5th CASE

1.7K 325 34
                                    

[a/n] mulai dari chapter ini, alur akan lebih serius  '-'

×××

  Soonyoung POV.

  Benar dugaan ku. Kami yang tak akrab ini tidak mungkin bisa bertemu secara 'kebetulan' sesering itu.

   Nenek ku bilang 'tidak ada kebetulan jika lebih dari dua kali'.

  Belakangan ini Wonwoo sering berkeliaran di sekitaran rumah ku. Orang sepertinya adalah tipe orang yang menunggu 'waktu yang tepat'. Aku bergidik , bukan kah itu ciri perilaku psikopat.
  
   Aku bercanda.
 
    Meski tak akrab , aku tau dia anak baik-baik. Yang harus dicurigai justru si inspektur.

   Setelah Wonwoo bilang ingin bertemu dengan ku besok , pria itu memaksa untuk ikut bersama ku. Kedua pipi ku memerah, karena ia mencubit nya terlalu kuat. Memangnya aku ini apa!?

   Bukan itu yang harus ku khawatirkan. Tapi, apa yang akan Wonwoo ceritakan nantinya. Berkaitan dengan pembunuhan berantai itu.

   Mengingat tentang inspektur Lee Seokmin. Ia tampak banyak pikiran sejak hari dimana pak kepala sekolah terbunuh. Sebenarnya ia lebih berisik daripada itu. Aku tau, ada yang sedang ia coba tuk sembunyikan.

   Dan mungkin , 'pembicaraan' yang Wonwoo maksud ini berkaitan dengan apa yang sedang dipikirkan Seokmin.

   Ia sempat membicarakan masalah pembunuhan berantai ini beberapa kali, ia bahkan marah saat warna rambut ku mencolok.

   Kalau dia marah karena takut aku menjadi korban itu artinya, tunggu, dia berpikir aku manis?

    Dia
  
    Berpikir

    Aku

    Manis ?

    Yang benar saja.

    'Ting

   Sebuah notifikasi masuk. Sebuah pesan dari Wonwoo. Dia bilang akan menunggu pukul 11 siang. Aku membalasnya dengan mengatakan bahwa seokmin ingin ikut. Dan dia mengizinkannya. Setelah mendapat balasan itu aku segera mengirimkan pesan untuk Seokmin agar ia datang pukul 11 di restoran bibi Song.

×××

Normal POV


   Sesuai janji, Soonyoung kini telah selesai dari aktivitas membenah dirinya. Ia mengunci pintu apartemen lalu berjalan ke persimpangan. Masih pukul 10.30 , Soonyoung memutuskan untuk jalan kaki. Selain prinsip 'rumah ku istanaku' , ia juga punya prinsip 'hidup murahan'--maksudnya, jika bisa hemat kenapa tidak.

   Hidup seorang diri di kota besar memang butuh managemen uang yang baik.

   Di tengah perjalanannya , suara klakson dari sebuah mobil menghentikan langkahnya.

  "Ayo naik!" itu Seokmin. Tanpa pikir panjang , Soonyoung langsung duduk disebelah kemudi.

  "Kenapa mau ikut?" tanya Soonyoung. Seokmin yang sedang menyetir menatap nya sekilas lalu kembali fokus dengan jalannya.

   "Kita bicarakan nanti."

×××

   Sesampainya di restoran , Soonyoung dan Seokmin segera memasuki sebuah bilik yang hanya dibatasi dinding kayu dengan lapisan kertas putih seperti di restoran tradisional.

The Seventh CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang