Chapter 9

394 70 38
                                    

Yeri POV's

     Aku merungut kesal di dalam sebuah ruangan serba putih. Hanya berdiam diri di sini dengan televisi yang menyala namun tidak dapat menarik perhatianku sekali-kali.

Aku memperhatikan ponselku yang terlihat sangat sepi.

Hey ayolah, setidaknya tidak adakah yang mengirimiku pesan atau sebagainya?

Berkirim pesan dengan Joy?
Ohh ayolah, wanita itu kini sedang tertidur pulas di sofa ruangan itu.

Terlihat jelas guratan lelahnya disana. Dan aku tidak ingin membangunkannya.

Aku tau dia sangat lelah. Bahkan dia merelakan kasur empuk besarnya demi sebuah sofa ukuran sedang hanya demi menemaniku, Kim Yerim.

Aku tersenyum menatap wajah lelahnya. Tersirat kesedihan sekaligus kebahagiaan di dalam senyumku. Yang tentunya hanya aku seorang yang mengerti.

     Aku mulai mendesah bosan di dalam ruangan yang hampir empat hari aku tinggali ini.

Lalu saat aku melihat sebuah jam yang melekat pada dinding ruangan ini. Aku mengernyit.

Seharusnya dia sudah datang dua menit yang lalu.

Namun, saat itu juga terlihat pintu ruangan ini terbuka dan menampilkan seorang pria yang terlihat tergesa-gesa.

"Mianhae, Oppa terlambat." Sesalnya.
Yang hanya ku balas dengan wajah cemberut andalanku.

"Oppa terlambat." Rajukku.

"Oppa tau, mian."

"Dua menit." Tekanku.

"Iya Kim Yerim, mian." Ucapnya mendekat lalu mengelus lembut rambutku.

"Apa yang membuat Oppa terlambat menengokku?" Dengusku.

"Maafkan Oppa, tadi Oppa ada pertemuan dengan klien dari Kanada." Ucapnya menyesal.

"Oppa lebih mementingkan klien mu daripada aku?" Aku tau, aku mulai berlebihan.

"Kau mempertanyakan pertanyaan yang sama setiap harinya, Kim Yerim. Dan kau tau jawabannya." Ucapnya lalu mencubit hidungku.

"Kau sendiri yang membuatku bertanya hal itu setiap hari."

Aku melihatnya memperhatikan jam tangan yang melekat pas di pergelangan tangannya.

"Apa Oppa akan pergi lagi?" Tanyaku.

Dan dia pun mengangguk sebagai jawaban.

Lalu aku merasakan dia mencium lembut keningku.
"Maafkan Oppa, tapi ada pertemuan di Australia sebentar lagi. Dan Oppa harus mengejar waktu penerbangan, arra? Jadi, tetaplah tersenyum hingga Oppa kembali, ne?"

Aku pun hanya mengangguk patuh kepadanya, sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan itu dan sedikit tersenyum saat pintu itu akan tertutup.

"Maafkan aku, Kai Oppa." Ucapku sedih.

Iya, Kai Oppa. Oppa ku satu-satunya yang selalu ku sayangi. Yang selalu datang pada pukul 11.11 untuk sekedar mengobrol ringan denganku, menengok keadaanku, mencium keningku, menemaniku tes lab, menyuapiku makanan, membantuku menyisir rambutku, atau bahkan sekedar untuk melihatku sedang tertidur.

Iya dia, kakak tersayangku. Yang rela meninggalkan klien nya demiku. Yang rela datang uring-uringan atau bahkan terlambat menemui klien nya demiku. Yang rela membatalkan pertemuannya demi menemaniku yang ketakutan akan tes lab.

My Sadness [MARKRI & JUNGRI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang