ARC 3 : HATI YANG MULAI MEMBATU.
Aku tengah berjalan gontai menyusuri trotoar lengkap dengan seragam sasirangan bercorak merah serta celana panjang hitam. Kemarin benar-benar hari yang melelahkan.
Sepulang dari dunia roh, rupanya hari sudah gelap. Syukurnya ayah dapat memaklumi ketika kuberitahu diriku baru pulang dari kerja kelompok di rumah teman. Namun, lagi-lagi semuanya hanyalah permainan kata yang berujung pada dosa.
Berangkat ke sekolah lebih awal membuat mataku yang menikmati pemandangan kota terasa sedikit aneh. Biasanya perjalananku ditemani asap mobil dan bunyi klakson yang memekakkan telinga. Namun, pagi ini semuanya tiada digantikan oleh udara segar serta para pelajalan kaki yang hilir mudik berganti.
"Raka!" Seseorang menyeru dari belakang.
Ketika kutolehkan kepalaku, Eh! Bukankah itu Risa? Mengapa gadis itu ada di sini? Ia menghampiriku dengan wajah sumringah. Rambut hitamnya berkilau diterpa sinar mentari pagi.
"Risa! A-ada apa?" tanyaku canggung.
"Dari dulu aku selalu berangkat sekolah pukul tujuh, tetapi aku tak pernah melihatmu. Kamu kebetulan berangkat pagi, ya?" ujarnya sembari melirik jam tangan.
"Ya, aku hanya ingin tiba di sekolah tepat waktu."
"Oh, begitu. Hmm ... ban mobilku bocor dan harus ditambal. Jadi, sopirku membawanya ke bengkel. Awalnya aku berniat menunggu tapi sesaat melihatmu, aku langsung datang ke mari."
"Benarkah? Kalau begitu terima kasih." Aku menyunggingkan senyum gembira.
Senang sekali mendengar masih ada seseorang yang masih mau berada di sampingku. Apalagi orang itu adalah Risa. Sangat banyak lelaki yang ingin memilikinya, namun pada akhirnya gadis itu rela menghampiriku yang tak punya apa-apa. Mungkinkah ini yang dinamakan jodoh?
"Ayo berangkat, Raka!" serunya antusias.
"Tentu." Kedua kakiku kembali berayun menuju sekolah.
Langit cerah menjadi saksi bisu hubungan kami yang kian dekat. Risa tak henti-hentinya menceritakan banyak hal kepadaku, sementara diriku terus menunjukkan senyum ramah menganggapi omongannya.
Sebenarnya aku amat mensyukuri kedekatan kami. Hanya saja, seandainya kini namaku telah menjadi orang yang paling dicari seantero dunia roh, apakah Risa akan baik-baik saja? Atau nyawanya akan terancam?! Itulah yang kucemaskan sedari tadi.
"Sesekali berkunjunglah ke rumahku, Raka. Aku akan senang bila ada teman yang datang," ujarnya sontak membuatku tercekat.
"Apa! Kau serius?"
"Tentu saja. Memangnya kenapa? Orangtuaku tidak melarang, kok."
"Anu ... akan kupikir-pikir lagi. Bukankah kau sebaiknya mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional nanti? Kita 'kan akan segera lulus." Aku menggaruk kepalaku yang sama sekali tak gatal.
"Huh, kamu ada benarnya juga. Omong-omong bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah menyiapkan diri?" Risa melirikku.
"Jangan menanyaiku hal semacam itu. Kalaupun lulus, aku takkan mampu melanjutkan ke universitas. Biaya selalu menjadi kendala bagi orang-orang sepertiku," sahutku sambil memasukkan kedua tangan ke kantung.
Tiba-tiba Risa menahan lengan kiriku. Ternyata ia sempat melihat luka lebam yang tertoreh jelas di sana. Entah mengapa, gadis itu langsung mencemaskanku. Ia menggenggam erat tangaku sampai-sampai aku merinding saking malunya.
"Kamu berkelahi lagi?"
"Tidak. Cuma luka bekas jatuh, kok. Tak perlu khawatir," jawabku coba berkelit.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN II : THE OTHER [HIATUS]
Fantasía~~RAVEN Series~~ Update Setiap Minggu ^^ Perjanjian lama yang terulang kembali, apakah sanggup mengubah dunia? Seorang anak baru terpilih sebagai manusia selanjutnya yang menginjakkan kaki ke dunia roh. Raka Dwi Cahaya, begundal sekolah yang tidak...