[Nero Alfandi Faron]

279 26 4
                                    

Pukul 23.00

"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?"

Suara bariton yang tiba-tiba terdengar saat Nero baru saja membuka pintu rumah, dan hendak berjalan menuju kamarnya yang berada pada lantai dua.

Semua pelayan didalam rumah itu nampak bersembunyi tidak berani menunjukan diri saat mereka tau suasana didalam rumah menegang.

Tanpa menoleh sedikitpun ke arah laki-laki yang sedang duduk dengan laptop yang berada tepat di depannya, Nero terdiam dengan nafas yang menderu.

"Apa peduli anda?".

"NERO ALFANDI! Kenapa kamu bertindak tidak sopan seperti itu kepada ayahmu sendiri?!" bentak Baron kepada putra sulungnya yang entah sudah beberapa tahun belakangan ini berseteru dengannya.

Nero menyeringai "Maaf tapi ayahku sudah meninggal dua tahun yang lalu" ucap Nero lalu melanjutkan langkahnya menuju kelantai dua.

Plak.

Entah sejak kapan Baron sudah berada di dekatnya dengan Nero yang memegang pipinya yang memerah akibat tamparan kilat yang dilakukan sang ayah terhadapnya.

Mata Nero berkaca-kaca, namun saat matanya bersitatap dengan sang ayah membuatnya melupakan rasa sakit yang dirasakan pipinya, kali ini Nero lebih mementingkan sakit yang dirasakannya didalam sana.

Baron menyadari perbuatannya, dengan cepat dia mencoba memegang bekas kemerahan dipipi anaknya namun langsung ditepis oleh Nero.

"Berhenti pura-pura perduli, dan hiduplah dengan kehidupanmu sendiri" ucap Nero dingin lalu tanpa menoleh dia berjalan cepat menuju kamarnya.

"Maafkan ayah, Nero" ucap Baron lirih sambil memandangi punggung putra sulungnya yang semakin lama menghilang dari hadapannya.

Just a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang