Empat

32.8K 2.7K 27
                                        

Pagi ini aku memasak nasi goreng dan nugget buatan sendiri. Bi Imah, pembantu di rumahku, tampak heran karena biasanya aku tidak pernah memasak sarapan, apalagi sampai dua porsi. Aku hanya tersenyum penuh rahasia padanya sambil menata nasi goreng itu dengan cantik dalam kotak bekal, dan menghidangkan sisanya di atas piring.

Sambil menikmati sarapanku, aku teringat ucapan Al bahwa dia bisa segemuk sumo jika aku menjadi istrinya. Aku tersenyum geli mengingat hal itu.

"Neng Dhea lagi jatuh cinta, ya?"

Aku tersentak kaget mendengar suara bi Imah. Sejak kapan bi Imah duduk sambil mengelap piring dan hanya berjarak sekitar tiga meter di hadapanku? Bukankah tadi dia masih menyapu teras depan? Pasti aku terlalu dikuasai lamunanku hingga tidak menyadari kehadirannya.

Aku tersipu malu dan menundukkan wajah yang pasti sekarang sudah merah padam seperti udang rebus.

"Nggak kok. Lagian bi Imah tahu dari siapa soal cinta-cintaan?" aku masih tetap menunduk sambil mengaduk-aduk nasi goreng yang sudah tinggal bebe-rapa suap.

"Di Sinetron begitu. Kalau ada yang jatuh cinta, pasti senyum-senyum sendiri." Jelasnya berapi-api.

"Dhea senyum karena ingat kejadian yang lucu," jawabku lirih. Tapi, mungkinkah aku benar-benar sudah jatuh cinta pada Al hanya dalam waktu singkat?

"Neng Dhea ndak usah menyangkal. Jatuh cinta itu bagus untuk kesehatan."

Aku mendongak menatap bi Imah sambil tertawa. "Kata siapa jatuh cinta bagus untuk kesehatan? Biasanya malah bikin sakit, bi. Nggak bisa tidur, nggak bisa makan. Bisanya cuma bengong mikirin si dia." Sekali lagi aku memerah karena wajah Al terlintas di benakku.

Bi Imah terkekeh, "Ditambah lagi jadi suka senyum-senyum sendiri." Aku juga terkekeh geli. "Bi Imah ikut senang. Neng Dhea dan mas Raymond memang serasi."

Seketika senyumku jadi kecut ketika nama Raymond diungkit. Tentu saja bi Imah pasti berpikir yang membuatku senang adalah tunanganku. Perasaan bersalah merambati hatiku ketika aku sadar sedang memikirkan pria lain sementara aku sudah memiliki tunangan. Tapi biarlah. Toh, dia juga sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Kenapa cuma aku yang harus merasa bersalah?

Secepat mungkin aku menghabiskan makananku lalu pamit untuk berangkat sekolah

Di dalam angkot aku teringat Regita. Karena kesal pada Raymond aku jadi menghindari Regita juga. Sudah beberapa hari aku tidak menghubunginya. Tapi aku heran karena dia juga tidak berusaha menghubungiku. Aku khawatir ketika teringat wajah murungnya hari itu. Apa ada masalah dengan kisah cintanya hingga dia tidak sempat menghubungiku?

Aku turun dari angkot lalu mulai berjalan santai. Sudah beberapa hari berlalu sejak Al sakit. Awalnya aku khawatir akan ada gosip baru tentang keberadaanku di rumah Al. Tapi tampaknya Sheril dan Rio tutup mulut. Dan sejak Al kembali masuk, tiap hari dia yang mengantarku pulang sekolah. Herannya, sekarang aku tidak lagi peduli dengan gosip yang masih panas membahas soal kedekatan kami. Bahkan kurasa mereka mulai menganggap kami pacaran.

Rio tidak lagi berusaha mendekatiku seperti sebelumnya. Mungkin dia sudah mau menerima bahwa aku lebih akrab dan merasa nyaman bersama Al. Sheril juga sudah menyerah menarik perhatian Al. Atau mungkin karena UN tinggal dua setengah bulan lagi, jadi mereka lebih fokus pada pelajaran hingga mengabaikan hal lain.

Untungnya aku tidak seserius mereka dalam me-nanggapi UN. Jadi aku punya banyak waktu bersama Al tanpa gangguan mereka.

Aku tersenyum kecil karena pikiran itu. Lega rasanya ketika aku mengizinkan hatiku berkelana. Aku tidak takut lagi mengakui bahwa aku benar-benar menyukai Al. Walau kadang perasaan takut dan khawatir menggelayuti hatiku.

Lelaki Misterius (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang