BERPERANG DENGAN PERASAAN

2.1K 533 30
                                    

Hal yang sangat dibenci oleh Bima adalah, tugasnya harus merayu Gladis. Dia harus bisa mengorek banyak informasi darinya. Meski pikirannya kalut dan selalu tertuju kepada keselamatan Anjani, Bima harus professional menjalankan perannya sebagai Loper. Dia berperang dengan perasaannya sendiri, di sisi lain dia tak nyaman melakukan hal itu, berpura-pura tertarik kepada Gladis agar mendapat kepercayaannya.

Di sisi lain, dia juga harus mendapatkan banyak informasi sebagai informan negara. Meskipun begitu Bima terus berusaha merayu Gladis, hingga wanita itu terjerat oleh pesonanya. Bima memanfaatkannya kelemahan Gladis untuk mencari informasi mengenai dua nama yang entah sama atau berbeda orang.

"Gladis," panggil Bima pelan saat mereka sedang duduk di balkon hanya berdua saja.

Gladis menghisap rokoknya dalam-dalam dan mendongakkan kepalanya ke atas mengeluarkan asapnya ke udara.

"Gue boleh tanya sesuatu?" Bima meliriknya, dalam hati berharap Gladis akan menjawab jujur pertanyaannya.

"Tanya saja," sahut Gladis menyandarkan punggungnya di kursi.

"Mmm... sorry sebelumya, gue kemarin nggak sengaja denger lo berbicara sama Lukman saat kalian di gudang penyimpanan ganja. Sempat gue denger kalian membicarakan Gadis. Kalau gue boleh tahu, siapa Gadis? Kenapa kalian membicarakannya?" Jantung Bima berdebar-debar. Semoga Gladis tak tersinggung dengan pertanyaannya.

Pesona Bima sudah memikat Gladis, meskipun selama ini Gladis tak pernah mengakui jika dia sudah jatuh hati padanya. Namun dari perhatian dan gerak-geriknya, Bima tahu bahwa dia sudah masuk dalam perangkapnya. Itu akan memudahkan Bima mencari informasi dari wanita yang sangat berpengaruh di markas tersebut.

"Dua minggu lagi kita akan mengadakan transaksi besar-besaran. Di sana nanti lo bakalan tahu siapa kami sebenarnya," ujar Gladis ambigu.

Bima mengerutkan dahinya menatap Gladis bingung bercampur banyak tanda tanya di atas kepalanya. Dari ucapan Gladis, Bima menangkap jika mereka adalah dua orang yang berbeda.

"Jadi itu artinya kalian berbeda?" tanya Bima.

Gladis menghela napas panjang, tanpa menjawab dia lantas meninggalkan Bima begitu saja. Namun Bima sangat yakin, dari ucapan wanita itu sudah cukup membuktikan bahwa mereka orang yang berbeda. Bima melamun dan memijat pelipisnya, kepalanya terasa pening. Dia membasahi bibirnya dengan lidah dan meraup wajahnya, kepalanya dia sadarkan di kursi. Saat dia memejamkan mata, bayang-bayang Anjani selalu menghantuinya.

'Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang? Maafkan aku, alat yang aku gunakan saat ini sangat terbatas,' ucap Bima dalam hati.

Gadis yang mengintai dia dari kegelapan di balik tembok, tersenyum licik. Dia sedikit puas sudah mengaduk-aduk perasaan Bima dan membuat pikirannya kacau. Setidaknya, dia tahu titik kelemahan Bima.

"Aku akan memberimu kejutan, Elang. Tunggu tanggal mainnya. Akankah Anjani datang sebagai penolongmu atau justru menjadi titik kekalahanmu." Gadis meninggalkan tempat itu dan kembali ke kamar pribadinya.

Ketika dia ingin menarik gagang pintu, sebuah tangan menyentuh bahunya. Tubuh Gadis menegang dan wajahnya berubah mengeras. Tanpa aba-aba, dia yang sudah terlatih menyerang lawan langsung menarik tangan misterius itu, Gadis memelintir tangannya hingga si pemilik mengaduh kesakitan.

"Aduh, ini gue, Lukman," ucapnya pelan meringis kesakitan.

Gadis langsung mendorong tubuhnya, Lukman memegangi pergelangan tangannya yang terkilir karena gerakan Gadis sangat cepat dan lihai menekuk dan memelintir tangannya ke belakang punggungnya.

"Ngapain lo tiba-tiba ada di sini?" sergah Gadis menyeringai tajam menatap Lukman curiga.

Walaupun di tempat itu tidak ada pencahayaan, namun Gadis tetap dapat melihat wajah Lukman samar-samar dari pantulan cahaya lampu balkon gedung di seberang mereka saat ini.

GERILYA KLANDESTIN  (Sudah Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang