Part 2: Meet Again?!

1.2K 29 3
                                    

Jase sedang duduk termenung di bawah pohon maple belakang kampusnya, berkali-kali ia menghela napas berat. Semalam setelah masa lalu kembali mengusiknya dalam mimpi dia tidak bisa tidur hingga pagi. Jase berusaha menampilkan wajah cerianya saat pergi kekampus tapi usahanya gagal. Ditambah lagi dengan penampilan Jase yang berantakan. Mata sembab dan ada lingkaran hitam, wajah pucat dengan make up seadanya.

Jase marah, kesal, kecewa pada dirinya sendiri. Merutuki kebodohannya sendiri yang masih mencintai Aiden. Ya, dia masih mencintai Pria itu, sangat. Dia terus berusaha menyangkal perasaannya tapi semakin dia menyangkal, perasaan itu justru semakin nyata. Tanpa dia sadari kerinduan yang disimpannya selama 5 tahun bagaikan bom waktu yang siap meledak, dan pertemuannya kembali dengan Aiden kemarin telah meledakkannya.

"... Ja.. Jase!!" Panggilan Emily membangunkannya dari lamunan. Jase memalingkan wajahnya memandang Emily kemudian berusaha menampilkan senyum ceria seperti biasanya.

"Hai Em" Jase melambaikan tangannya pada Emily.

"Aku memanggilmu dari tadi, kau melamun?" Emily duduk di sebelah Jase sambil menatap Jase penuh selidik. Dia tahu ada yang tidak beres dengan Jase.

"Maaf, Aku tak mendengarmu, mungkin aku memang sedikit melamun. Tapi aku baik-baik saja." Kata Jase cepat saat melihat raut wajah penuh selidik emily.

"Kau tidak baik-baik saja Jase. Kau habis menangis?" Jase tahu kalau dia tidak bisa menyembunyikan apapun dari kedua sahabatnya. Jadi percuma saja berbohong.

"Ya, aku tidak baik-baik saja." Kata jase akhirnya.

"Hay ladies!!" Ace berseru ceria menghampiri kedua temannya kemudian dengan wajah tanpa dosa mencomot roti yang sedang dipegang Emily.

"That's mine!!" Seru Emily tak terima. Sedangkan Ace mengangkat bahunya tak acuh.

"Apa aku melewatkan sesuatu? Ah, sepertinya iya. Wajah mahasiswa tercantik dan terjenius sekampus hari ini mengerikan." Ace memandang ngeri ke arah Jase. Jase hanya memutar bola matanya.

"Kurangi sedikit kebiasaanmu mengomentari wajah orang lain itu Ace. Jadi? Kau akan menceritakannya, ‘kan Jase?" Emily kembali fokus pada Jase. Akhirnya Jase menceritakan semua yang terjadi kemarin mengenai pertemuannya dengan Aiden. Emily dan Acelyn jelas tahu benar apa yang terjadi antara Jase dan Aiden lima tahun yang lalu.

"Berani sekali dia muncul dihadapanmu lagi Jase. Kalau aku ada disana dia pasti sudah babak belur." Wajah Emily sudah memerah menahan amarah.

"Singkirkan sikap anarkismu itu Em, walaupun dia brengsek tapi aku tetap tidak setuju kau merusak wajah tampannya." Ace tersenyum membayangkan wajah Aiden.

Jase dan Emily mendengus jengah dengan kelakuan sahabatnya itu yang selalu memuja pria tampan. "Sebernanya kau berpihak pada siapa Ace?." Tanya Emily kesal.

"Tentu saja aku memihak pada Jase." Ace memeluk Jase dengan senyum menggelikan. Disaat yang sama ponsel Jase berbunyi.

"Okey lepaskan Ace ini menjijikkan." Jase melepas pelukan Ace kemudian mengangkat teleponnya. "Jasmine Meyer." Jase berbicara dengan si penelepon beberapa lama sebelum memutuskan sambungan.

"New job Jase?" Tanya Emily sepertinya mengerti arah pembicaraan Jase di telepon tadi.

"Ya. Sepertinya aku harus pergi menemui client guys, bye." Jase beranjak pergi.

"Baguslah dengan bekerja dia bisa melupakan masalahnya sementara." Ace mengangguk setuju dengan ucapan Emily.

Jase adalah mahasiswa semester akhir di jurusan arsitek. Berbeda dengan kedua temannya. Emily memilih jurusan kedokteran sedangkan Acelyn jurusan design. Walaupun belum wisuda tapi Jase sudah memegang beberapa proyek besar dengan kejeniusannya. Jase dikenal sebagai sosok yang sangat profesional dan teliti didunia arsitek, setiap proyek yang dikerjakannya selalu mendapatkan hasil yang sempurna. Jadi tak heran jika nama jase sebagai arsitek muda sudah tidak diragukan lagi.

Fate And Wishes In AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang