4 - Lagi

5K 85 0
                                    

Ravan sedang menganguk-ngangukan kepalanya, tubuhnya tidak bisa diam bergerak kesana kemari. Pukul 4 pagi dan ia tidak bisa tidur. Suara musik kencang memenuhi isi kamarnya yang notabene warna putih tulang.

"But I'm a creep, I'm a weirdo,

What the hell am I doing here?

I don't belong here."

Suara menyanyi cowok itu ikut memenuhi isi kamar, lelah bernyanyi terus menerus Ravan menghempaskan tubuhnya dikasur.

Pikirannya melayang entah kemana, gendang telinganya seakan tidak mendengar lagu yang memenuhi isi kamar cowok itu. Ravan menghela nafas berat, fisiknya baik-baik saja tetapi pikirannya tidak.

Ravan kembali memikirkan siapa cewek yang memakai kalung tersebut.

Apa cuma kebetulan? Batin Ravan.

Tapi kenapa bisa?

Sialan! Kenapa ia jadi memikirkan hal itu? Mungkin saja kalung seperti itu banyak diluaran sana dan itu hanya kebetulan. Ya kebetulan.

Semakin Ravan mengelaknya ia semakin tambah penasaran. Ravan mengusap wajahnya frustasi.

Suara adzan subuh ikut berbalap dengan suara dari musik di kamar Ravan. Tidak repot-repot ia mematikan musik di kamarnya, Ravan malah memejamkan matanya bosan, sampai tidak sadar bahwa ia sudah terlelap.

Gedoran keras dari arah luar tidak terdengar sama sekali karena musik yang masih berbunyi keras.

"RAVAN BANGUN!!!"

Suara perempuan itu kelelahan karena daritadi ia capek terus berteriak yang sama sekali tidak digubris.

"Bi!!" Perempuan itu berteriak memanggil Bi Inah, pembantunya yang sudah bekerja selama 20 tahun dirumahnya itu.

"Ada apa nyonya?" Bi inah menutup telinga sebelahnya guna mendengar omongan majikan-nya ini yang samar karena suara musik yang keras dari dalam kamar.

"Tolong ambilkan kunci serep kamar Ravan." Kata perempuan itu sedikit berteriak.

Tidak membalas, bi Inah hanya mengangguk, lalu turun untuk mengambil kunci serep.

Perempuan itu membuka pintu kamar, melihat Ravan yang sedang tertidur bergelung di dalam selimut tidak bergerak. Mematikan radio-nya, suasana sunyi langsung menyergap.

Ia geleng-geleng kepala melihat anaknya yang tidur seperti mayat ini. Pasti pulang subuh lagi, batin perempuan itu.

"Ravan sayang, bangun." Perempuan itu menepuk-nepuk pipi anaknya sabar.

"Hmmh" Ravan bergumam seperti terganggu.

Merasakan nyeri di pipinya, Ravan membuka mata, "Apaan?!" Ravan mengelus pipinya yang memerah akibat bekas cubitan.

"Kebiasaan deh, pasti kamu pulang subuh lagi? Radio juga bukan dimatiin, berisik banget Ravan! Pasti tetangga sebelah ngomel lagi." Omel ibunya sambil berkacak pinggang.

"Kalo mau ceramah di mesjid mah." Balas Ravan sambil mencoba memejamkan matanya lagi. Pusing langsung menyergap kepalanya akibat minuman semalam.

"Kamu tidak sekolah? Ini sudah jam setengah 7 Ravan! Mamah gamau liat kamu bolos-bolos lagi. Kamu ini sudah kelas 12 dan bentar lagi akan lulus, jadi sekarang kamu bangun dan siap-siap untuk sekolah." Kata mamahnya berapi-api, bingung menghadapi anak laki-lakinya yang sangat bandel ini.

Tidak mendengar sahutan, ibunya berteriak, "RAVAN!!!"

"Apa?!" Ravan balas sewot karena benar-benar terganggu. Pagi-pagi sudah denger kaset rusak. Tau bakal terjadi seperti ini, Ravan tidak akan pulang kerumahnya tetapi pulang ke apartemen nya saja.

AFTER RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang