10 - Hari pertama

187 6 0
                                    

Sudah ratusan bahkan ribuan umpatan yang Raina teriakan dengan keras di dalam kamarnya.

Raina tertegun sambil memegangi bibirnya yang sudah kotor itu! Ravan anjing! Sialan! Bangsat!

Raina terlentang di atas kasur masih memakai seragam lengkap sekolah setelah pulang sendiri dari apartemen cowok itu, ia sama sekali belum membuka sepatunya dan melepaskan tas sekolahnya. Bahkan untuk bangkit pun Raina lemas, pikiran dan tubuhnya masih memproses kejadian tadi. Dimana ciuman pertamanya sudah di ambil, dan itu adalah oleh seorang Ravan.

Di dalam mimpi terburuknya sekalipun ia tidak pernah membayangkan ciuman pertamanya adalah seorang Most Wanted disekolahnya yang bernama Ravan.

Bahkan sejak duduk di kelas 10, disaat Ravan dan kumpulan teman-temannya sudah membuat gempar satu sekolah karena kenakalan mereka, Raina tidak pernah berpikir bahwa ia akan mengenal cowok itu. Mustahil ketika ia yang bukan siapa-siapa bisa mengenal atau bahkan berbicara dengan seorang Ravan.

Ia hanya berada disekitar kumpulan anak yang tidak terlihat dan tidak mau mencari masalah. Hidup mereka monoton, tetapi Raina menyukai itu. Setidaknya ketenangan di sekolah membuat ia betah, dan terbebas dari ketidaktenangan nya selama ini dirumah. Sekolah adalah salah satu tempat dimana Raina bisa menghabiskan seluruh waktunya selain dirumah, oleh karena itu sekolah adalah satu-satunya tempat dimana ia merasa tenang dan tidak merasa sendiri.

Sekolah adalah tempat pelariannya.

Dulu, Raina merasa hidupnya berada di titik paling jauh jangkauan seorang Ravan.

Tapi sekarang, takdir seakan menghukumnya untuk bisa mengenal sosok Ravan.

Raina menangis, sadar bahwa masa terakhir sekolahnya tidak akan baik-baik saja.

Raina tidak punya tempat lagi.

Rumah adalah neraka pertamanya, dan sekarang sekolah adalah neraka keduanya.

Karena kehadiran sosok iblis yang selama ini ia hindari.

*

"Lo kenapasih? Lo sakit?" Tanya Gisel yang memandang temannya heran.

Sedari tadi Raina tidak banyak berbicara, walaupun biasanya ia memang jarang berbicara tetapi yang ini diluar dari biasanya alias parah. Tidak ada kata lain selain 'Ya' atau 'Gak' atau sebuah anggukan dan gelengan yang cewek itu berikan sebagai respon.

Sebagai jawaban atas pertanyaan tadi, Raina hanya menggeleng lagi.

Membuat Gisel memutar bola matanya kesal, "Yaudah, berhubung sekarang istirahat, lo mau nitip makanan atau minuman gak?"

Raina tahu perutnya lapar karena tadi ia tidak sarapan. Tetapi mood nya saat ini sangat tidak baik, membuat ia sama sekali tidak bernafsu makan atau melakukan apapun.

"Gak."

"Oke deh, lo kalo sakit sih gue saranin ke UKS aja na. Gue khawatir liat lo gini."

Tidak ada jawaban.

"Yaudah gue ke kantin dulu ya. Bye" Cewek itu melambaikan tangannya dan pergi ke kantin bersama Sandra dan Putri yang sudah menunggunya di depan pintu kelas.

Raina menghembuskan nafasnya kasar, dan menenggelamkan kepala nya di tangannya yang terlipat di atas meja.

Sekolah memang bukan pilihan yang terbaik untuk saat ini, tetapi karena tadi pagi Raina sudah melihat pemandangan kedua orangtuanya sedang sarapan bersama, membuat Raina memutuskan untuk sekolah daripada berdiam diri dirumah.

Lagian kenapasih tumben banget Ibu gue ada dirumah?! Biasanya kerja subuh pulang subuh.

Lalu ditambah Ayahnya yang tiba-tiba hadir di kehidupannya lagi?

AFTER RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang