Delapan

61 5 0
                                    

Dalam perjalan dengan mobilnya, Nero terlihat tidak fokus. Banyak yang mengganjal pada pikirannya, entah itu mengenai ayahnya, Nisya dan juga Seva.

Baru saja Nero kembali dari bandara untuk mengantar Nisya, dan didalam perjalan pun Nero dan Nisya hanya diam, tidak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan, kecuali saat sampai dan Nero hanya mengantar Nisya sampai depan bandara tanpa menunggunya selesai check in.

Nisya tau, Nero enggan untuk memaafkannya, Nisya juga tau kalau langkah yang dia ambil salah saat mencoba mempersatukan Nero dan Baron. Tapi semua terlambat, saat hendak menjelaskan semuanya Nero malah tidak mau dengar, dan tidak mau tau.

Disisi lain Nero merasa semua benar-benar berubah, yang dia punya hanya Nisya, orang yang awalnya Nero percayai berada dipihaknya, tapi ternyata Nero salah. Nisya sebenarnya dipihak Baron. Nero sudah lelah mengurusi semuanya. Nero malas mengungkit itu semua.

Dan sekarang, didalam mobil yang dilajukan pelan olehnya, Nero bersidekap. Nero marah pada Nisya, tapi ada sisi lain dari hatinya yang menyesal karena sudah memperlakukan Nisya seperti tadi.

"Argh!". Nero mencengkeram stir mobilnya dengan kuat, hanya itu yang bisa menyalurkan kekesalannya saat ini, walaupun hanya sementara.

Nero menepikan mobilnya dipinggir jalan, menyenderkan kepala dan memejamkan mata mencoba melupakan semuanya, tapi tetap saja sia-sia.

"Maafin gue, Kak. Sementara waktu gue gak bisa deket kaya dulu lagi sama lo".

Disisi lain, Nisya yang sedang berjalan menuju kabin pesawat meneteskan air mata, kepulangannya kali ini ke Indonesia tidak bisa dijalaninya seperti dulu, penuh dengan canda dan tawa dari keluarga kecilnya.

Nisya menyeka air matanya, dia sudah berada didalam pesawat, pandangannya mengarah keluar jendela. Berharap dikesempatan berikutnya dia bisa memperbaiki kesalahan yang dia perbuat terhadap Nero.

Ya, Nero. Adik kecilnya yang dulu selalu merengek minta ditemani saat tidur olehnya, Nisya sangat merindukan Nero yang dulu. Neronya yang kuat, bukan yang rapuh seperti saat ini.

"Jaga diri lo baik-baik, Ne". Nisya mengambil handphonenya kemudian menekan tombol send atas beberapa kalimat yang dia tunjukan untuk seseorang.

Nisya berharap, orang yang saat ini dia tunjuk untuk menggantikan posisinya, bisa mengembalikan sifat Nero yang dulu dan Nisya juga berharap kalau orang ini adalah orang yang tepat untuk membantunya.

***

Seva mengerucutkan bibirnya, hari ini dia diperbolehkan untuk pulang, awalnya Seva senang, tapi itu tidak bertahan lama, karena Bara selalu mengganggu Seva disetiap kesempatan.

"Dikira bagus apa ya muka di monyong-monyongin gitu". Bara berkata dengan nada mengejek.

"Maaa! Ini orang bisa diusir gak?  Tata gak suka, nyebelin banget sih!"

Teresa menggelengkan kepala melihat pertengkaran didepannya, "Bara, jangan gangguin adek kamu, mending bantu mama angkat ini semua". Teresa menunjuk beberapa tas milik Seva.

Bara bersidekap, "Ck, lo cuma dirawat beberapa hari tapi barang bawaan lo mirip orang mudik tau gak?". Seva menjulurkan lidahnya kearah Bara.

Dimas yang baru saja memasuki ruangan kemudian berbicara pada Teresa, "Ma, papa ada meeting sekarang, papa baru di telfon sama Mia".

Teresa mengernyitkan dahinya, "Loh? Terus Tata pulangnya gimana? Mama sama Bara kan harus ke rumah Laras dulu, gak mungkin Tata ikut".

Just a FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang