"Raven! Aku di sini!" seruku berharap Raven yang berdiri di seberang sana mendengarnya.
Entah mengapa iblis gagak itu sama sekali tidak menggubrisku. Matanya terbuka namun iris hitamnya itu membeku. Aku yang melambai-lambaikan tangan pada akhirnya menyerah dan membiarkannya berlalu.
Tak lama setelah itu, Samael berserta Tuan Abura dan Oda datang menghampiri Raven. Mereka saling menyapa seperti biasanya. Raut gembira terlukis jelas di wajah itu. Sesuatu yang berbanding terbalik dengan yang kurasakan sekarang.
"Samael! Tuan Abura! Aku di sini! Di seberang sini!" teriakku sekencang mungkin.
Sama seperti sebelumnya. Teman-temanku itu tidak sedikit pun menoleh. Sungai yang menjadi pembatas kami seakan menutupi segala macam suara yang terdengar.
Tanganku menjulur ke depan coba menggapai mereka yang terlalu jauh. Aku ingin masuk ke dalam lingkarang kegembiraan itu. Aku ingin merasakannya bersama teman-temanku.
Akan tetapi di detik berikutnya Shinigami tampak menjelma di sisi kiriku, sementara Kitsune menyeringai di sisi kanan. Aku menatap mereka berdua seraya mempertanyakan sebab suaraku tak didengar. Sayangnya, kedua tanganku justru ditarik paksa. Aku diseret menjauhi teman-temanku.
"Tidak, lepaskan aku! Raven! Samael! Tolong aku!" teriakku memberontak.
Sejauh mana pun aku dibawa, teriakkan ini tak kunjung memelan. Pemandangan yang indah itu—kegembiraan Raven dan yang lainnya, perlahan mulai menjauhi pandanganku. Satu-satunya yang tersisa hanyalah kegelapan bersama dua iblis berwajah garang.
"Aku ingin menjadi Raka yang dulu," ucapku meringis. "Aku tidak ingin menjadi Raja! Aku bukan seorang Raja!" teriakku kemudian.
Tiba-tiba napasku memendek. Rasanya kegelapan ini mempersempit ruang gerakku. Dalam situasi seperti ini yang dapat kulakukan hanya meringkuk sembari memeluk tubuh kerontangku yang mendingin.
"Aku ingin pulang," gumamku diiringi mata yang mulai meremang.
Dukk!
Betapa kagetnya aku saat mendapati seonggok kepala jatuh tepat di depan wajahku. Tampang busuknya yang menyeringai lebar serta kepalanya yang botak lonjong langsung membuat bulu kudukku berdiri. Monster!
"Huaaa!!!"
Apa?! Sialan! Rupanya semua itu cuma mimpi. Sedikit kulirik ranjang kebesaranku yang banjir akan keringat, sepertinya kasur putih berselimut merah itu perlu dijemur. Tanpa pikir panjang segera kubawa diriku ke luar dari kamar.
Ketika deritan pintu terdengar, aku sontak kaget mendapati seorang gadis berdiri di depan kamarku. Kulitnya pucat namun parasnya cukup cantik berpadu dengan rambut hitam bercorak biru yang sepanjang bahu.
"Yang Mulia Nurarihyon, hamba sudah menyiapkan bak air panas untuk Anda. Sarapan juga sudah disediakan," ucapnya bersimpuh di hadapanku.
"Kau ini siapa, ya?" Aku mengernyitkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN II : THE OTHER [HIATUS]
Fantasy~~RAVEN Series~~ Update Setiap Minggu ^^ Perjanjian lama yang terulang kembali, apakah sanggup mengubah dunia? Seorang anak baru terpilih sebagai manusia selanjutnya yang menginjakkan kaki ke dunia roh. Raka Dwi Cahaya, begundal sekolah yang tidak...