23. Selamat Datang Kembali, Nefa!

47.9K 2.8K 245
                                    

Fausta's POV
Aku merenggangkan otot-ototku saat menyadari sinar mentari menyinari dari celah jendela kamar. Eleanor pasti udah keluar.

PRANGG PRANGG PRANGG.

What the? Siapa sih yang rusuh sepagi ini? Alat perang apaan yang digunain sama dia? Asem.

Gatau apa tadi malem aku stress mikirin gimana caranya balikin Nefa. Yah, walau akhirnya ketiduran juga sebelum tengah malam.

Tau sendiri kan bakat terpendamku, Pelor. Nempel molor.

"AYO ANAK-ANAK YANG GANTENGNYA KALAH SAMA SAYA, BURUAN BANGUN! SAATNYA KERJA BAKTI!!"

Itu si Bapak kayak keabisan akal aja sih, bangunin akan-anak pake panci. Astaga. Aku makin menutup mata dengan keras dan mengambil bantal di belakang kepalaku. Menekan wajahku dengan bantal. Males bangun. Matahari, tenggelem lagi gih.

"FAUSTA! BANGUN! BUSET! KEBO! BANGUN!!"

Arden dengan rusuh menggedor-gedor pintu kamarku, dan itu membuatku memiringkan tubuh ke arah kanan. Tempat dimana Nefa tertidur tadi malam. Eh. Aku masih mengingatnya?

"Emmh."

Itu suara cewek?

Tanpa sadar, ada sesuatu yang lembut mendekat padaku. Seperti mendekapku erat. Aku melirik ke bawah dan sadar bahwa ada sesuatu yang melingkar di perutku. Tangan? Terkesiap, aku langsung membuang bantalku ke sembarang arah.

Prang.

"TA! AWAS YA LO MECAHIN BARANG GUE!" teriaknya histeris.

Mampus itu pajangannya si Arden. Ah, bodo amat.

Mataku terbelalak sempurna saat melihat Nefa—berwujud manusia tanpa sehelai kain sedang meringkuk seperti bayi. Dia masih menutup matanya, dan saat sadar tak ada siapapun di sampingnya, matanya terbuka perlahan.

"Eh? Pagi, Ta," sapanya seraya mengucek mata.

Dia terduduk, dan terlihatlah sesuatu yang tak seharusnya aku lihat. Ya, walaupun aku pernah berada di tubuh Nefa sebelumnya. Kututup mataku dengan telapak tangan. Saat ini aku merasa wajahku memanas.

Kuakui, tubuh Nefa memang mulus, berbentuk dan... err, itu membuatku.... Ah, begitulah.

"Nef, pake selimut, buruan," ucapku sambil mengibaskan tangan di depannya.

"AAAA! FAUSTA KURANG AJAR! MESUM! BEGO! IDIOT! AUTIISS!!" teriakan Nefa benar-benar keras.

Astaga. Untungnya pagi ini anak-anak udah ramai di luar. Banyak mesin penghisap debu yang dinyalakan. Jadi suara Nefa tidak akan terdengar oleh yang lain.

"JANGAN LIAT!! IH! MESUM!"

"Nef, tenang! Keep calm!" aku menangkis segala bantal, guling, pensil, dan apapun yang dia lemparkan padaku. Astaga.

Sampai akhirnya aku membuka mata karna mendengar suara tangisan. Selimut itu kini menutupi tubuh bagian depan, tangan kanannya menghapus air mata yang turun begitu deras dari matanya.

"Ta, aku kangen..."

Perkataan Nefa membuat jantungku berdetak berkali lipat dari biasanya. Perasaan senang sekaligus ingin menangis mampir begitu saja.

"Kamu udah inget semuanya?" tanyaku pelan.

Dia hanya mengangguk dan terisak. Ya Tuhan, jadi sekarang ingatannya sudah kembali?

"Maafin aku..." bisiknya di sela tangisan.

Aku menggeleng, kali ini air mataku ikut terjatuh. Astaga, perjuanganku tak sia-sia bukan? Nefa akhirnya kembali padaku. Perlahan, aku bergeser mendekat padanya dan langsung memeluknya erat.

[F4] Luckiest SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang