Sebelas

2.3K 182 8
                                    

 Setelah Ali keluar dari kamarnya, Prilly terduduk di lantai, kemudian menangis keras. Setelah tiga menit puas menangis keras, kini Prilly kembali ke tempat tidurnya, dengan sesenggukan yang masih menyertai.

"Prilly masih belum bisa menerimanya.." gumam Ali pada Angelo. "Jika aku jadi Prilly pun aku takkan bisa menerimanya. Maaf, sobat, bukannya aku bagaimana padamu, tetapi kau bayangkan jika keluargamu mati terbunuh oleh ayah dari seseorang yang dekat denganmu." Angelo mendekati roommate sekaligus sahabatnya itu, lalu menepuk pundaknya pelan.

"Lalu aku harus bagaimana?!" desah Ali frustasi. "Kau sudah meminta maaf?" tanya Angelo. "Itu adalah hal pertama yang kulakukan, bodoh!"

"Oh. Ya maaf." Jeda beberapa detik. "Aku tidak tahu saranku membantu atau tidak," lanjutnya pelan. "Apa? Kau ada ide apa?" tanya Ali. "Hm..."

"Bagaimana jika kau memberinya coklat setiap hari? Kau bisa titipkan itu pada Miss Hao—"

Ctak!

Ali melayangkan kepalan tangannya ke arah dahi roommate nya pelan. "Sakit!" desis Angelo. "Kau tahu, aku ini meminta saran agar dia memaafkanku atau setidaknya mengerti keadaanku, bukannya meminta saran bagaimana aku menembaknya!" seru Ali kesal. "Ya itu kan' juga bisa dipakai untuk meminta maaf!" balas Angelo. "Itu lebih mirip untuk menyatakan perasaan, tahu." Ali masih tidak santai. "Ya sudah kalau begitu kau gunakan saja untuk menyatakan perasaanmu," Tiba-tiba Angelo berkata dengan nada super-santai. "Tidak mau. Aku ingin meminta maaf dulu," ujar Ali pelan. "—Tapi saranmu boleh juga. Hmm.. Mungkin aku tidak akan memberinya coklat setiap hari karena ia akan beranggapan aku ingin membuatnya terlihat gemuk. Mungkin kuganti dengan.. permen lollipop?" Ali mulai antusias. "Bodoh. Kau kira dia bocah?" tanggap Angelo malas. "Akan kutanyakan pada Hana," lanjutnya. "Kau sahabat terbaikku!"

"Hentikan, pekikanmu terdengar menjijikan."

----

"Miss Hao," sapa Ali. "Ada apa? Bukankah setelah jam makan malam siswa tidak ada yang boleh keluar asrama?" Miss Hao memicingkan matanya. "Aku sudah mendapat izin dari Miss Ericka," jawab Ali. Ia menarik napas, "Em.. Jadi, aku ingin meminta tolong. Bolehkah?"

Miss Hao menatap Ali dengan tatapan intimidasi. "Apa?" Ali mengambil sesuatu dari sakunya. "Berikan pada penghuni kamar 219." Miss Hao menerimanya. "Permisi, Tuan Merchone. Penghuni kamar 219 ada dua, kau berniat untuk membuat mereka berbagi?" tanya Miss Hao ketus.
"Prilly. Berikan padanya, dan jika ia bertanya, katakan saja bahwa ia harus membaca suratnya. Terima kasih, aku pamit." Ali meninggalkan gedung asrama perempuan dan kembali ke asrama laki-laki.

Sir Jun tertawa melihat wajah lesu Ali. "Hei, maaf, ya. Tunanganku itu sedang ada tamu. Maafkan jika perlakuannya membuatmu tak nyaman," Sir Jun menepuk pundak Ali. "Iya, tidak apa. Aku duluan, Sir Jun."

Sir Jun dan Miss Hao memang bertunangan. Sepertinya aku lupa memberitahu. Hehe.

----

"Bagaimana?" Angelo bertanya antusias. "Tidak tahu, aku hanya memberikan pada Miss Hao dan pergi."

"Oh. Ya sudah." Angelo mengakhiri pembicaraan saat melihat Ali terlihat lesu.

----

Prilly side...

"Miss Hao, ada perlu apa?" Prilly berkata ramah saat membuka pintu kamarnya. "Ada titipan untukmu." Miss Hao menyerahkan sebatang coklat yang diikat pita merah, dan ada surat yang diselipkan di pita merah tersebut. Kesukaanku, batin Prilly. "Oh.." gumam Prilly. "Terima kasih, Miss Hao. Dari siapa kalau boleh tahu?" tanya Prilly. "Kau baca suratnya saja, itu pesan si pemberi," jawab Miss Hao. "Aku undur diri."

"Ah.. Iya."

Prilly menutup pintu. "Aku dapat coklat." Prilly menunjukkan coklatnya pada Hana. "Hmmm.." Hana yang sedang bergelung nyaman dalam selimut, merespon tak peduli. "Dari siapa?"

"Tidak tahu, aku disuruh membaca suratnya." Prilly mengambil surat yang terselip di pita merah tersebut.

Aku sangat senang kau membacanya. Tidak, kau menerimanya saja aku sudah sangat senang. Maafkan aku, tidak apa kau tidak memaafkanku tetapi setidaknya jangan jauhi aku.

Tidak ada nama pengirim disana. Tetapi Prilly tidak bodoh, tanpa harus mencantumkan nama, Prilly pun tahu siapa pengirim itu. Setelah membacanya, Prilly langsung meletakkan coklat beserta suratnya di meja belajar. "Dari siapa?" tanya Hana saat Prilly naik ke tempat tidur. "Dia." Hana langsung paham.

----

Beberapa hari berlalu, Ali dan Prilly masih terlibat perang dingin—hanya Prilly, lebih tepatnya. Setiap mereka berpapasan, Prilly-lah yang selalu mengalihkan wajahnya ke arah lain.

"Pril, kau tidak kasihan padanya?" tanya Hana, beberapa hari setelah Prilly mendapat coklat. "..Tidak tahu." Prilly menjawab pelan. "Setidaknya jawab saja suratnya. Aku yakin, baik kau maupun dia tidak ada yang merasa nyaman dengan tidak berkomunikasi sama sekali selama beberapa hari." usul Hana. "Aku tidak tahu apa yang akan aku tulis," Prilly menjawab dengan pandangan kosong. "Tulis saja apa yang ingin kau katakan padanya selama beberapa hari tanpa komunikasi ini."

"Hm, baiklah." Prilly mengambil kertas dan penanya.

Dua menit kemudian..

"Selesai." Prilly mengangkat suratnya yang sudah disimpan rapi di dalam amplop. "Aku tidak mau mengantarkannya," kata Prilly kemudian melompat ke atas ranjang setelah meletakkan suratnya di meja. "Biar aku yang mengantarkannya," Hana melirik jam, "Masih pukul setengah 6. Masih cukup waktu sebelum makan malam."

"Hana!" Hana menoleh pada Prilly. "Jangan katakan itu dariku."

"Ya, kau tenang saja." Hana lalu keluar kamar.

----

"Sore, Miss Hao!" sapa Hana ramah saat keluar dari asrama putri. "Sore, Miss Kyoto. Mau kemana?" tanya Miss Hao. "Ada sesuatu yang harus kuberikan pada seseorang di asrama laki-laki. Sebentar, ya." Hana berjalan menuju asrama laki-laki.

"Sir Jun, tolong berikan ini pada Ali Merchone." Hana memberikan amplop putih pada Sir Jun. "Dari siapa?"

"Katakan saja dari ku," jawab Hana enteng. "Oke, akan aku berikan."

"Terima kasih, Sir Jun! Aku undur diri." Hana kembali berjalan ke asramanya.

----

"Aku sudah katakan itu dariku," Kalimat pertama yang Hana ucapkan saat sampai di kamarnya. "Hm, tidak apa." Prilly yang sudah bersantai di kasurnya menjawab malas, "Asal kau tidak katakan itu dariku."

HAIII MAAFIN PENDEK.
Tugas mendesak dan aku fokus sama M&D, maaf ya hehe. Tapi aku akan usahakan biar ini selesai dulu. Hehe.
Vommentnya aku tunggu, lho!

-author aegyo

Super ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang