Betapa hancur hati Gadis hingga berkeping-keping menjadi puing-puing tak berguna saat mengenang cinta Al yang begitu indah dan besar. Rencana pernikahannya yang sudah di depan mata harus hancur dan kini tinggal menjadi sebuah mimpi belaka. Bayangan indah tentang kebahagian seketika musnah. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk bersanding bersama kekasihnya, Alan. Puncak kebahagiaan yang ia nantikan selama ini sudah tidak mungkin ia dapatkan.
Gadis menatap fotonya bersama Al, saat beberapa tahun lalu. Terlihat sekali pancaran rasa bahagia dari raut wajah mereka. Bibirnya tersenyum lebar ketika mengingat kebersamaannya dengan kekasih tercintanya itu. Namun senyum itu sirna seiring mengingat seorang pria yang sudah mulai mencuri perhatiannya. Bukan hanya perhatian, tapi seluruh hidupnya yang hampir sempurna dengan kebahagiaan.
"Gadis." Gadis menoleh melihat wanita bertubuh ramping dan berparas cantik masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Informasi apa yang lo dapat?" tanya Gadis dingin dengan wajah garang dari balik meja yang menyimpan banyak alat canggih.
"Besok malam kita akan melakukan transaksi senjata di pelabuhan peti kemas. Tempat sudah aman," kata Gladis sebagai tangan kanan Gadis.
"Apa lo yakin, tempat itu aman?" tanya Gadis tak percaya sambil memainkan pistol di jari telunjuknya.
"Kami sudah mengecek dan mengerahkan keamanan di sana. Jadi gue rasa semua cukup aman," ucapnya yakin.
"Baiklah, bawa senjata yang akan menjadi transaksi kita." Gadis berkata tak acuh, namun di dalam dasar hatinya dia tidak pernah mempercayai satu orang pun. Baginya kawan bisa sewaktu-waktu menjadi lawan.
"Dan lo harus hati-hati, karena orang di luar sana terkecoh dengan nama kita yang hampir mirip." Gadis mengingatkan Gladis.
"Gue tahu itu, lo tenang aja. Semua masih dalam kendali. Gue kembali ke gudang dulu." Gladis pergi meninggalkan Gadis.
Tak ada yang tahu jika pemimpin gangster Naga Merah itu seorang gadis cantik yang mempesona, Gadis. Yang mereka tahu Gladis-lah pemimpin mereka dan musuh terbesar bagi rival yang mereka miliki. Jadi banyak yang mengincar Gladis untuk sekadar menghabisi nyawanya.
Gadis kembali termangu dalam diam. Rasa rindunya pada Alan kian memuncah. Haruskah ia menahan sesak di dadanya tiap kali bayang Alan muncul dalam hidupnya? Setiap kali rasa itu ada, tak pernah sanggup ia membendungnya. Berlari memeluk dan meninggalkan dunia yang kejam sering terlintas dalam benaknya. Tapi, Gadis selalu ingat akan janjinya pada Luky dan juga Alan untuk bisa membangkitkan Naga Merah di bawah kekuasaannya.
Gadis mendongakkan kepala, menatap malam yang indah saat bintang sedang tak bermunculan dari balik tirai yang sedikit tersibak. Bintang gemintang seakan bersembunyi dari gelapnya dunia yang tak lagi bersahabat. Menyembunyikan rasa takut saat awan gelap datang dan menghalanginya.
Gadis menyunggingkan senyum dan menatap gelap dengan matanya yang tajam, sesaat bayangan orang yang sangat dibencinya muncul dihadapan.
"Lo yang akan tanggung semuanya, Elang," ucapnya lirih.
Gadis merapikan tempat kerjanya, walaupun pekerjaannya ilegal, ia tetap memerhatikan kebersihan, terutama kebersihan dari jejak yang mungkin luput dan tertinggal di tempatnya. Ia menyusul Gladis dan Lukman yang lebih dulu pergi ke gudang. Ia tak ingin berlarut-larut dalam rasa rindu yang akan membuatnya lemah dan menggerogoti kekuatannya.
Gudang ini terlarang bagi siapa pun kecuali Gadis, Gladis dan Lukman. Gadis sengaja melakukan itu untuk menutupi identitasnya. Bahkan semua anak buahnya hanya tahu bahwa Gladis-lah pemimpin mereka. Karena ia selalu datang saat tengah malam. Transaksi besok malam bukan hanya soal senjata, tapi juga narkoba dengan dosis yang mampu membuat penggunanya ingin lagi dan lagi. Gadis selalu dibantu oleh Lukman untuk hal mengoplos narkoba. Rekan bisnisnya tidak ada yang pernah kecewa dengan hasil oplosannya.
"Gimana? Apa pesanan kita sudah sampai?" tanya Gadis.
"Sudah, semua sudah lengkap. Tinggal gue ramu aja biar makin mantap. Apa lo mau coba?" Lukman menyodorkan narkoba yang sudah dioplosnya.
"Sisain aja buat gue. Gue nggak mau teler di depan kalian," tolak Gadis.
"Heh, lo selalu nolak tiap kali gue tawarin barang ini," ucap Lukman meledek.
Gadis tak menanggapi ucapan Lukman, ia lebih memilih memeriksa pekerjaan yang sudah dilakukan anak buahnya.
Gadis memerhatikan sekali setiap pekerjaan yang dilakukan Gladis dan Lukman. Walaupun mereka berdua orang kepercayaan Gadis, tapi ia harus tetap waspada atau semua akan hilang dalam sekejap mata. Terkadang kawan terdekat sekalipun bisa saja menjadi lawat terkejam, jadu waspada itu penting.
"Senjata yang udah beres lo masukin semua dalam peti, lo susun rapi dan jangan sampai mencurigakan siapapun. Ingat, kita harus tetap bekerja bersih," titah Gadis.
Gadis beralih ke meja Lukman. Mengambil serbuk barang terlarang hasil oplosan itu, memasukkannya dalam kemasan yang rapi dan membungkusnya dengan indah.
"Sekali lagi kalian pastikan bahwa tempat kita besok harus aman dan bebas dari hambatan. Sebelum barang-barang ini kita bawa ke sana." Gadis menyapu pandangannya keseluruh penjuru gudang dengan penerangan yang minim. Semua barang miliknya tersimpan rapi di tempat ini.
"Kita selalu memastikan tempat yang kita pakai itu aman. Tapi lo tahu siapa yang selalu menggagalkan transaksi kita? Harusnya dia orang pertama yang kita habisi nyawanya. BIN sialan, mereka pikir mereka hebat. Apalagi Elang, kepala yang selalu tahu di mana transaksi yang kita lakukan." Lukman mengutarakan semua rasa yang membuatnya kesal secara tiba-tiba, terlebih pada Elang.
Gadis yang merasa nama musuh kesayangannya disebut seketika tubuhnya menegang. Ia tahu jika ada anggota BIN yang selalu merusak rencananya. Tapi saat ia tahu Elang-lah dalang di balik semua ini, dendam dalam hatinya kembali memuncah. Tak ada yang tahu jika ia sangat membenci Elang, termasuk Gladis dan Lukman. Ia sangat pandai menyembunyikan segala sesuatunya dari orang luar.
"Gue bingung kenapa mereka bisa dengan mudah menemukan kita. Jangan-jangan ada musuh dalam selimut atau bisa aja mereka berhasil menyadap markas kita."
"Nyali mereka terlalu besar kalau sampai berani memasuki kita." Gladis yang sudah menyelesaikan tugasnya ikut bersuara.
"Alah, mereka aja rela mati buat negara kan? Kita habisi aja mereka semua, toh mati juga nggak masalah kan buat mereka." Lukman juga membereskan pekerjaannya.
"Lo urus aja dia, perketat pengamanan kita. Jangan sampai BIN masuk dengan mudah, paham!" ucap Gadis dingin dan tanpa ingin ikut jauh ke dalam obrolan mereka.
Setelah ia rasa cukup. Gadis kembali ke ruangannya. Dan tanpa ia sadari ada sepasang mata yang terus memerhatikannya dengan leluasa. Bahkan apa pun yang dilakukan Gadis sudah menjadi perhatian utamanya. Entah niat apa yang ingin ia perbuat, hanya saja ia mengincar sesuatu yang besar dari diri Gadis dan obsesinya untuk hal itu amatlah besar.
Mata itu terus memerhatikan semua, bahkan hal terkecil sekalipun tak luput dari pengintaian. Pekerjaannya sangat rapi, bahkan tak ada yang tahu jika dirinya datang. Semua berjalan normal seperti biasa. Tempat persembunyiannya sekalipun tak ada yang tahu. Ia dapat bergerak dengan bebas. Itulah sepasang mata yang terus mengintai Gadis. Sepasang mata misterius yang seketika bisa menghancurkan apa yang Gadis miliki. Tenang dan terkendali.
"Nikmati saja dulu waktumu yang tersisa Gadis. Dan jika waktunya tiba, BOOM semua akan lepas dari genggamanmu. Jangan sombong, karena lo nggak ada apa-apanya di mata gue." Ia pergi begitu saja setelah puas memerhatikan. Sepasang mata misterius yang siap menghancurkan semuanya.
#############
Ebie
Huh!!! Siapa sepasang mata itu? Muter-muter dah kepala. Hehehe
Terima kasih buat vote dan komentarnya .
Terima kasih cover-nya ya @amnesya_
KAMU SEDANG MEMBACA
GERILYA KLANDESTIN (Sudah Dibukukan)
Детектив / ТриллерKetika cinta terjebak dalam misi rahasia. Dendam, cinta dan tugas negara. Paling sulit memilih salah satu di antara ketiga hal tersebut. Apa pun hal, yang melibatkan perasaan, apalagi itu cinta, sangat sulit untuk dipilih. Hal mana yang akan diperta...