Prilly tiba di kamarnya dengan penampilan acak-acakan. Hana yang masih asik membaca novel tentang badminton favoritnya, menoleh ke arah roomatenya. "Kau... Ada apa denganmu?" tanya Hana heran.
Tanpa mempedulikan pertanyaan sahabatnya, Prilly berlari ke ranjang kemudian menelungkupkan wajahnya ke bantal.
"Kau habis dari kamarnya Ali, kan? Apa yang Ali atau Angelo lakukan?" tanya Hana. Prilly masih mengabaikannya.
Hening beberapa detik.
Prilly lalu mengangkat wajahnya.
Terlihat wajahnya yang merah, matanya yang sembab, rambutnya yang berantakan.
"Han.. hiks.. Hana.." Prilly sesenggukan. Hana menepuk pundak Prilly pelan. "Tenangkan saja dirimu dulu. Bercerita sambil sesenggukan seperti itu tidak ada nyaman-nyamannya sama sekali. Tetapi Prilly keras kepala, sayangnya.
"AYAH A.. HIKS.. LI.. MEMBUNUH... HIKS.. HIKS.. AY.. HIKS... YAH HIKS..." Prilly berusaha berteriak mengeluarkan beban di hatinya—sambil sesenggukan, "..dan bun.. hiks.. da.." Suaranya memelan.
Hana langsung menarik Prilly ke dalam pelukannya.
"Tuan Merchone membunuh orangtuamu?" tanya Hana pelan. Prilly hanya mengangguk sambil tetap sesenggukan. "Kau harus tanyakan kepada Ali, apa motif ayahnya membunuh orangtuamu. Okay?"
Prilly mengangguk lagi. "Hhh.. Beruntunglah kau ujian sudah selesai. Bagaimana jadinya jika kau mengetahui hal ini sebelum ujian atau ditengah-tengah ujian, mood mu akan hancur. Otomatis hasil ujianmu pun akan hancur." kata Hana. "Benar," lirih Prilly.
----
Setelah ujian selesai, murid-murid tingkat akhir diperbolehkan melakukan apa saja. Ada yang pulang ke rumah masing-masing, ada yang berjalan-jalan bersama teman-temannya, dan ada pula yang tetap tinggal di asrama—menghabiskan waktu bersama ranjang tercinta—Prilly tetap tinggal di asrama. Sementara Hana, ia menghabiskan waktunya bersama salah seorang murid tingkat akhir Special School yang memiliki kekuatan telekinesis yang bernama Leo. Well, mereka sedang dalam masa pendekatan.
Sementara teman-teman Prilly sendiri—seperti Boo dan Fira—juga menghabiskan waktu bersama pasangan masing-masing. Boo pergi ke air terjun yang letaknya 12 km dari wilayah Special School bersama Vernon. Fira pergi mengelilingi Special School—yang luasnya sangat amat—bersama Angelo.
Bagaimana dengan roomate seorang Angelo Egift? Apa yang ia lakukan saat liburan?
Mungkin berjalan-jalan bersama temannya atau menyendiri di taman belakang Special School? Entah, Prilly tidak mau tahu.
Kenyataannya, Ali sama sepertinya.
Berguling-guling di ranjang dengan bosan. Oh, atau mungkin tanpa bosan?
Ali side...
Ali berguling di ranjangnya. Angelo kencan bersama Fira dan Vernon kencan dengan Boo. Tentu saja. Hm.. Harusnya jika ia dan Prilly baik-baik saja, mungkin mereka sudah bersenang-senang bersama.
Pikiran Ali melayang ke kejadian semalam.
Ali yang terkejut mengetahui ayahnya pembunuh, Prilly yang menangis saat mengetahui ayahnya—Ali—membunuh orangtuanya, dan Ali yang lebih terkejut lagi saat mengetahui ayahnya membunuh orangtua dari gadis yang ia sayang.
Ali tiba-tiba bangkit. Ia membersihkan diri, setelah rapi, Ali membawa buku ayahnya keluar kamar.
"Permisi, Sir Jun," sapa Ali. Sir Jun membalas dengan senyuman.
Ali sedang dideteksi oleh Miss Hao—sebelum memasuki asrama perempuan—setelah itu, Ali diperbolehkan memasuki asrama putri. Ali sampai di depan pintu bernomor 219. Ia mengambil napas, sebelum tangannya terangkat untuk mengetuk pintu tersebut.
----
Prilly yang sedang berguling malas di ranjangnya, bangkit saat mendengar ketukan pintu.
Hm, Prilly terlalu malas untuk mengintip dari lubang khusus siapa yang berkunjung.
Cklek.
Prilly menatap wajah tampan di depannya. Tanpa basa-basi, Prilly menutup pintu tanpa ragu.
Set.
Ali menahannya.
"Kau tidak diterima disini," desis Prilly pelan. Ali menatap sosok di depannya dengan tatapan memelas. "Prilly, kumohon. Aku.. ingin menjelaskan semuanya."
----
Setelah dibujuk sekian lama, Prilly akhirnya membolehkan Ali memasuki kamarnya.
"Jadi?" tanya Prilly dingin. Ali menunduk, "Aku... minta maaf. Atas nama ayahku." Ali lalu menyerahkan buku yang dibawanya kepada Prilly, "Ini.. akan menjelaskan semuanya. Kuharap kau mengerti. Aku meminta maaf."
Prilly melempar tatapan sinis pada Ali. "Apa lagi yang harus aku mengerti?" Ali menghembuskan nafasnya frustasi. "Sudah jelas kan', ayahmu membunuh orangtuaku, hanya karena urusan bisnis yang bodoh. Dan saat aku berpikir lagi, aku merasa sangat menyesal telah melindungi diriku sendiri saat orang tua bodoh itu ingin melempar tatapannya padaku. Jika aku tidak melindungi diriku, kurasa aku sudah tenang di surga bersama kedua orangtuaku, kan?" Prilly menyahut datar, tidak ada nada emosi disana, tetapi siapapun yang mendengarnya akan merasa tertusuk dengan kata demi kata yang keluar dari gadis penyandang marga Arrant tersebut.
Ali terpaku mendengarnya. "Aku.. benar-benar minta maaf. Atas nama ayahku, atas nama keluargaku, atas nama Merchone. Tidak apa-apa jika kau belum memaafkanku. Tapi kumohon, cobalah mengerti." Ali menyuarakan kata-kata di hatinya. Suaranya terdengar lemah. "Buku ini. Kumohon, bacalah. Ini akan menjelaskan semuanya." Suara Ali kembali normal.
Prilly menatap remeh buku itu. "Tuan Merchone, tidakkah kau lupa bahwa penyebab aku mengetahui pembunuh orangtuaku adalah buku itu?"
Ali terdiam.
"Hanya membaca fakta jika ayahmu yang membunuh orangtuaku saja sudah membuatku sakit. Dan kau menyuruhku membacanya lebih lanjut? Oh, kau juga ingin membuat sakitku mendalam, ya. Aku lupa, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya."
Masih diam.
"Mungkin kau menganggapku berlebihan. Kau menganggapku berlebihan karena secara tidak langsung aku bilang bahwa jika membaca buku itu lebih lanjut akan membuatku sakit. Tetapi sayang, itu faktanya. Mau bagaimana pun kekuatanku, aku masih manusia, sayangnya. Dan jika aku terus memelihara rasa sakit itu, kau tahu apa? Aku juga bisa mati perlahan."
Masih keheningan yang Prilly dapat setelah berbicara panjang.
"Kekuatan shield ku hanya berfungsi pada raga saja, tidak pada jiwa. Jika kau ingin membuatku mati perlahan dengan cara menyakiti jiwaku dengan terus mengingatkanku akan kematian orangtuaku, silakan saja. Toh aku tidak bisa menggunakan kekuatanku untuk melindungi hatiku. Oh, atau jika kau lemparkan tatapan mematikan padaku juga tidak apa-apa. Aku berjanji tidak akan melindungi diri."
Ali masih terdiam mendengar semua ucapan Prilly yang diucapkan tanpa nada emosi, namun dingin dan tajam. Ali menantikan Prilly melanjutkan ucapannya, tetapi sepertinya Prilly tidak berbicara lagi mengingat Ali hanya diam tidak menanggapi apa-apa.
Ali meletakkan buku itu di meja belajar Prilly. "Sekali lagi, aku minta maaf. Atas namaku, nama ayahku, nama keluargaku, dari hati yang terdalam. Kau ingin memaafkanku atau tidak, itu hakmu. Aku tidak berhak memaksamu untuk memaafkanku. Terserah padamu kau ingin baca buku itu atau tidak. Yang jelas aku sudah berusaha untuk membuatmu mengerti. Terima kasih." Ali keluar dari kamar Prilly.
Vommentnya yaaa. terima kasii
KAMU SEDANG MEMBACA
Super ✅
FanficApa jadinya, jika Prilly si Gadis Super yang memiliki kekuatan hebat, bertemu dengan Ali si Laki-laki yang memiliki kekuatan yang tak kalah hebatnya dan juga kuat? Perbedaan keduanya menciptakan suasana sengit jika bertemu. Hmm... Mengapa mereka s...