Enam

86 30 10
                                    

"DAVIN!"

"APA?!" Wajah mereka mulai menyangar, memerah layaknya api yang berkobar kobar.

"Stop!"

"Stop apa?! Lo gak sadar?!"

"Gak sadar apa sih?!"

Laki laki memang pantang menangis, tapi mungkin hal ini sangat melukai Davin, entah apa yang terjadi sebelumnya, tapi, pasti hal ini sangat sangat pilu dan menyakitkan untuk nya.

"Nangis! Cuihh"

Davin lebih memilih meninggalkan Alex disana, sementara ia berlari dan duduk termenung di tangga yang biasa ia tempati.

"Iya loh, kemaren abis beli cd nya 1D, seneng banget!" Suara perempuan itu datang dari atas, sepertinya.. Davin pun bersembunyi di samping tangga.

"Loh loh? Katanya langsung ke kantin?" Tanya perempuan itu.

"Mau ke kamar kecil dulu, lo duluan aja deh Zar, tempatin yaaa" kata dua temannya yang pergi meninggalkannya. Baru saja Davin ingin menghampiri Zara yang berjalan menuju kantin, tapi Alex lah yang terlebih dahulu berada di posisi yang ia inginkan, disisi Zara.

"Ke kantin kan? Bareng ya?" Bagi Zara, Alex itu baik pake banget, gak kayak yang lain.

"Iyaa" mereka pun berdua menuju kantin, sedangkan Davin meninju keras tembok yang berada disampingnya.

"Sial! Liat aja lo!" Batin Davin

TOK!! TOK!!

"Pin?" Suara itu berasal dari balik pintu kamar.

"Siapa?"

"Kakak lo"

"Masuk" kakak Davin pun masuk kedalam kamar, dan duduk disamping Davin yang tengah duduk bersandar di kasur.

"Lo kenapa lagi?" Kakaknya mengacak halus rambut Davin.

"Gak"

"Cerita aja sih"

"Gak"

"Lo yakin? Gua pergi nih"

"Ehhh iya iya"

"Ya gitu dong"

"Alex"

"Alex?"

"Yaa, Alex"

"Alexander Fernandez?"

"Siapa lagi" wajah Davin semakin kecut.

"Kenapa lagi? Kan dia gak sesekolah sama lo"

"Ketinggalan berita nih anak"

"Jadi Alex pindah ke sekolah lo?"

"Iyaa bawel"

"Yaudah gapapa, jadi apa masalah lo?"

"ITU MASALAH GUA KAKAK GUA YANG CANTIKS UNYU UNYU SAMPAI PENGEN MUNTAH" teriaknya itu malah mengundang gelak tawa kakaknya.

"Iya ngerti, cuman kan, apa inti masalahnya gitu?"

"Alex mulai ngerebut kebahagiaan gua lagi" nada bicara nya cepat namun dengan suara yang sangat pelan, sambil sedikit menundukkan kepalanya dan menempelkan dagu pada lutut yang ditekuk. Tatapan nya yang biasa saja, kini mulai menjadi tatapan penuh tanda tanya, apa yang kini dirasakan Davin.

"Basket?!"

"Sejak kapan gua masuk basket onyon"

"Futsal?!"

Hold On [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang