Promise : (15) Keputusan

197 5 0
                                    

Aku masih mematung. Tatapanku kosong, seolah-olah jiwaku keluar dari ragaku sendiri.

Sebuah permintaan yang sangat sulit untuk aku kabulkan, sebuah permintaan yang sederhana namun bagiku bagaikan meminta bongkahan emas yang terdapat di dalam lautan.

Mungkin untuk kali ini aku harus mengesampingkan perasaanku sendiri, aku tidak mau kehilangan yang kedua kalinya. Bagiku sudah cukup kesedian karena aku kehilangan 'Dia'.

Dengan satu anggukan, Danial langsung memelukku dan semua orang yang menonton itu langsung bersorak.

"Ciee akhirnya lo nggak jones lagi Nath" celetuk salah satu dari mereka.

"PJ oyyyy"

"Asikkk gue bakalan makan sepuasnya pulang dari kemah"

"Uuuu cocwittt"

Kira-kira seperti itu respon yang mereka berikan kecuali Dia dan ke-3 temanku yang menatapku dalam kediaman mereka. Aku hanya tersenyum ke arah mereka. Ke-3 temanku.

"Makasih ya De," Danial berbisik dikupingku.

Aku mengangguk membalas pelukan Danial, aku mengusap punggungnya bahwa aku tulus menerima hubungan ini.

*****

"Kiki apa-apaan sih lo!" ucap Lisa setelah menarik masuk kedalam tenda kami.

"Kenapa?" tanyaku.

"Lo apa-apaan" ucap Naya. Naya tuh walaupun polos tapi kalu masalah ini tetep bakalan jadi orang yang dewasa dan paling peka setelah Keya. Oh aku lupa Lisa juga, semua teman-temanku memiliki tingkat kepekaan yang tinggi.

Aku menghiraukan pertanyaan mereka semua, memilih membuka tasku dan mengambil snack yang aku bawa dari rumah. Aku lagi malas untuk membahas apa-apa malam ini, aku ingin tidur meluruskan tubuhku yang rasanya remuk setelah mencari kayu bakar tadi siang, apalagi setelah aku membuat keputuas tadi rasanya ini hanya mimpi.

Naya mengambil paksa snack yanga ada ditanganku. "Lo kenapa?" tanya Naya.

"Gue nggak kenapa-napa" jawabku.

"Lo kenapa sih Ki, maen nerima aja" ucap Lisa sambil menatapku sebal.

"Nggak kenapa-napa" ucapku cuek.

"Astaga Kiki" mereka menggeram kesal ke arahku terkecuali Keya dia hanya menatapku dalam diamnya. Aku sesekali melirik Keya yang duduk di sebelah kiri Naya karena dia duduk di tengah dan Lisa sebelah kanannya dan aku, aku duduk di hadapn mereka.

Keya hanya sibuk dengan ponselnya tanpa mau ikut menanyakan masalah keputusan yang aku ambil.

Yang pasti aku tidak tau kenapa Keya bersikap cuek seperti itu, biasanya dia akan menanyakan langsung kepadaku apapun keputusan yang aku ambil yang menurutnya tidak baik, namun sekarang Keya hanya mendiamkanku.

"Udah deh Lis, Nay. Gue capek, gue mau tidur"

"Lo mau balas dendam sama Anza dengan cara lo pacaran sama Nathan?" tanya Lisa sedikit menaikkan nada bicaranya.

Aku mendesah, "kenapa jadi bawa-bawa dia"

"Teru kenap lo nerima Nathan?. Gue tau lo nggak suka sama Nathan" ucap Lisa emosi.

"Kalo gue nggak suka, gue nggak bakalan nerima Daniel" kataku ikut emosi.

"Udah deh itu kan hak dia, mau pacaran sama siapa aja, kenapa jadi lo lo pada yang repot" aku tertegun mendengar ucapan Keya.

Key. Lo kenapa?

Aku menatap Keya dengan diam begitupun dengan Lisa dan Naya
Kami menatap Keya bingung, sedangkan Keya kembali memainkan ponselnya dan menghiraukan kebingungan aku atas sikap cueknya.

Aku bukan ingin di perhatikan oleh Keya namun, tidak biasanya Keya bersikap cuek seperti ini.

"Tapi Key, keputusan Kiki salah. Itu akan menyiksa dirinya sendiri" Lisa berucap, memecah keheningan diantara kami.

"Yang penting dia bahagia" kata Keya datar.

"Dari mana lo tau, Kiki aja nggak suka sama Nathan"

"Buktinya dia nggak nolak si Nathan"

"Dia tuh bohonh Key"

"Kenapa jadi lo yang repot"

"Karena gue sayang sama Kiki" kata Lisa menatap kearahku.

"Dianya aja nggak ngehargain lo"
Aku masih diam saat Lisa dan Keya berdebat masalah yang aku buat.

"Kiki" Naya mengahampiriku saat melihatku memeteskan air mata.

"Maaf" Naya memelukku.

Aku menangis di pelukan Naya sedangkan Lisa dan Keya masih beradu argumen.

"Stop!!! Kalian nggak usah ribut urusin hidup gue, kalian urus aja diri kalian masing-masing. Ini keputusan gue biar gue yang naggung semuanya jadi, kalian nggak usah ikut campur" teriakku dibarengi dengan isak tangis, Naya meraih tubuhku untuk kembali di peluk namun, aku mengibaskan tangan Naya yang memegang pundakku dan aku keluar dari tenda.

Aku sedikit berlari sambil mengusap kasar wajahku, semua orang yang aku lewati menatapku dengan bingung, namun aku menghiraukan tatapa mereka dan berlari menjauhi tenda, aku butuh sendiri.

Aku mempercepat lariku hingga ada yang menabrak bahuku lumayan kencang dan membuat tubuhku tersungkur kedepan sangat mengenaskan dengan lutut dan telapak tanganku mencium tanah dan sedikit menopang diriku agar aku tidak terjatuh.

Aku meringis sambil membersihkan lututku yang berdarah karena ku memakai celana di atas lutut hingga lututku terluka karena aku terjatuh tadi.

"Sorry gue nggak liat" ada sebuat tangan yang memperban lukaku dengan kain berwarna biru yang kuyakini ini milik laki-laki karena aku mendengar suaranya.

Aku mendongakkan kepalaku dan melihat pelaku yang telah menabrakku.

Dia masih menundukkan kepalanya sambil mengikat kakiku hingga tiba-tiba dia mendongak saat aku sedang menatapnya, aku gelagapan saat dia juga menatapku.

Anza mengulurkan tangannya saat aku berusaha untuk bangkit berdiri, namun aku menolaknya hingga Anza hanya memperhatiakanku sambil berdiri di hadapannya.

"Biarin gue tolongin lo, ini salah gue" Anza menarik paksa tanganku saat aku masih berusaha untuk berdiri hingga kini aku sudah berdiri dwngan kaki yang aku tekuk sebelah.

Aku menundukkan kepalaku tidak berani mendongak karena yang aku yakini Anza sedang memperhatikanku.

"Sorry" ucap Anza.

Aku hanya mengangguk lalu melangkahkan kakiku namun, Anza menahan pergelangan tanganku.

"Kenapa?" tanyaku berbalik menghadap Anza.

"Jangan lupa kembaliin" ucap Anza mengarah ke lututku.

Refleks aku menatap kebawah tapat ke lututku yang di balut sapu tangan milik Anza, lalu aku mengangguk sambik menghempaskan tanganku dari cekalan Anza.

Aku berlari sambil mrnahan kekesalah. Bisa-bisanya Anza masih memikirkan sapu tangannya dari pada lukaku.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang