Chapter 10: Is it real?

427 14 0
                                    

Vote and Comments

Pic: Dio

***
Carissa POV

"Gue anter lo pulang."

Aku terkejut saat berbalik dan menemukan Dio berdiri tepat dibelakangku dan mencekal tanganku. Gosh, aku terlihat konyol sekali saat ini dengan mata yang masih berkaca-kaca. Aku melihat Dio sedikit terkejut melihatku sekarang.

"Ngapain lo kesini? Lo lebih baik masuk. Gue mau pulang." Aku menatapnya bingung dan aku melihat sekitar, tidak ada siapa-siapa, hanya Dio.

Aku tidak tau kenapa tapi hati ini benar-benar sakit melihat adegan tadi meskipun- yah aku tau Dio bahkan bukan siapa-siapaku.

Dio sekarang menatapku dan masih mencekal tanganku dengan cengkraman tangannya yang kuat. Aku menatap tanganku dan sepertinya dia menyadari kalau genggamannya terlau kuat sehingga ia melepaskannya.

Ia mengusap wajahnya dan menghela nafas pelan, "Lo mau pulang kan? Yaudah gue anter."

Aku menggeleng pelan dan tersenyum.

"Ngga perlu. Gue bisa pulang sendiri kok. Lo masuk gih, ngga enak temen lo sama pacar lo didalem nungguin. So, Good night." Aku tersenyum datar dan mengibaskan tanganku pelan. Kemudian aku berbalik dan melanjutkan langkahku. Aku tidak memperdulikannya lagi sekarang, mungkin ia sudah masuk ke cafe dan bertemu kekasihnya lagi untuk bermesra-mesra an.

Aku menutupi perasaanku dengan raut wajah tidak perduli sedangkan perasaanku sebenarnya sungguh amat sangat sakit.

Aku merasakan kakiku melayang di udara dan tidak menyentuh tanah lagi. Aku melihat siapa yang melakukan hal ini dan. Oh My- Dio.

Aku berteriak mengetahui ia menggendongku seakan aku adalah karung beras. Ia menggendongku keatas bahunya dan aku memukul punggungnya cukup keras.

"Aaa! Turunin! Turunin sekarang. Dio!"

Dio terdiam dan melanjutkan langkahnya menuju mobilnya. Ia menekan tombol pada kuncinya dan membuka mobilnya. Ia menurunkanku dan memintaku masuk kedalam kursi penumpang dan aku tidak mau. Aku berdiri didepan pintu dan terdiam.

"Masuk." Jawabnya dengan tatapan mata yang masih mengarah kepadaku.

"Gue gamau pulang bareng lo. Gue mau pulang sendiri. Permisi."

Aku berjalan kesamping dan tiba-tiba tubuhku terdorong kebelakang. Dio mendorongku dan menghimpitku hingga punggungku menyentuh mobilnya dan jarak diantara kami berdua sangatlah tipis. Aku bahkan bisa merasakan nafasnya yang beraroma mint segar. Ia semakin memajukan wajahnya kearahku dan aku tidak tau harus bagaimana.

Aku menutup mataku dan perlahan kurasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Dio menciumku! Beberapa saat aku terdiam dan tidak tau harus berbuat apa. Dio menggigit pelan bibirku sehingga aku terkesiap dan ia melanjutkan ciumannya lebih dalam lagi. Aku sudah tidak bisa berpikir jernih sekarang ini, aku mengalungkan lenganku padanya dan terhanyut pada ciuman lembut Dio saat ini.

Ia menyudahi ciuman ini dan menatapku,

"Apa yang sebenarnya lo lakuin ke gue?" Dengan nada frustrasinya.

Aku menatap kebawah tidak berani menatap ke matanya. Kurasakan sebuah jari menyentuh daguku dan mendongakkannya agar mata kami saling bertemu. Apa yang dia maksudkan? Aku tidak melakukan apapun.

"Gu-gue ga ngerti maksud lo."

Dio menyentuh helai rambutku dan menyelipkannya dibelakang telingaku. Aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir menuju wajahku.

"Gue suka sama lo."

Aku terkejut dan mataku terbelalak mendengar apa yang baru saja diucapkan Dio. Dia menyukaiku?

Aku menggeleng dan menghembuskan nafas bingung, "Jangan bercanda, Io. Ini ngga lucu sama sekali."

Dio menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan. Dia kembali menyentuh beberapa helai dari rambutku lalu menatap ke mataku.

"Jadi lo pikir gue bercanda?" Tanyanya lembut.

Aku mengangguk bingung.

"Lo baru aja sama pacar lo didalem- lo ciuman juga sama dia. Lo bakal jadi cowo brengsek kalo lo udah ada pacar dan masih bilang suka sama gue- walaupun gue tau hal itu gamungkin. Lo gamungkin suka gue. Gue cuma cewe biasa yang-"

Sebuah jari telunjuk menyentuh bibirku saat ini. Dio menyentuh bibirku dengan jarinya agar aku terdiam. "Sst. Gue ngga peduli apa yang lo ucap tentang diri lo sendiri. Bagi gue lo spesial." Dia tersenyum lembut ke arahku kemudian melanjutkan perkataannya lagi, "lo cemburu?"

Aku terkesiap dan aku langsung menatap ke samping tidak ingin terbongkar bahwa sebenarnya aku memang cemburu.

"Eng-engga. Ngapain gue cemburu sama lo. Lo-lo bukan siapa-siapa gue. Naif banget ga sih kalo gue cemburu."  Aku tertawa canggung dan singkat. Bodohnya aku tidak bisa ber acting lebih bagus dari ini.

Dio tertawa dan menyentuh pipiku. Hal itu membuatku merona karena sentuhannya yang lembut.

"Bukan siapa-siapa? Oke. Carissa, lo mau jadi pacar gue?" Tanya Dio lembut juga tatapannya yang masih mengarah padaku dengan penuh kasih sayang. Aku tidak pernah melihat Dio selembut ini sebelumnya.

"A-apa? Dio jangan bercanda!" Jawabku cukup ragu-ragu.

"Gue gapernah bercanda kalo tentang ini, Car." Jawab Dio serius.

Aku menghembuskan nafas perlahan dan menatap kebawah, "apa ini ngga terlalu cepat?"

"Lo nolak gue?"

"Eng-engga gitu. Gue juga suka sama lo. Tapi menurut gue ini terlalu cepat."

Dio menyentuh daguku dan menengadahkannya untuk menatap ke matanya yang tajam namun disisi lain ia sangat menyukai tatapannya yang lembut.

"Gue udah yakin sama lo."

"Tapi kenapa tiba-tiba gini. Lo bahkan ga romantis banget nembak dengan cara gini. Dan lo juga nembak masih dengan bahasa 'lo-gue' dimana itu sama sekali ga sweet." Dengusku kesal. Tapi memang hal ini benar sekali, Dio masih menggunakan bahasa lo-gue padaku dan itu tidak romantis.

"Oke gue- aku ulangin. Once i saw you, i knew you were different. I wanted to know you more than i was back then. I have a past, and it changed me a lot. But you came and made everything seemed far different. I dont care who you are, who you used to be, or whatever, all i care about is you, right here with me. Carissa Verdea Gunawan, will you be my girlfriend?"

Aku terkesiap kaget mendengar ucapan Dio. Suaranya yang lembut dan tatapannya yang penuh kasih membuat kakiku terasa seperti puding saat ini. Aku tersenyum dan tetap menggeleng.

Dio mengerutkan dahinya kearahku dan sedikit mengerucutkan bibirnya, "apa artinya?"

Aku mengangguk lagi dan tersenyum memeluknya, "Aku gamau kita pacaran dulu. Aku kasih jawabannya beberapa hari lagi. Tapi kemungkinan besar aku nerima kok. Mungkin?" Aku menjauhkan wajahku dan menatapnya geli.

Tangannya yang tadi berada di pinggangku sekarang membalas pelukanku dengan erat. Ia mencium pucak kepalaku cukup lama. Aku tersenyum lega dan berharap malam ini tidak akan berakhir.

"Paling engga kemungkinannya aku diterima kan?"

Aku mengangguk mengiyakan dan tersenyum.

Dio menghela napas dan meletakkan dagunya diatas kepalaku dan mencium rambutku lagi.

"Thanks for trusting me, Carissa. Aku akan sulit untuk berubah seperti dulu, tapi aku akan berusaha. Tolong jangan menyerah padaku." Kata Dio di sela-sela ciumannya pada puncak kepalaku.

Aku mengangguk. Dio bilang ia memiliki masa lalu yang merubahnya menjadi orang lain yang bahkan ia sendiri tidak mengenalinya dan ia akan berusaha untuk berubah. Aku tersenyum dan merasa senang karena ia percaya padaku untuk menuntunnya berubah.

"Teman kamu yang didalem gimana?" Aku menatapnya dan mengerutkan sedikit dahiku. Dio terkekeh pelan dan mengusap pelan rambutku,

"Ayo aku kenalin."

***

TBC

Eiffel, I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang