Suara Beduk

68 2 0
                                    

SERAGAM MERAH PUTIH itu kini telah bermanuver menjadi warna Biru Putih, lengkap dengan dasi di kerah baju. Benar-benar terlihat orang yang terpelajar. Ummi Salamah dengan penghasilan pas-pasannya dari usaha warung kecil dan sebagian dari sawah peninggalan Abi Guntur, mampu menyekolahkan Burhan sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Bukan hanya Burhan, kini Hana pun telah duduk di kelas 1 SD. Tahun depan, Santi mencoba untuk menyusul jejak kakak-kakaknya. Hana bersekolah di SD tempat Burhan bersekolah. Hana tidak banyak keinginan, ia hanya ingin masuk sekolah saja sudah cukup. Semangatnya sangat tinggi. Bahkan hari kedua setelah masuk sekolah, Hana ingin pergi sendiri tanpa di antar Ummi Salamah. Tidak seperti Burhan yang diantar Ummi Salamah sampai kelas 2 SD. Sesekali Abi Guntur pun selalu mengantar Burhan sekolah. Tetapi berbeda dengan Hana, Hana semakin menunjukkan bahwa dirinya adalah gadis pemberani.

***

Terdengar suara beduk di surau. Dan biasanya, jika ada suara beduk mendadak pasti ada sesuatu yang genting. Ummi Salamah langsung menuju sumber suara sambil membawa Santi. Karena Hana dan Burhan masih berada di sekolahnya masing-masing.

Ummi Salamah sangat penasaran dengan maksud suara beduk itu. Sementara warga berbondong-bondong menuju surau. Para ibu pun seperti biasa merumpi atau mengada-ngada kabar yang belum tentu adanya.

"Pak Kiyai Rojak memangnya sakit apa ya, kok bisa secepat itu?" Terdengar ucapan dari para ibu dengan suara yang kurang jelas.

Ummi Salamah mendengar suara itu sayup-sayup. Berharap tidak terjadi apa-apa dengan Pak Kiyai Rojak, guru mengaji anak-anak kampung Pasir Angin. Walaupun penasaran, Ummi Salamah tidak ingin bertanya kepada ibu-ibu itu. Ia ingin mendengar kabarnya langsung di surau. Dengan begitu, Ummi Salamah semakin mempercepat langkah kakinya.

"Assalamualaikum bapak-bapak, ibu-ibu dan para remaja. Innalillahi wainna ilaihi raajiun, Pak Kiyai Rajak telah kembali kepada Allah swt. 30 menit lalu, sekitar pukul setengah sebelas lebih, beliau menghembuskan napas terakhirnya di surau ini. Alangkah baiknya kita semua warga Pasir Angin mendoakan beliau agar berada di tempat yang paling mulia di sisi Allah, Aamiiin..."

Ketua RT kampung Pasir Angin˗˗˗yang tak lain ayah Aisyah itu˗˗˗memberikan pengumuman bahwa Pak Kiyai Rajak telah meninggal dunia di dalam surau. Ummi Salamah dan beberapa warga seakan tidak percaya, kemarin Pak Kiyai Rajak masih sehat wal'afiat dan mengajar anak-anak mengaji. Memang, kematian itu adalah rahasia Allah. Tidak ada yang mengetahui kapan datangnya ajal. Tua ataupun muda tidak menjadi batasannya. Jika Allah sudah mentakdirkan kematian seseorang, tidak ada yang bisa memajukan atau juga memundurkannya. Yang terpenting kita harus selalu mempersiapkannya. Kita harus selalu ingat akan kematian yang tidak diduga-duga.

"Untuk melancarkan proses pemakaman beliau, dimohon kepada semua warga kampung Pasir Angin untuk turut terlibat dalam pembuatan makam dan hal-hal lainnya, mengingat tak ada satu pun keluarga Pak Kiyai Rojak ada disini. Sekali lagi, saya mohon pastisipasinya. Assalamu'alaikum" Tutup Ketua RT itu.

Semua warga pun membubarkan diri, kemudian langsung bergerak sesuai dengan perintah Ketua RT.

Sementara, Santi merengek meminta makan kepada Ummi Salamah. Terpaksa, Ummi Salamah pun harus terlebih dahulu pulang ke rumah untuk memberi makan Santi sambil menunggu kedatangan Burhan dan Hana dari sekolahnya.

Namun, berita di surau itu seperti bencana bagi warga kampung Pasir Angin, termasuk Ummi Salamah. Pak Kiyai Rojak adalah lelaki paruh baya yang berperan besar dalam mengajarkan para anak-anak mengaji dan juga sekaligus menjadi imam di surau. Tak ada guru mengaji lain di surau selain Pak Kiyai Rojak dengan segala ketulusan dan keikhlasannya. Dan jika tidak ada yang bisa menggantikan posisi Pak Kiyai Rajak untuk mengajar pengajian, Pasir Angin akan dihantui bencana.

***

Negeri PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang