I. Barbaric Princess

289 22 5
                                    

Langkah kaki ringan terdengar dari ujung lorong. Dari suaranya, dapat dipastikan bahwa yang melangkah tidak menggunakan sepatu sama sekali. Dan benarlah, dalam beberapa saat, seorang gadis berlari dengan riang menuju tangga. Gadis itu berumur kurang lebih 16 tahun, dengan rambut cokelat bergelombang melebihi bahunya dan sepasang mata biru laut. Gaunnya menunjukan bahwa ia bukanlah gadis biasa.

Dengan satu loncatan kecil, ia duduk di pegangan tangga dan meluncur turun, membuat para maid dan butler yang melihat berteriak.

"Tuan Putri!! Itu berbahaya!"

Tepat. Itulah putri kedua dari kerajaan Vleredora yang megah ini, Emilia Gracie Vleredora. Putri dengan nama kecil Emily tersebut tidak mengindahkan kata-kata pelayannya dan melanjutkan meluncur turun sebelum mendarat dengan kedua kakinya di lantai dan kedua tangan terbentang di udara, seakan-akan ia baru saja memberikan sebuah pertunjukan. Sebuah pertunjukan yang membuat semua orang jantungan tepatnya.

Gadis yang sebentar lagi berumur 17 tahun ini tertawa saat melihat reaksi para maid dan butler yang sudah ia kenal sejak kecil itu. Ia memang lebih akrab dengan para staff kerajaan daripada saudara-saudaranya yang lain, terlebih saudara tirinya.

Ayahnya, Raja Prometheus memilik seorang istri resmi, Ratu Adrianna, yang adalah ibu kandung dari Emily. Namun, sebagai raja dari kerajaan yang besar, tidak aneh jika ia mengambil beberapa wanita menjadi selirnya. Hal tersebut sangatlah awam pada jaman itu. Raja Prometheus sendiri mempunyai tiga selir dan masing-masing selir tersebut memiliki anak. Ketika setiap anak sudah mulai beranjak dewasa, masalah perebutan tahta pun bermunculan.

Sejujurnya, Emily sendiri tidak mempedulikan har tersebut. Ia bahkan ingin melarikan diri dari kewajibannya sebagai putri, terutama sebagai anak pertama dari Ratu sendiri.

"Nona Emilia...."

Emily melonjak terkejut ketika seseorang memanggil namanya seperti itu. Hanya satu orang yang memanggilnya dengan 'nona'. Ia menoleh dan benarlah, seorang pemuda di akhir 20 tahunan menatapnya balik dengan tatapan tajam. Stalin T. Roosevelt, tutor kerajaan yang ditugaskan khusus pada dirinya. Hubungan mereka sudah seperti kucing dan anjing yang saling kejar-kejaran, walau Stalin tidak pernah berhasil menangkapnya.

"Nona. Ini saatnya kita belajar sejarah, tolong kembali ke ruangan anda dan bersiap."

Mengerucutkan bibirnya dengan kesal, Emily tidak bisa menghindar. Terutama karena para butler dan maid sudah mendekati mereka, akan susah untuk kabur. Dengan enggan, gadis tersebut mengikuti tutornya hingga ke ruangannya. Emily harus menunggu disana sementara Stalin pergi mengambil bahan.

Namun Emily bukanlah gadis yang akan menyerah semudah itu.

Menarik pintu balkonnya hingga terbuka lebar, Emily melangkah menuju dahan pohon yang berada tepat di atas balkonnya. Ia sudah melakukan ini berulang kali, dan tentu saja seperti biasanya, kali ini ia memanjat pohon tersebut dengan mudah. Dibandingkan saudaranya yang lain, reflek dan kegesitan Emily berada di paling atas. Tentu saja ia mendarat dengan sempurna di tanah tanpa kekurangan apapun.

"Melarikan diri lagi?"

Untuk kedua kalinya hari ini, Emily melonjak kaget dan menoleh.

"Richie!!"

Seorang pemuda, berseragam ksatria lengkap, menatap tajam padanya. Pemuda itu ialah Richard Alden, teman masa kecil Emily sekaligus ksatria di kerajaan Vleredora. Mereka sudah saling mengenal sejak kecil sehingga jika hanya ada mereka berdua, Emily secara khusus meminta Richard tidak menggunakan gelar serta sopan satun padanya dan Richard mematuhinya, walau hanya jika mereka sedang berduaan saja.

Sejauh ini hanya Richard yang berhasil menghentikan Emily jika ia sudah bertingkah. Namun karena pekerjaan pemuda itu sebagai seorang ksatria, ia jarang berada di daerah istana. Tugasnya adalah berada di garis depan pasukan sang Raja, yang biasanya bertugas melakukan invasi. Oleh karena itu, Emily sama sekali tidak menyangka akan melihat pemuda itu disini.

ScrimmageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang