AWAL PERJALANAN

169 13 3
                                    

Sekolah sudah bubar sekitar lima belas menit yang lalu. Sekarang aku tengah menyusuri trotoar bersama Raven yang setia melayang di sisiku. Selain itu, ternyata iblis tersebut tidak dapat dilihat oleh orang lain. Sungguh fakta yang bagus untuk didengar.

"Kau tidak punya banyak waktu," ucap Raven di sela-sela keramaian kota.

"Apa maksudmu?" tanyaku.

"Sebagai penerus Nurarihyon pasti ada banyak orang yang mengincarmu. Jika tidak bergegas menghancurkan ketiga sumber api iblis bisa-bisa kau dalam bahaya."

"Sial! Lalu aku harus bagaimana?"

"Setahuku di dekat ini ada tempat yang terhubung langsung dengan dunia roh. Aliran sungai yang tertutup dari keramaian dan masih dikelilingi tumbuhan lebat. Kau tahu tempatnya, kan?"

Petunjuk yang disampaikan Raven sontak mengarahkan pikiranku kepada sungai yang ada di hutan dekat sekolah. Tidak banyak orang yang mau mampir ke sana. Selain karena gelap dan sukar dimasuki, orang-orang bilang di muara sungai tersebut terdapat belut raksasa yang sering membuat pusaran air. Namun benarkah sungai itu yang dimaksud Raven?

"Aku tahu sungai di dekat sekolah. Namanya sungai Mandin. Sungai itu adalah hasil rembesan dari air terjun Mandin," tukasku.

"Baiklah. Kalau begitu tunggu apa lagi? Mari meluncur ke sana!" Raven bergegas melayang ke arah sekolah.

"Tu-tunggu!" Sialnya ucapanku tidak digubris olehnya.

Mau tidak mau aku harus mengikuti Raven. Astaga, pasti ayah akan mencemaskanku karena tak kunjung pulang ke rumah. Raven itu memang iblis yang keras kepala. Ia bahkan tidak tahu kalau jalan menuju sungai Mandin sangat sulit. Tanahnya berlumpur, belum lagi banyaknya tanaman merambat yang menghalangi pandangan.

"Ah! Bagi Raven yang bisa terbang tentu akan mudah. Masalahnya ada pada diriku sendiri. Pantas saja ia tidak perlu pikir panjang untuk pergi ke sana," batinku.

Sesampainya di depan hutan aku sempat terdiam guna membulatkan tekad. Bisakah aku sampai ke sungai tanpa terluka? Ketika memikirkannya saja membuatku bergidik ngeri. Menurut legenda yang beredar, para pendiri Kotabaru menyebut hutan ini dengan nama hutan biawak. Sudah jelas nama tersebut berasal dari banyaknya biawak yang bersarang di dalam hutan. Artinya kemungkinan besar di sekitar sungai Mandin terdapat populasi biawak yang cukup besar.

"Satu kesulitan lagi bagiku."

"Hey, Serangga tengik! Mengapa masih mematung di sini?" Raven tiba-tiba berbisik di sampingku.

"Eh! Kurasa tidak mungkin untuk masuk ke sana. Terlalu sulit," ujarku pesimis.

"Haduh! Kalau Samael pasti akan masuk dengan berani. Omong-omong kau itu 'kan punya cikal bakal Nurarihyon di dalam tubuhmu. Gunakanlah kekuatannya untuk menerobos hutan," usul Raven.

"Benar juga! Oke, mari kita terobos hutan ini!" Secepat kilat kakiku bergerak memasuki hutan.

Kecepatan lariku yang terbilang di atas rata-rata ternyata mampu melewati tanaman hutan yang merayap di sepanjang jalan. Walau berlari cepat, anehnya aku sama sekali tidak terpeleset di atas tanah yang licin. Kalau begini, rasanya seperti pahlawan super saja.

Cahaya matahari yang menelusup di celah-celah dedaunan membuat pengelihatanku yang mulanya buram semakin jelas. Aku dapat memilih jalan mana yang aman untuk dilalui dengan pencahayaan yang baik ini. Akan tetapi, sejujurnya aku tidak tahu di mana letak sungai Mandin. Aku bahkan belum pernah masuk sejauh ini sebelumnya.

"Raven!" seruku coba memanggilnya.

Berselang beberapa menit kemudian iblis itu datang dari angkasa. Ia mendarat tepat di hadapanku sambil menyeringai lebar. Melihatnya dalam keadaan remang-remang menimbulkan sedikit ketakutan di hatiku.

RAVEN II : THE OTHER [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang