Kala itu kepalaku benar-benar dipenuhi ambisi untuk menyelamatkan Tuan Abura dan Oda yang mungkin berada dalam bahaya. Tak peduli apapun yang menghadang, kedua kakiku terus melangkah cepat. Melewati gerbang sekolah, trotoar, hingga akhirnya menembus lebatnya hutan biawak. Semua kulakukan dengan terburu-buru saking inginnya sampai ke dunia roh.
Ketika tiba di tepi sungai Mandin segera kucelupkan bulu Raven yang barusan kuambil dari dalam ranselku. Portal besar pun terbuka lebar seiring siapnya diriku untuk terjun bebas.
"Tunggulah aku, Tuan Abura."
Begitu kuceburkan diri ke dalam portal tersebut, menit berikutnya tubuhku sudah membelah aliran sungai di dunia roh. Seakan dikejar monster, aku bergegas meraih tepi sungainya lalu berlari kencang menghampiri gubuk tua yang berdiri di depan sana.
Napasku berembus kencang, bahkan tak terasa uap panas menderu dari mulutku. Detak jantungku pun semakin berdebar sejurus dengan makin dekatnya jarakku dengan gubuk tersebut. Sedikit lagi! Sedikit lagi aku sampai di lantainya yang berderit. Sedikit lagi ....
Brakk!
"Bangsat!"
Di saat-saat genting seperti ini aku malah jatuh akibat tersandung batu. Tubuhku sontak terkapar dengan mulut yang tak henti-hentinya mengembuskan uap. Iris hitamku terarah ke langit jingga yang tertutupi totolan awan kemerahan.
Jika terus dihantui ancaman seperti ini, mampukan aku bertahan lebih lama? Rasanya ingin menyerah saja. Tidak! Apa yang barusan kupikirkan?! Aku tidak boleh diam biarpun hanya sebentar.
Sekuat tenaga aku bangkit kemudian berlari mendekati gubuk yang terpampang di depan mataku. Setelah sampai di depannya, aku langsung mengetuk pintu lapuk itu sekeras mungkin.
"Tuan Abura! Tuan Abura! Kau di dalam?" Mulutku tak henti-hentinya berseru.
Beberapa saat kemudian Oda datang membuka pintu itu. Ia heran mendapati didiku yang sudah tak karuan. Seragamku kumal, wajahku kotor bekas terseret di tanah, bahkan rambut hitamku tampak acak-acakan.
"Kau kacau sekali, Raka. Apa yang membuatmu jadi begini?" ujarnya mengamati tiap bagian tubuhku.
"Di mana Tuan Abura? Apakah ia baik-baik saja? Apakah tidak ada orang yang datang menyerang?"
"Tenanglah! Kami tidak apa-apa. Tuan Abura sedang pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ia pasti akan pulang sebentar lagi," sahut Oda membuatku bungkam.
"Raka, kaukah itu?" Terdengar suara renta dari belakangku.
"Lihatlah! Orang yang kau cari-cari sudah datang," sambung Oda.
Aku seketika tersungkur akibat kelelahan. Walau demikian, hatiku setidaknya dapat kembali tenang saat mendapati lelaki tua itu baik-baik saja. Huffh ... huffh ... lalu apa yang dimaksud Shinigami? Mungkinkah ia cuma mempermainkanku?
"Penyintas. Ia bilang setengah dirinya berada di dunia roh dan ingin menghabisi kalian semua. Aku sangat panik lalu memutuskan untuk datang ke sini secepatnya," ucapku tersengal-sengal.
"Eh? Setahuku penyintas tidak bisa membagi dirinya," timpal Tuan Abura.
"Apa! J-jadi, ia menipuku?"
Tiba-tiba Tuan Abura bergidik. Ia mengusap leher pendeknya disertai gigi tumpulnya yang menggertak kuat. Aku yang melihatnya pun tentu kebingungan.
"Ini sangat aneh. Tidak biasanya hawa getir lembah neraka sampai ke sini. Dengarkan aku, Raka! Sebaiknya kau kembali ke duniamu. Aku merasa sesuatu yang buruk tengah terjadi."
"Benarkah? Tapi aku harus memastikan kalian selamat. Siapa tahu penyintas akan ke mari ketika aku pergi."
"Tidak! Aku tidak selemah yang kau kira. Gubukku ini dilindungi mantra yang mampu menangkal serangan penyintas."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN II : THE OTHER [HIATUS]
Fantasy~~RAVEN Series~~ Update Setiap Minggu ^^ Perjanjian lama yang terulang kembali, apakah sanggup mengubah dunia? Seorang anak baru terpilih sebagai manusia selanjutnya yang menginjakkan kaki ke dunia roh. Raka Dwi Cahaya, begundal sekolah yang tidak...