Epilog

70.1K 3.2K 205
                                    

24 tahun kemudian...

"Mama sama Papa ketuker lagi ya?"

Suara anak kedua dari Nefa dan Fausta yang kemarin baru berumur 17 tahun itu membuat keduanya menghentikan aktivitas mereka yang terlihat aneh.

"Nih! Si Papa gamau masak buat Mama! Padahal kan Mama capek, Fa," ucap Nefa yang berada di dalam tubuh Fausta.

Bapak itu saat ini memakai celemek bermotif floral dengan warna peach yang terlihat sangat manis. Benar-benar tidak cocok di badannya yang tegap itu. Ya. Hari ini adalah waktunya mereka bertukar tubuh selama dua puluh empat jam penuh.

"Papa ih, kalo lagi di badan Mama duduknya jangan kayak gitu!"

Chasya, anak pertama mereka sudah turun dari kamarnya dengan membawa koper besar di tangan menatap Mama-nya (Fausta dalam tubuh Nefa) yang duduk sambil mengangkat satu kakinya. Benar-benar gak sopan kalau orang lain liat.

"Tau nih Papa, jaga image Mama dong!" semprot Mama.

"Thifa, tolong deh Papa buatin kopi," Fausta meletakkan korannya di meja, "Papa haus banget nih."

Thifa dengan malas melangkah menuju meja dapur dan langsung membuatkan kopi untuk Papa-nya yang paling ganteng di rumah ini. Secara gitu semuanya cewek.

"Ma, jangan biarkan Papa merajalela dong! Buatin Adek satu lagi Ma!" sahut Chesya berapi-api. "Cowok!"

Fausta langsung tergelak, dia ketawa ngakak sampai melengkungkan tubuhnya ke depan.

"Papa kenapa ketawa? Chesya kan serius mintanya."

Chesya yang baru saja lulus dari SMA dan akan kuliah di luar kota menatap Fausta dengan kerutan dalam di keningnya. Dia serius tentang perkataannya.

"Chesya sayang, kamu gak kasian nanti sama Mama? Nih liat, ntar Mama tambah gen—"

Jedukk.

Fausta sukses terjatuh mengenaskan di lantai. Nefa dengan cantiknya nimpuk suaminya pake garpu yang pas mengenai wajahnya. Kasian. Moga wajah Nefa gak luka deh.

"Buruan sana Pa siap-siap, gak usah banyak ngemeng! Nanti si Chesya ketinggalan kereta!" ujar Nefa setelah menyiapkan tiga porsi nasi goreng.

"Nah, Mama makan dulu..." Nefa dalam wujud Fausta itu bersiap mengambil sendok dan garpu.

Chesya dan Thifa mengikuti langkah Mama-nya yang sudah siap untuk sarapan.

"Buat Papa mana?"

Kemudian hening. Nefa hanya makan dalam diam, tetapi sebelum dia berhasil memasukkan satu suapan ke mulutnya Fausta dengan isengnya melahap satu sendok penuh nasi itu.

"Ih Papa." Wajah Nefa kini merona, mungkin karna jarak wajah Fausta yang terlalu dekat dengannya.

"Ma, Pa, jangan pacaran deh pagi-pagi begini," ujar Thifa.

"Tau nih, bikin iri aja," tambah Chesya.

Mereka berdua kini manggut-manggut menyetujui perkataan mereka sendiri. Nefa dan Fausta kini saling tertawa kecil, melihat kedua anak mereka sekarang sudah menjadi remaja yang harus dijaga pergaulannya.

"Kamu jangan aneh-aneh ya selama nge-kos," ujar Fausta tegas.

"Siap bos!" Chesya dengan cengiran lebar di wajahnya memberikan jempol pada Papa-nya.

"Kalian udah ketemu sama jodoh kalian?" tanya Fausta tiba-tiba.

Chesya dan Thifa sama-sama terhenti dari aktivitasnya lalu saling memandang sebentar sebelum akhirnya kembali menatap Fausta dan Nefa bergantian.

"Mangnya gimana sih Pa ciri-cirinya? Kok kita gak ngerasain apapun ya?" tanya Thifa .

Fausta mengedikkan bahunya sekilas. "Cuma kalian yang tau."

Thifa memandang rumah sebelahnya yang banyak barang-barang bertebaran seperti baru terkena angin topan. Ehm. Sebenarnya sih ada orang yang baru pindahan dan mereka belum membereskan barang-barangnya.

Gadis itu baru saja pulang dari mengantar Kakaknya dan ketika akan beranjak masuk ke dalam rumah, ia harus menghentikan langkah karna ada suara lelaki asing yang mampir di telinga.

"Hai!"

Sapaan singkat membuat Thifa menoleh, mendapati seorang cowok seumuran dengannya membawa suatu bingkisan.

"Hai," sapa cowok itu lagi yang membuat Thifa sadar dari lamunan.

"Gue tetangga baru," cowok itu menyerahkan sekotak kue yang masih hangat, "dan ini kue sebagai tanda perkenalan kami."

Thifa dengan agak kikuk menerimanya. "Ah iya, thanks, umm..."

Cowok itu tersenyum dan itu sukses membuat Thifa salah tingkah.

"Gue Adam. Lo sendiri?"

" Thifa."

===========

Sabtu, 08 Februari 2014--15:18

A/N: udah dibuat epilog yang gue yakin bikin kalian kepo. eh. enggak deng. gue bingung sih mau buat epilog kayak gimana. hehehe.

jadi, akhir kata gue mau bilang makasi yg sebesar-besarnya karna kalian udah ngeluangin waktu buat baca cerita gue yg super duper gaje & banyak kekurangannya. makasi banget yg udh vomment, itu bener" berarti & bs bikin gue gak stuck kalo kalian mau tau.

makasi banget ya, muchlove buat kalian, mwaaaah :*** ♡♥♡♥

==========

My Little Princess

Ini tentang tubuhku yang terlalu kecil untuk ukuran anak SMA. Tentang dia yang tubuhnya terlalu menjulang. Tentang kami yang harus hidup satu rumah karna ke'tengil'an keluarga kita. Tentang aku yang menjadi Princess-nya.

***

Airina Fiona Isabella - Itu nama lengkap gue, yap. Gue tuh kecil, kayak upil, sering di-bully, sering gak keliatan sama orang-orang karna pendek!! Dan gue paling sebel kalo udah jalan sama si Jelangkung Beryl! Kepala gue selalu di tekan-tekan, dia bilang biar gue musnah dari muka bumi ini. Sialan kan?

Fairuz Beryl Lazuardi - Hah. Nama gue keren kan? Apalagi orangnya. Beuh, kalo lo liat gue pasti langsung melting. Gue terlalu tinggi. Bayangin aja, kalo lagi jalan sama si Boncel Airi gue sering dibilang bapak muda yang lagi bawa anaknya yang SMP. Makanya gue demen banget isengin dia. Asyik loh, mau ikut nge-bully dia?

[F4] Luckiest SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang