V. Push and Pull

100 10 6
                                    

"Kau bercanda."

Muka sang putri memerah selama maidnya yang paling setia hanya tersenyum penuh arti. Baru saja tiga hari terlewat sejak Emily kembali dari perjalanannya. Theodoric, kakek tua yang menjadi tabib istana, sudah memeriksanya. Tidak ada yang salah dengan kesehatan Emily, walau ia sedikit terguncang selama beberapa hari terakhir. Ia memberi tahu soal orang yang mendorongnya di geladak kapal yang lalu dan penyelidikan tentu sudah dilakukan. Tapi hingga sekarang, tidak ada yang tahu siapa yang berusaha membunuh Emily.

"Kau bisa bertanya pada siapapun yang ada di kapal malam itu, Emily," Jawab Maria seraya menyisir rambut Emily. Sang putri tidak mengatakan apapun lagi, tepatnya ia tidak tahu harus mengatakan apa. Maria baru saja bercerita apa yang dilakukan Richard saat Emily tenggelam, dan bagaimana pemuda itu berusaha keras menyelamatkannya.

Ia tahu yang dilakukan Richard hanyalah pertolongan pertama, tapi pemikiran bahwa first kissnya adalah Richard, mau tidak mau Emily tersipu malu. Ia belum bertemu Richard lagi akhir-akhir ini, selain karena Emily harus beristirahat, Richard juga memimpin penyelidikan rencana pembunuhan itu.

Setelah dipaksa untuk di kamar selama tiga hari, akhirnya Emily diijinkan untuk keluar kamar hari ini. Maria menyelesaikan pekerjaannya mengenai rambut sang putri sebelum membiarkan Emily berjalan keluar dari kamar. Baru beberapa langkah Emily berjalan, Richard menyusulnya. Pemuda itu tidak mengatakan apapun dan hanya berjalan mengikuti tuannya. Emily sendiri tidak bisa mengatakan apapun pada Richard, tidak setelah ia mendengar cerita Maria tadi.

"Yang Mulia," Richard akhirnya memecah keheningan di antara mereka. "Tolong sebelum pelaku ditangkap, jangan pergi kemana-mana tanpa penjagaan."

Emily mengangguk pelan. "Aku mengerti."

Ada semacam pembatas yang memisahkan mereka saat ini, terasa lebih dari biasanya dan Emily tidak bisa melakukan apapun tentang hal itu. Mungkin setelah beberapa hari mereka akan seperti biasa kembali. Ia tidak berharap banyak, tapi akan bagus jika mereka lebih dekat lagi bukan?

Tapi sayangnya, jika kau berharap, kau harus siap untuk dikecewakan.

Alih-alih semakin dekat, jarak antara mereka semakin terasa. Emily menyadari bahwa Richard semakin menghindarinya. Pemuda itu tidak mengatakan apapun, seberapa keras Emily berusaha dengan berbagai cara, kabur termasuk tentunya, semuanya sia-sia.

Alasannya terletak di Richard sendiri.

Ksatria muda itu menyadari ia sudah tidak bisa mengganti cara ia memandang Emily sekarang. Tapi ia juga tidak bisa menepis kenyataan bahwa ia tidak akan pernah bisa mendapatkannya. Satu-satunya cara yang tersisa adalah menjaga jarak dari gadis itu, walau itu menyakitinya dan jelas menyakiti Emily. Tentu ia sadar ketika melihat ekspresi Emily yang muncul karena sikapnya. Ia menyakiti perasaan gadis itu, dan itu juga menyakitinya.

Lantas mengapa ia melakukan hal ini?

Ego. Bisa dikatakan ia melakukan hal ini demi ke-egois-annya belaka. Ia melindungi akhlak baiknya, dan sedikit berharap dengan ia melakukan hal ini, Emily juga akan menjauh darinya. Seorang putri dan ksatrianya? Kedekatan mereka sebelumnya saja sudah hampir membuat masalah besar, bagaimana setelah ini? Siapa yang tahu ada mata-mata para selir itu di dalam kapal, dan tindakannya bisa membahayakan posisi Emily dalam perebutan tahta.

Ia tahu ini salah tapi Richard tidak bisa memikirkan cara lain selain hal tersebut. Dan mungkin di dalam hatinya, ia juga berharap jika ia melakukan hal ini, ia bisa melupakan perasaannya sendiri.

Richard tahu Emily bukanlah tipe yang akan duduk diam saja. Sejauh ini ia berhasil menahan diri, seliar apapun Emily membuat kerusuhan, ia berhasil menjaga agar tetap diam dan tenang, dan jarak yang membatasi tentunya. Tapi gadis itu tidak akan berhenti disana, Richard mengenalnya terlalu baik untuk mengetahui cepat atau lambat, Emily akan memojokkannya dengan pertanyaan.

ScrimmageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang