Nero berada di ruang tunggu rumah sakit dimana tempat Seva dirawat. Sejak tadi Nero tak pernah berhenti mengusap gusar wajahnya. Pikirannya sangat kacau.
Ketiga teman Nero juga setia menemaninya, Juno dan Edgar bersender pada tembok rumah sakit dan Diki duduk disamping Nero. Mereka berempat sama-sama terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Tapi semua itu tidak berlangsung lama ketika terdengar langkah kaki berjalan mendekati mereka.
"Bagaimana keadaan Seva, Ne?".
Nisya dengan raut wajah khawatir disusul Bara dibelakangnya sama-sama menatap Nero penuh dengan harapan mendengar kabar Seva.
"Sedang dioperasi". Jawab Nero seadanya karena saat ini dia tidak bisa memikirkan hal lain selain kesadaran Seva. Jujur dalam hati dia takut mendengar kabar yang menyimpang dari keinginannya.
"Maafin gue, Ne. Seva seperti ini karena salah gue" Nisya menutup wajah dengan kedua tangannya, selang beberapa detiknya Nisya menangis, "Tenang, Nis. Kita berdoa saja supaya Seva sadar dan baik-baik saja" Bara mengelus pundak Nisya, mencoba menenangkannya.
"Maksud kakak? Salah kakak?" Nero menatap Nisya dengan alis yang mengkerut bingung.
"Gue nelfon Seva buat pergi ke kantor ayah--". Kalimat Nisya terpotong karena Nero tiba-tiba berdiri lalu berjalan menjauh dari mereka semua.
Keempat teman Nero seakan paham akan perubahan aura yang terpancar dari Nero saat ini, mereka hanya bisa menatap iba kearah Nero. Karena berbicara dengan Nero tidak cukup untuk menyadarkannya. Sudah berkali-kali mereka mencoba menasehati Nero tapi ujung-ujungnya selalu berakhir pada perkelahian.
"Ne! Dengerin penjelasan gue dulu". Nisya mengejar Nero lalu menahan pergelangan tangannya. Nisya menggenggam pergelangan tangan Nero seolah menyalurkan apa yang dirasakannya saat ini, hanya satu yang Nisya inginkan, merubah Nero dan mengembalikan semuanya seperti dulu lagi.
"Kalo lo ngebahas pria itu, jangan harap gue bakal dengerin." kata Nero dingin dengan raut wajah datar, "Maafin gue, tapi gue gak tau kalo Seva bakalan jadi seperti ini karena gue".
Kekesalan Nero sore tadi bertambah ketika Nisya mengatakan bahwa ini ada sangkut paut dengan ayahnya.
Nero menepis dengan kasar tangan Nisya pada pergelangan tangannya, "Gue udah bilang! Segalanya bakal memburuk kalo berhubungan dengan pria itu, dan sekarang Seva ikutan jadi korbannya, Seva bahkan gak tau apa-apa, Kak!".
Nisya semakin terisak ketika mendengar Nero menyebut ayah mereka dengan sebutan 'pria itu'. Sangat terlihat bahwa Nero begitu membenci pria yang menjadi alasan utama mereka berada didunia ini.
"Setidaknya lo dengerin penjelasan gue dulu, Ne". Kata Nisya disela isakannya. Bara menyusul dan berdiri disamping Nisya sambil menenangkan gadis itu, "Dengerin penjelasan kakak lo, Ne".
Nero membuang muka, Nero malas jika sudah bersangkutan dengan ayahnya, ingin sekali rasanya Nero berteriak menyalurkan kekesalan dan kecemasannya saat ini juga.
"Lain kali jangan libatin orang lain dalam masalah ini!"
"Hm. Kayanya lo harus makan dulu, Ne. Mending lo ikut gue sekarang" Edgar datang kemudian mencoba mencairkan suasana, Nero menyetujuinya. Dia lalu melangkahkan kakinya menjauh dari Nisya.
"Gue harus gimana lagi, Bar. Gue pengen Nero balik jadi dia yang dulu". Bara menarik Nisya dalam dekapannya kemudian mengusap pelan rambut gadis itu, "Mungkin sekarang belum saatnya buat Nero maafin paman, Nis".
"Apa dua tahun masih kurang?"
Bara semakin mengeratkan pelukannya, "Sudahlah, gue ada ide lain untuk menyatukan paman dan Nero seperti semula".
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Feeling
Teen FictionBerawal dari sebuah pertandingan basket yang tidak sengaja membuat Nero dekat dengan seorang gadis jutek nan pemarah di sekolahnya. Hari demi hari berlalu, Nero semakin dekat dengannya, walaupun Nero membantah yang namanya 'takdir' tapi dia tetap sa...