Nina tidak terlihat akan menjawab pertanyaan gua.
Gak ada tanda-tanda darinya bakal memberikan respons atas pertanyaan gua.
Ia begitu asik menikmati sepiring american breakfast yang dia pesan.
Berbeda dengan gua, boro-boro nyentuh paket breakfast yang gua pesen, daritadi gua cuma sesekali doang menyesap air dari buah kelapa yang gua pesan.
Sisanya? gua cuma main-mainin sendok yang gua pegang untuk ngerok daging di dalam tempurung kelapa ini doang, bahkan gak ada niatan gua untuk menyantapnya.
"Di makan dong, Van. Nanti telat nganterin aku ke bandaranya."
Tenang kok, Nin, gua gak akan pernah lupa kalau habis ini harus nganterin lo ke bandara. Kenapa sih harus cepet-cepet? Penerbangan lo masih malem ini, lo gak bisa nyadarin apa daritadi gua sedih karena harus sesegera ini berpisah sama lo.
Seriously, Na? Lo gak sadar juga?
Alih-alih mengatakan semua kalimat yang akhirnya terpendam di dalam kepala, Gua mengangguk dengan pasrah. Lalu, mencoba memaksakan makan walaupun gua gak ada nafsu sama sekali.
Beneran deh, Nina udah nyantet gua atau gimana sih?
"Van, kamu mikirin apaan sih?"
"Kamu dengerin omonganku tadi gak sih? Aku nanya kenapa kamu harus secepet ini pulangnya? Kenapa kamu diem aja? ngomong apaan kek, ngehibur hati aku kek."
"Van," sebelum Nina melanjutkan pembicaraannya, gua udah memotong perkataannya duluan.
"Apa? Apa menurut kamu yang kita lakuin semalem cuma sekedar having fun aja? Huh?"
Nina terdiam untuk beberapa saat.
Ia kemudian meletakkan sendok yang sedari ia pegang pada piring makannya. "Bisa kita bicarain nanti?"
Lagi-lagi gua mengangguk pasrah.
***
Kok gua ngerasanya gua lusuh banget ya hari ini? Padahal outfit yang gua pake hari ini baru gua beli semua. Selain zig zag sandals yang gua beli di Uniqlo sebelum ke Bali ini, gua juga make floral pants Pull and Bear, dan jeans shirt TOPMAN. Tetep aja gua ngerasa penampilan gua lusuh pas gua ngelihat kaca di atas mobil gua saat menuju ke Starbucks Kuta.
Apa karena hati gua lusuh, sehingga semua yang ada di diri gua terlihat lusuh, termasuk penampilan gua?
Tadi, gua udah nganterin Nina ke rumah temennya untuk ngambil semua barang dia sebelum kami menuju ke Bandara Internasional Ngurah Rai. Setelah debat yang cukup panjang dan lebar, akhirnya Nina setuju sebelum kita ke bandara, kita mampir Starbucks dulu.
Nina itu overthinking banget. Dia gak mau mampir ke Starbucks Kuta dulu karena banyak hal, dia takut jalanan ke bandara nanti macet dan dia telat check-in karena ia telat melakukannya via online.
Nina juga takut kalau nanti gak boleh parkir di Starbucks-nya karena tukang parkir di Starbucks Kuta berkali-kali di bohongin sama pengunjung Pantai Kuta yang gak mampir ke Starbucks, tapi nitipin kendaraannya di sana hanya karena susah nyari tempat parkir. Jadinya, Nina gak berani.
Penting banget gak sih?
Gua bener-bener butuh kafein banget nih, tapi hari ini gua mau yang beda dari yang biasanya ah. Gua biasanya pesen Peppermint Mocha Frappucino, rata-rata orang jarang yang tahu kalau Peppermint Mocha juga dijual pada hari-hari biasa, karena minuman itu tuh jadi specialities nya Starbucks kalau lagi Christmast and New Year. Sekarang gua mau pesen Asian Dolce Frappucino aja deh.
"Kamu mau apa, Nin?" sambil menunggu jawaban dari Nina, gua menyerahkan starbucks card gua sama mbak-mbak baristanya.
"Cotton Candy aja deh yang kecil."
"Asian Dolce Latte-nya yang Venti, kalau Cotton Candy-nya yang tall ya mbak."
Gak lama kemudian gua ngambil pesanan kita di pick up order, terus mencari tempat yang enak buat ngobrol. Soalnya suasana hati gua lagi gak enak banget nih.
"Van....." nada Nina terdengar begitu memelas, gua jadi gak tega sendiri dengernya.
Gua menggerakkan kepala gua ke atas (jaga gengsi sih sebenernya....) dengan pesan tersirat di dalamnya kayak gua mau ngomong "Ada ape?"
"You are so special,"
Nina terdiam sejenak.
"For anyone else but me." tambahnya.
Gua memikirkan kata-kata apa yang pantas gua keluarkan karena sebenernya hati gua remuk banget ini. "Perasaan semalem kamu bilang aku special tanpa embel-embel deh."
"Kamu yang gak denger kali."
"Jadi bener kan apa yang kita lakuin semalem itu cuma having fun doang?"
"Bukan Van, aku nikmatin banget apa yang udah kita lakuin semalem, dan sama sekali aku gak pernah berfikir kalau yang kita lakuin semalem itu cuma having fun doang."
Kata-kata dari Nina terdengar begitu meyakinkan bahwa ia begitu menyesal di telinga gua, sampai dia melanjutkan kata-katanya.
"I just... I just don't want you from the very first place, Van."
Seharusnya gua tahu ini dari awal.
Seharusnya gua tahu ini dari awal.
Seharusnya gua tahu ini dari awal.
Anying, tolol banget gua!
"You are really seems too young for me, Van. Bukannya apa-apa."
Gua terdiam, gak mengeluarkan sepatah katapun. Baru sekali ini gua djbegoin sama cewek, biasanya gua yang selalu ngebegoin cewek.
Bukan itu aja, sih. Sumpah, baru kali ini gua galau. Galau karena cewek lagi.
Fvck. Anying. Bangsat. Apapun itu deh isinya kebon binatang.
"Yaudah yuk, minumannya dibawa aja, nanti telat kamu."
***
Gua menarik rem tangan ketika Etios ini berhenti di persimpangan lampu merah yang gak jauh dari Mall Galleria Bali.
Gua bisa merasakan Nina tidak melepaskan tatapannya ke arah wajah gua untuk waktu yang cukup lama selama perjalanan kami menuju Bandara Internasional Ngurah Rai.
Gua bener-bener gak mau menyapa dia dulu sampai waktunya kita sampai di bandara nanti.
Gua masih gak bisa menerima kenyataan atas apa yang dia ungkapkan sama gua selama di Starbucks tadi.
Sama aja sih kayak dari perjalanan ke Tanjung Benoa sampai ke Kuta tadi, gak ada percakapan yang berarti selama kita menuju bandara ini.
Dia menanyakan hal-hal yang gak penting sehingga gua cuma menanggap dengan "hu-um", iya, atau mengangguk.
Nina yang sadar akan hal itu tidak lagi melanjutkan usahanya untuk mengajak gua ngomong.
Kurang dari tiga puluh menit, gua sudah menghentikan mobil gua pada koridor terminal keberangkatan domestik Bandara Udara Internasional Ngurah Rai.
Gua membuka bagasi, mencoba mengeluarkan barang bawaan Nina yang berupa satu buah koper besar berwarna merah marun, dan satu buah handbag berwarna hitam.
Tak lama setelah gua menurunkan barang bawaan Nina, cewek itu memeluk gua, hangat dan dalam-dalam.
"Maafin aku, Van. Aku harus pergi, dan mungkin ini yang terakhir kali kamu ketemu sama aku. Sekali lagi aku minta maaf ya, Van."
"Maksud kamu apa, Na?"
Gak ada niat membalas pertanyaan gua, Nina terus berjalan menuju pintu masuk dengan menggeret kopernya, tidak ada tanda-tanda dia bakalan nengok ke belakang.

KAMU SEDANG MEMBACA
relationSLEEP
Teen FictionTerkadang stigma yang ada di masyarakat, membuat cowok-cowok harus menyembunyikan kerapuhan perasaannya. Percaya nggak sebenarnya kalau cowok udah patah hati, galaunya lebih menyedihkan dibandingkan cewek? Kalau mau tau lebih lanjut, yuk selami cer...