Balap liar yang diikuti Gadis membubarkan diri. Hatinya bahagia malam ini, dia memenangkan balapan dan sejumlah uang taruhan. Yang pasti Gadis melakukan itu tanpa sepengetahuan Juwanita. Itu sekadar untuk bersenang-senang dan Ali menutup mulutnya rapat-rapat mengenai hal itu. Apa jadinya jika sampai Juwanita tahu putri yang dia sayang-sayang bermain di tempat berbahaya? Padahal selama ini Juwanita sangat menjaga ketat keamanan Gadis.
"Pulang yuk!" ajak Ali.
"Yuk!" Gadis pun menekan koplingnya dan menarik gasnya pelan.
Mereka meninggalkan area balap liar, Ali mengikuti Gadis dari belakang.
***
Bima dan rekannya siap melakukan penggagalan transaksi narkoba di salah satu klub malam. Kasus ini sudah beberapa kali menjadi incaran markas besar, karena transaksi yang terjadi ini besar-besaran. Naga Merah masih menjadi sasaran utama tim Bima. Heran, dari dulu tidak pernah ada habisnya perkumpulan itu. Sampai pemilik awalnya sudah mati, sekarang malah dipegang anak buahnya.
"Kita menyebar, jangan gunakan senjata jika tidak mendesak," ucap Bima.
"Baik Big Boss!"
Bima dan beberapa timnya menyamar untuk bisa mengelabuhi mereka. Tapi sayang kehadiran mereka sudah tercium oleh para pelaku. Mereka bergerak cepat dan melakukan perlawanan, suasana yang ramai semakin gaduh saat tembakan dilepaskan lawan. Bima terkejut dan langsung menginterupsi pasukannya untuk mensterilkan tempat itu. Semua orang berhamburan keluar. Baku tembak pun tidak terelakkan.
"Shit!!!" umpat Bima keteteran menghadapi banyak lawan.
Ternyata dia salah perhitungan. Dia pikir lawannya sedikit, tapi ternyata banyak yang bersembunyi dan tidak terduga olehnya. Lukman benar-benar sudah mempermainkannya.
"Dirga!" Bima memanggil dari alat canggih yang melingkar di pergelangan tangannya.
Dia bersembunyi di balik meja.
"Ya Big Boss!" sahut Dirga.
"Pasukan mundur!" perintah Bima tidak ingin mengambil risiko besar.
"Siap!"
Beberapa pasukan diam-diam keluar klub, tinggal Bima dan beberapa orang bersenjata khusus di sana. Di dalam klub tampak sepi, seperti tidak ada orang. Padahal di tempat persembunyian mereka masing-masing banyak orang di sana. Setelah menunggu beberapa menit tidak ada pergerakan, Bima pun frustrasi.
"Sial! Mereka tidak mau muncul. Gue harus ambil risiko." Bima mengisi pistolnya dengan peluru dan menarik napasnya dalam sebelum keluar dari persembunyiannya untuk memancing lawan agar keluar.
Bima berdiri, benar saja satu tembakan keluar ke arahnya, namun meleset tidak mengenai. Bima memasang matanya baik-baik, dia mencari keberadaan mereka yang bersembunyi. Bibirnya tersenyum sinis lalu mengarahkan senjatanya ke arah gelap dan melepaskan peluru.
Dor!
Pancingannya berhasil, mereka semua keluar dan bertapa terkejutnya Bima. Mereka tidak hanya satu atau dua orang, melainkan lebih dari 10 orang. Pasukan Bima yang masih bertahan di sana membantunya menghadapi lawan. Terjadi baku hantam di tengah klub itu, 5 orang mendekati Bima dan menghajarnya. Bima meladeni dengan kemampuan dia. Bima kelimpungan, haruskah dia melawan semuanya? Itu terlalu mengambil risiko. Bima tidak ingin mati sia-sia.
"Sial! Kalian mainnya keroyokan!" teriak Bima mengambil ancang-ancang siap berlari.
Namun sayang seseorang memukulnya dari belakang sehingga dia terjatuh. Anggota BIN yang menunggu di luar, dilarang Kanit Faiz mendekat demi keamanan mereka. Bima melawan orang-orang itu sendiri, berkelahi, memukul, menendang sampai dia kalang kabut. Karena merasa tidak lagi mampu menghadapi lawan yang tubuhnya lebih besar dan lebih kekar darinya, akhirnya Bima berlari keluar klub. Rombongan pria bertubuh besar itu mengejar Bima. Di dalam klub masih terjadi baku hantam dan perkelahian.
Daerah itu terkenal dengan jalanannya yang sepi dan lengang. Apalagi sekarang sudah dini hari, pastinya tidak ada kehidupan di sana. Kanan kiri toko-toko sudah tutup, kendaraan yang lewat dapat dihitung dengan jari. Bima berlari kencang sampai napasnya tersengal-sengal. Orang itu terus mengejar Bima, ada yang menggunakan sepeda motor dan ada yang berlari di belakangnya. Bima menoleh ke belakang sambil terus berlari.
Sampai tidak sadar dia menyeberangi persimpangan jalan dan tak sengaja motor sport yang melaju kencang dari arah lain menabraknya cukup keras. Tubuh Bima terpental sampai terguling. Motor yang menabrak Bima jatuh. Orang yang mengejar Bima terkejut dan mereka melarikan diri.
"Miss!" pekik Ali turun dari motornya langsung menegakkan motor Gadis yang menimpa tubuh langsing itu.
Gadis meringis kesakitan memegangi kakinya. Dia melepas helm dan membuka jaketnya yang terasa seperti mencekik leher.
"Aw! Gila tuh orang nyebrang nggak lihat-lihat," omel Gadis berdiri dibantu Ali.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Ali mengecek tubuh Gadis.
"Nggak, cuma kakiku kayaknya terkilir," jawab Gadis memegangi pahanya bekas tertimpa kuda besi kesayangannya.
Dia terseok-seok menarik kaki kanannya yang nyeri mendekati motor yang diparkirkan Ali di pinggir jalan. Gadis melihat sosok orang yang dia tabrak tidak bergerak sama sekali, tengkurap di jalan. Dia mendekati diikuti Ali dari belakang. Saat ingin menyentuhnya, Ali menahan tangan Gadis.
"Jangan," larang Ali.
"Kenapa?" tanya Gadis mengurungkan niatnya.
"Kalau dia begal gimana? Ayo kita pergi saja!" Ali menarik tangan Gadis.
"Eh, jangan dong. Kita harus melihatnya dulu. Kalau dia mati gimana? Aku nanti yang dihatui," tolak Gadis nekad membalikkan badan Bima yang tak sadarkan diri.
Ali terkejut mengenali wajah Bima. Gadis memerhatikannya, dia mengecek wajah Bima, kening Bima mengeluarkan darah dan beberapa tergores aspal. Ali masih mematung berdiri di belakang Gadis, tubuhnya kaku dan pikirannya berkecamuk.
Dari kejauhan mobil kijang hitam berhenti di bawah pohon. Kanit Faiz melihat Bima ditolong seseorang. Dia tidak begitu jelas melihat wajah orang yang menolong Bima. Dia terus memerhatikan.
"Kanit," panggilan dari HT mengejutkannya.
Kanit Faiz menerima panggilan itu dan memberikan perintah kepada pasukan yang bekerja sama dengannya malam ini untuk membubarkan diri. Setelah itu, dia kembali melihat ke depan, sudah tidak ada orang. Kanit Faiz menjalankan mobilnya ke persimpangan jalan tempat Bima tertabrak. Dia turun mencari, menoleh ke seluruh penjuru jalan itu.
"Sial!!! Dibawa ke mana Elang? Aku kecolongan!" Kanit Faiz berkacak pinggang mengusap tengkuknya yang terasa tegang.
Entah apa yang ada di dalam pikiran Gadis. Ali mengikutinya dari belakang. Gadis bersikukuh ingin membawa Bima pulang ke rumahnya. Dia tidak berani membantah, hanya bisa mengiyakan kemauan anak majikannya. Meskipun kakinya nyeri dan sakit, Gadis menahannya. Dia masih bisa mengendarai motor sambil membawa Bima di boncengannya. Dia merasa bersalah sudah menabrak seseorang, ini adalah bentuk tanggung jawabnya. Tidak ada niat selain menolong di benak Gadis.
Sesampainya di depan teras rumah yang megah dan mewah, dua orang bodyguard menghampiri Gadis dan memegangi tubuh Bima yang lemas. Ali membantu melepaskan ikatan jaket Gadis yang digukanan mengikat tubuh Bima di perutnya.
"Makasih," ucap Gadis.
Ali hanya tersenyum dan mengangguk.
"Tolong bawa dia ke kamarku," perintah Gadis.
"Apa?! Kenapa harus ke kamar kamu? Kamar yang lain kan ada?" protes Ali terkejut.
"Ali, kamu tenang saja. Aku nggak mungkin macam-macam sama orang ini. Kenal saja tidak, aku cuma mau mengobati lukanya," ucap Gadis tak acuh lantas masuk ke rumah menyeret kakinya yang terkilir.
Ali menatapnya nanar, dalam hati ada perasaan takut.
"Bagaimana kalau Bima sadar dan melihat Queen?" gumam Ali was-was.
#########
Yaaaa... emang takdirNya sudah begitu, Li. Kamu tenang saja ya? Jodoh nggak ke mana. Hehehe
Makasih untuk vote dan komentarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERILYA KLANDESTIN (Sudah Dibukukan)
Mistério / SuspenseKetika cinta terjebak dalam misi rahasia. Dendam, cinta dan tugas negara. Paling sulit memilih salah satu di antara ketiga hal tersebut. Apa pun hal, yang melibatkan perasaan, apalagi itu cinta, sangat sulit untuk dipilih. Hal mana yang akan diperta...