Seva asyik memainkan handphone sambil berjalan di tengah keramaian, dia hendak menuju ke kelasnya.
Seminggu berlalu sejak dia dipulangkan dari rumah sakit, keadaannya semakin membaik, bahkan dia sudah melupakan kejadian itu.
Seva membalas semua pesan yang dikirimkan Nero. Bisa dibilang hubungannya dan Nero kian dekat. Ya, dekat.
Sebagai teman, Seva tersenyum kecil.
Sesaat kemudian dia merasa menabrak seseorang.
"Kebiasaan,"tegur seseorang membuat Seva menatap tajam ke orang itu.
"Ne! Harusnya lo menghindar dan bukannya malah sengaja nabrak gue! Dasar modus!"ucap Seva kesal. Baru saja melalui pesan Nero bersikap manis padanya, tapi disaat ketemu Nero tetaplah Nero. Cowok yang selalu sukses membuat Seva kesal dan senang dalam waktu bersamaan.
Nero menunduk, menyamakan pandangannya dengan mata Seva. Seva memundurkan sedikit kepalanya.
"A-apa? Ngapain lo?"tanya Seva gugup. Nero tersenyum singkat. Lalu tiba-tiba Nero mencubit pipi Seva.
"Lo lucu kalo lagi kesel, Tata!"
"NERO ALFANDI FARON!"
Kemudian Nero berlari menjauh meninggalkan Seva yang masih merutuki kejahilan yang dilakukannya.
***
"Heleh, pabaja kemana-mana lengket mulu"ucap Edgar saat melihat Nero dan Seva berjalan berdampingan memasuki area kantin.
Diki mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Edgar kemudian membalas, "Pabaja? Bahasa macam apa itu?".
"Pabaja? Terdengar asing di telinga gue"ucap Juno menimpali.
Nero dan Seva terkekeh lalu duduk di kursi yang tersisa, kemudian Edgar membalas, "Pabaja itu artinya pasangan baru jadian. Pada bego si,"ucapnya sengit.
Diki memijit pelipisnya bersamaan dengan Juno yang melempar lembar tisu kewajah Edgar, "Kan. Ngaco kan. Makin hari otak lo makin gesrek"
Edgar mendengus, kemudian dilihatnya Nero dan Seva yang sibuk mengobrol, "Tau kok yang baru jadian, gak usah diumbar depan jones kali"ucapnya lagi.
Juno dan Diki melirik ke arah orang yang dimaksud, kemudian mereka tersenyum penuh arti.
"Ne, lo kapan balas perlakuannya Leon?"tanya Juno.
Nero lalu mengalihkan pandangannya ke Juno. Kemudian berkata sambil mengepalkan tangannya "Secepatnya! Sebelum itu, kita cari dulu dimana anjing itu sembunyi"ucapnya dan mendapat anggukan mantap dari ketiga temannya.
Kecuali Seva, entah kenapa dia tidak suka melihat perselisihan antara Nero dan Leon. Orang yang sudah mencelakai dirinya minggu lalu.
***
"Bos, kami sudah melacak keberadaan Baron. Sore ini dia akan melakukan perjalan ke Singapore, membahas pekerjaan dengan rekan kerjanya"
Seorang dengan pakaian serba hitam yang memegang pisau lipat ditangannya menggoreskan benda itu di permukaan tangannya sambil mendengar intruksi dari anak buahnya.
Orang itu menyeringai, dia berdiri dekat jendela otomatis bayangannya terlihat samar dan semua orang yang melihat seringaiannya itu bergidik ngeri.
"Lakukan semua sesuai rencana, bila perlu musnahkan semua yang bersangkutan dengan keluarga itu"ucapnya kemudian menggores pisau itu dengan keras hingga darah mengalir melalui tangannya.
"Kalian semua akan menerima ganjaran atas apa yang telah kalian lakukan,"
***
"Ne? Lo gak bisa damai gitu sama Leon?"
Seva dan Nero berada di dalam mobil, hendak pulang kerumah.
Nero diam, tidak menjawab pertanyaan Seva. Tapi Seva bisa melihat tangan Nero menggenggam erat stir mobilnya.
"Gue penasaran, sebenernya masalah lo sama si Leon itu apa sih?"tanyanya kemudian.
Sudah lama sejak kejadian penusukan itu Seva sangat penasaran dengan apa yang terjadi hingga membuat Nero dan Leon berselisih seperti itu. Seva sempat berfikir, kalau masalah perempuan, harusnya mereka bisa menyelesaikannya secara jantan. Bukan malah berkelahi seperti anak kecil.
Lalu dia juga sempat berfikir, apakah ini masalah bisnis? Tapi jika iya, kenapa Nero yang bermasalah? Seharusnya ayah Nero. Dan tidak mungkin juga Nero meneruskan bisnis keluarga di umurnya yang masih menginjak 19 tahun.
"Ne? Gue salah ngomong ya?"tanya Seva kemudian, karena merasa aura Nero sedikit berubah, dia langsung mencoba mencairkan suasana.
"Sev, ada beberapa hal yang harusnya lo gak boleh tau dan gak bisa ikut campur didalamnya"ucap Nero tiba-tiba.
Seva menyipitkan matanya dan memasang telinga baik-baik, sambil menunggu kelanjutan dari apa yang akan dibicarakan Nero.
"Dan seharusnya lo gak ketemu Leon, dan Leon juga gak boleh tau atau kenal sama lo, lo harus menjauh dari dia"ucap Nero.
Disini Seva menjadi bingung, entah kenapa dia ingin Nero menjelaskan semuanya sekarang agar dia tau bagaimana dan kenapa dia harus menjauh dari Leon.
"Kenapa?"tanyanya kemudian.
"Karena dia berbahaya, lebih berbahaya dari penjahat tersadis yang pernah ada didunia ini".
Seva bungkam, mendengar perkataan Nero barusan membuat bulu kuduknya berdiri, tapi semakin Nero mengatakan hal yang menuntunnya untuk menjauh dari Leon, malah membuat Seva makin penasaran dengan apa yang terjadi antara Nero dan Leon.
Mobil Nero tiba-tiba berhenti membuat lamunan Seva buyar seketika.
Dilihatnya Nero melepas seatbelt dan hendak keluar dari mobil, "Kemana?"tanya Seva.
Nero menatap Seva kemudian mengacak pelan rambut Seva, "Makan dulu yuk? Gue laper".
Seva memutar malas bola matanya, baru saja Nero bersikap serius memberitahu dirinya bahwa dia berada dalam bahaya jika ikut campur dengan masalahnya, sekarang Nero kembali pada dirinya yang semula.
"SEV CEPETAN!"teriak Nero dari luar mobil, membuat Seva bergegas turun juga dari mobil tanpa sempat mengambil tasnya.
"IYA, IYA SABAR!"kemudian mereka berdua memasuki restaurant bersama-sama.
*****
Part kali ini kependekan ya? Sorry.
Ceritanya ngebosenin ya? Wkwkw sudah kuduga. Tapi gpp, authornya lagi belajar nulis. Mohon bimbingannya ya:')
Untuk para voters dan commenters diluar sana, makasih banget karena udah ngevote dan juga comment cerita gue.
Sorry kalo ada typo ya gaes!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Feeling
Teen FictionBerawal dari sebuah pertandingan basket yang tidak sengaja membuat Nero dekat dengan seorang gadis jutek nan pemarah di sekolahnya. Hari demi hari berlalu, Nero semakin dekat dengannya, walaupun Nero membantah yang namanya 'takdir' tapi dia tetap sa...