"Kenapa kamu takut naik motor?"
Itu pertanyaan pertama yang diajukan Al sejak kami meninggalkan rumahnya. Kali ini Al memilih jalan pintas yang didominasi tanaman kelapa dan palm. Aku sangat menghargai kepeduliannya.
"Waktu kecil aku pernah kecelakaan. Saat itu aku dibonceng seorang Paman." Aku makin erat mencengkeram pinggiran sadel motor ketika bayangan samar-samar kejadian hari itu menyeruak benakku. Kali ini sebisa mungkin aku tidak menyentuh Al.
"Hmmm, tampaknya sekarang kamu tidak takut lagi."
"Sejak kecelakaan itu aku tidak pernah naik motor lagi." Sebelum hari ini, aku selalu menganggap motor adalah monster yang menyeramkan. "Aku juga tidak menyangka bisa naik motor lagi. Mungkin aku hanya takut jika di jalan raya yang penuh kendaraan lain."
"Jadi kalau di jalan sepi kamu tidak takut lagi." Al menghembuskan nafas dengan gaya dramatis. "Seharusnya tadi aku lewat jalan raya supaya kamu memeluk pinggangku lagi. Rasanya menyenangkan!"
"Dasar lelaki cabul!" ingin sekali aku memukul kepalanya tapi aku tidak berani mengangkat tanganku. "Kalaupun kita lewat di jalan raya jangan harap aku mau menyentuhmu walau seujung........" aku menjerit keras dan refleks merangkul pinggang Al dengan erat ketika Al secara tiba-tiba menarik gas dan menambah kecepatan. Wajahku menempel di pundak Al. Debar jantungku meningkat tajam.
Perlahan, motor kembali ke kecepatan semula. Aku sudah bisa menguasai diri ketika kurasakan tubuh Al bergetar menahan tawa. Dengan marah aku mencubit pinggangnya. Aku tersenyum puas ketika kurasakan Al mengerang kesakitan.
"Kalau kamu tidak berhenti melakukannya, dua menit lagi kecelakaan masa kecilmu itu pasti terulang lagi." Aku langsung berhenti melakukannya tapi tidak menjauhkan diri.
Sungguh, aku tidak bisa berpura-pura tidak menyukai ini. Bahkan aku sangat menikmati bisa memeluk dan bersandar pada seseorang yang jauh lebih kuat dariku. Aku sudah tujuh belas tahun tapi baru merasakan memeluk seorang pria. Kalau Al tahu, dia pasti akan mengejekku habis-habisan.
Aku juga ingin sekali merasakan ciuman itu sekali lagi. Kalau bisa ciumannya yang lebih halus. Kerongkonganku terasa kering memikirkan hal itu. Aku tidak menyangka bisa berpikir seliar itu tentang pria yang baru dua hari kukenal. Pasti selama ini aku tidak mengenal sifat asliku.
Butuh waktu hampir satu jam untuk sampai ke rumahku dengan kecepatan ini. Apalagi kami menggunakan jalan pintas yang lebih berliku. Mungkin hanya butuh dua puluh menit jika Al berkendara sendiri dengan jalur utama. Aku sendiri tidak menyangka Al tahu jalur ini, padahal aku yang seumur hidup tinggal di sini tidak mengetahuinya. Berkali-kali Al menggodaku dengan mengatakan bahwa aku hanya ingin berlama-lama memeluknya. Aku mencubit pinggangnya tiap kali dia berkata seperti itu.
Aku sendiri nyaris tidak percaya kami baru kenal selama dua hari. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Yang membuatku kaget aku tidak keberatan jika kami benar-benar sepasang kekasih.
Al menurunkanku di depan pagar rumahku. Melihat rumah itu kenyataan lain menghantamku. Aku sudah punya tunangan. Bagaimanapun buruknya hubungan kami sekarang, dia tetaplah tunanganku dan aku harus menjaga perasaan keluarganya maupun keluargaku.
Aku menoleh menatap Al, "Terima kasih karena sudah mengurangi rasa traumaku. Dan terima kasih juga karena sudah membantu kami." Aku tersenyum mengingat bahwa Al yang sebagian besar mengerjakan tugas kami. "Kalau bukan karena bantuanmu, pasti kami masih butuh waktu berhari-hari untuk mengerjakannya."
"Kenapa berterima kasih! Aku kan ketua kelompoknya. Kalau tugas kita belum selesai, aku juga yang jadi repot." Sejenak Al menatap rumahku. Aku ingin mengajaknya mampir tapi kata selingkuh melintas di benakku. Jadi aku tidak menawarkan itu. "Tapi karena aku sudah membantumu mengatasi rasa takut, maukah kamu membalasnya dengan menemaniku datang ke pameran desa nanti malam? Katanya ada pasar malamnya juga, aku penasaran ingin datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Misterius (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Seluruh impian Dhea hancur begitu mengetahui perselingkuhan sang tunangan tepat dua bulan setelah acara pertunangan mereka. Tapi mengapa hati Dhea tidak terlalu terluka? Apakah itu karena pria menyebalkan dan sok ta...