduki ketua OSIS.
"Gue setuju,, mumpung guru taunya kita izin. Jadi omongin sekarang aja..", Prilly duduk di salah satu kursi kosong.
Al dan Ali yang merupakan pria dalam kepanitiaan duduk bersebelahan, dan Citra bergabung dengan Prilly. Mereka duduk di seberang, Yuki berjalan dengan ragu ke arah kursi Citra dan Prilly, matanya secara bergantian menatap mereka.
"Kira-kira siapa nih yang bakal jadi ketua panitia??", tanya Alysa.
"Gue aja!! Dari dulu gue gak pernah ngerasain jadi pemimpin..", Citra mengangkat tangan penuh percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
~ DEPRESI ~
TerrorNB : Cerdaslah dalam bersosial media!!!! Bismillahirrohmanirrohim.....