17. Percaya Pada Mitos?

46.5K 2.6K 126
                                    

Fausta's POV
Sudah beberapa hari sejak kejadian di kamar rawat Rumah Sakit Nefa. Aku hanya bisa menahan sakit saat tau Nefa benar-benar melupakanku.

Pletak.

"Ta! Sadar diri!"

Timpukan tutup botol dari Arden membuatku sadar dari lamunan dan menimpuk kembali tutup botol itu padanya.

"Gue sadar, bro!" ujarku.

"Dusta banget lo," cibir Arden.

Aku menghela napas lalu bersandar pada kursi kantin. "Gue penasaran, kenapa Nefa bisa kayak gitu?"

Arden menghentikan aktifitas meminum air mineralnya. Matanya berkeliaran ke segala arah, lalu tertuju pada satu orang.

"Apa mungkin karna dia?" tunjuk Arden.

Aku menoleh, mendapati Dean tengah berjalan keluar dari kantin.

"Maksudnya? Apa hubungannya Dean sama ingatan Nefa?" tanyaku, menatap Arden dengan sorot bingung.

Aku dan Dean dulu adalah sahabat karna orangtua kami yang begitu dekat. Namun, saat kelas delapan sikap Dean mulai berubah.

Awalnya kupikir itu disebabkan karna kematian Om Justin—Papa Dean, ia menjadi pendiam.

Tapi selang beberapa hari, ia selalu menatapku dengan tatapan benci. Aku bahkan tak mengerti alasan dibalik sikapnya.

"Kebakaraaan! Kebakaraaaan!"

Aku dan Arden langsung menoleh ke asal keributan, dan menemukan Kevin tengah melet-melet sambil mengibaskan tangannya ke mulut. Dia kepedesan?

"TOLONG DAKU!!"

Sumpah ya, aku gak ngerti si Kevin dikasih makan apa sebenernya sama anak-anak. Terkadang, dia suka dijailin sama temen-temen deketnya karna sikapnya yang terkesan.. abnormal.

"Ih itu si Kevin gila-nya kumat," ucap Arden acuh.

"Beliin susu kek, kasian noh," kusodorkan uang limaribu rupiah pada cowok itu.

Arden mendengus kesal, "ogah, nanti dia ngintilin gue lagi."

"Kayak bocah lo," kataku sambil terkekeh dan bangkit dari duduk.

"Mau kemana?" tanya Arden.

Tanpa menjawab pertanyaan Arden, aku langsung berjalan menuju Ibu Kantin yang tertawa geli melihat tingkah Kevin. Setelah membelikan susu untuk Kevin, aku duduk tepat di sebelahnya.

"Nih," ujarku sembari menyodorkan minuman dingin, yang langsung disambar olehnya.

Tanpa berkata apapun aku berdiri dan berjalan menjauhi kantin, menuju perpustakaan. Hanya ingin mencari tempat tenang.

Entahlah, aku merasa aneh dengan sikapku belakangan ini. Lihat tadi? Biasanya juga aku tidak peduli dengan Kevin.

Sekarang aku merasa seperti kehilangan yang dalam? Tanpa sadar aku menggenggam bandul kristal ini. Selalu mengingatkanku akan dirinya. Nefa..

"Eh! Lo tau mitos disini gak?"

Aku mencuri dengar pembicaraan dua orang gadis yang berjalan tepat di depanku. Sepertinya dia akan ke perpus untuk mengembalikan buku.

"Apaan emang?" tanya si cewek berbando.

"Lo tau pohon yang gede di taman belakang asrama? Yang deket danau itu!" ujarnya seru.

Temannya menjawab dengan malas, "iya, tauu.."

"Denger-denger nih ya, kalo lo ketemuan di bawah pohon gede pas banyak kunang-kunang, cinta kalian tuh bakalan abadi, gada yang misahin!" si cewek dengan rambut ikal itu bercerita dengan berapi-api.

[F4] Luckiest SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang