Delapan

29.3K 2.6K 20
                                    

Aku menarik nafas panjang ketika berdiri di depan pintu ruang ujian. Tegang dan gelisah menyelimuti diri ku sejak pagi tadi. Ekspresi aneh ayah dan ibu malah menambah gelisahku.

Masih jelas terbayang di benakku ekspresi heran, kaget sekaligus bertanya di wajah mereka ketika aku mencium punggung tangan mereka sekaligus meminta do'a agar ujianku lancar. Yah, ini memang kali pertama aku meminta do'a untuk kesuksesan ujian. Walau ekspresi lucu mereka belum hilang, mereka tersenyum menanggapi lalu menyuarakan do'a mereka sambil memelukku bergantian.

"Ehem!" suara itu mengembalikanku ke dunia. "Kau tidak mau masuk?"

Aku langsung berbalik dan berhadapan dengan Putri, Anita dan Dewi. Aku terdiam selama beberapa detik untuk menelaah pertanyaan yang menurutku diajukan oleh Putri. Aku selalu merasa semua orang di sekolahku ini tidak menyukaiku, jadi aku selalu mencoba menemukan sarkasme atau hinaan dalam tiap pertanyaan, tapi kali tidak bisa menemukannya. Jelas itu adalah pertanyaan biasa karena aku sudah menghalangi jalan mereka. Tapi bagaimanapun aku bisa melihat rasa iba dalam mata mereka. Mereka pasti sudah tahu tentang taruhanku.

Aku tersenyum lalu menggeleng. "Belum." Jawab-ku singkat lalu menyingkir ke bangku panjang yang di letakkan di luar tiap kelas.

Aku duduk sambil menyandarkan punggung. Se-karang aku tak sanggup lagi membohongi diriku. Aku rindu pada Al. Aku ingin bertemu dengannya. Aku ber-harap dia disini sekarang lalu meyakinkan diriku bahwa aku bisa.

Setelah kejadian beberapa minggu yang lalu itu, ini pertama kalinya aku berharap dia benar-benar ada di depanku. Bahkan ketika semua temen sekelasku heboh membicarakan Al yang tidak masuk cukup lama tanpa keterangan, aku sama sekali tidak peduli dan berusaha menghindari mereka karena aku tahu mereka menganggap aku memiliki hubungan spesial dengannya hingga mungkin aku tahu dia dimana.

Walau aku berusaha menghindar, beberapa anak berhasil memojokkanku lalu menanyakan keadaan Al. Aku hanya menjawab 'tidak tahu' karena memang de-mikian kenyataannya. Bukannya membuatku khawatir, pertanyaan mereka hanya membuatku semakin jeng-kel dan kembali teringat kejadian mamalukan, menjijik kan, dan menyedihkan hari itu.

Tapi anehnya sekarang aku ingin bertemu Al sebe-lum ujian. Jadi aku menunggu, menunggu dengan ragu karena aku tidak tahu Al ada di ruang mana. Kelasku dibagi ke dalam dua ruang, ruang satu dan ruang dua. Aku sama sekali tidak bisa mengawasi siswa yang lalu-lalang di depan ruang dua karena terhalang rimbunan tanaman.

Hingga akhirnya pengawas datang, aku masih belum bisa bertemu Al.

Aku berdiri lalu menarik nafas panjang untuk menenangkan diriku, dan bertekad tidak akan menyia-nyiakan perjuangan kami selama beberapa bulan ter-akhir. Walau dengan perasaan kecewa tidak bisa ber-jumpa Al sebelum ujian, aku yakin pasti bisa melewati ujian ini.

***

Aku berjalan menuju ruang dua dengan perasaan ringan. Ternyata soal UN tidak sesulit yang kukira, bah kan jauh lebih mudah daripada soal Try Out. Sekarang aku tidak sanggup lagi menahan keinginan untuk bertemu Al. Lucu juga kenapa aku tidak tahu pasti dia ada di ruangan mana padahal kami sudah melewati Try Out bersama. Mungkin karena aku sangat tegang menghadapi ujian hingga tidak memperhatikan hal seperti itu.

Kembali aku diliputi keraguan ketika melihat ruang dua nyaris kosong karena kebanyakan siswa langsung pulang begitu ujian selesai. Di antara siswa yang sedikit itu, aku sama sekali tidak melihat keber-adaan Al. Aku benar-benar kecewa dan memutuskan untuk pulang saja.

Ketika aku baru berjalan beberapa langkah, se-seorang memanggilku dan tiba-tiba Niko sudah berdiri di sampingku.

"Lagi cari siapa?" tanyanya santai.

Lelaki Misterius (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang