Sudah hampir satu jam Erik memandangi gadis yang sedang tertidur dari tempat ia duduk sekarang. Menatap iba tentang dimana gadis itu berada—dalam kukungan besi penjara dengan dinding bersekat yang membekukan.
Siapa yang sangka kalau gadis itu akan memberikan dirinya sebagai jaminan dari seorang buronan kerajaan terkenal, yang juga adalah teman dari dirinya. Erik bahkan masih ingat air muka gadis itu satu minggu lalu ketika ia memohon kepada dirinya agar tidak menangkap Ryan dan membuat Ella sebagai penggantinya. Erik tidak mengerti kenapa gadis tersebut sampai berbuat sejauh itu. Apakah Ella memendam rasa kepada Ryan? Erik tidak berani untuk berpikir sampai ke sana.
Mata Erik bergerak mengikuti Ella yang membalikkan tubuhnya menghadap ke arah jeruji—ke arah Erik berada sekarang. Tidak ada keluhan yang ia dengar dari Ella selama satu minggu ini, padahal ia sangat tahu betapa cerewetnya gadis itu jika berhadapan dengannya. Namun setelah penangkapan itu, Ella menjadi diam—lebih diam dari yang pernah ia tahu. Erik bertanya-tanya apakah yang ia lakukan ini benar? Tapi ia sendiri tidak tahu. Dengan keegoisannya ia mengurung Ella dan menyanderanya secara tidak langsung demi mendapatkan Ryan, sedangkan di lain sisi gadis itu justru menepati janji dari kesepakatan antara mereka. Tidak pernah sekalipun Ella mencoba kabur darinya, gadis itu tidak pernah protes ketika ia digunakan sebagai umpan untuk memancing para penjahat yang mungkin saja bisa membunuhnya di tempat.
Selama satu jam ini, tidak, mungkin selama satu minggu ini Erik berpikir betapa jahatnya ia terhadap gadis berambut pirang itu. Ella yang merupakan penjahat bisa melakukan hal paling Erik junjung tinggi—memegang janji—tapi justru dirinya-lah yang tidak bisa memegang janjinya sendiri.
Ella tidak bicara padanya, dan mungkin ia pantas mendapatkan hal itu. Gadis itu tidak pernah menjawab ketika Erik bertanya, seolah Erik memang tidak ada.
Erik kembali menghela napas, entah sudah ke berapa puluh kalinya sejak ia tiba di ruangan pengap ini.
"Aku benar-benar tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku menjadi uring-uringan sendiri karena gadis itu? Bukankah baik dia ataupun temannya itu sama-sama berharga untuk ditangkap, tapi kenapa aku justru merasa bersalah," gumam Erik yang bangkit dari duduknya, berjalan ke depan jeruji yang menghalangi Ella dan dirinya.
Pikiran Erik terhenti ketika ia melihat gadis itu mengerang dalam tidurnya, dahinya terlihat berkerut dengan wajah seperti ingin menangis. Membuat Erik menebak-nebak apa yang sedang gadis itu mimpikan. Ini pertama kalinya ia melihat Ella dengan wajah seperti itu, padahal ia sudah bersama dengan gadis itu dua bulan lamanya. Ia selalu penasaran apa yang membuat gadis itu bisa menjadi seorang buronan, seolah ia tidak memiliki rasa takut kalau-kalau suatu hari ia akan tertangkap dan mungkin saja akan dihukum mati.
"Siapa sebenarnya dirimu, Ella? Tidak banyak seorang wanita yang menjadi buronan paling dicari di kerajaan. Dan, apa benar kalau kau adalah tunangan Ryan seperti yang pria itu katakan padaku? Apa karena itu kau begitu peduli sekali dengannya?" Berbagai pikiran Erik berkecamuk seperti badai di lautan, berusaha untuk mengerti tentang semua yang terjadi sejak adanya gadis ini.
"Ayah?"
Suara lirih Ella yang terdengar begitu samar tertangkap telinga Erik, membuat Erik lagi-lagi harus menatap gadis yang masih menikmati tidurnya itu.
Mata Erik membelalak ketika ia melihat cairan hangat meluncur bebas dari sudut mata Ella, membuat kaki Erik maju selangkah ke arah jeruji karena terkejut, alih-alih justru merasa takut sesuatu terjadi pada Ella.
Ia menangis? Kenapa dia menangis? Apakah ia bermimpi buruk?! Pikir Erik yang berusaha mengambil kesimpulan kecil dari apa yang barusan ia lihat.
Ada perasaan tidak senang dalam diri Erik ketika melihat Ella saat ini, ingin rasanya ia berlari dan membuka jeruji di depannya untuk mencari tahu apa yang terjadi pada gadis itu. Jika benar itu karena mimpi, ia ingin tahu itu mimpi seperti apa? Atau mungkin saja gadis itu terluka karena kukungan jeruji dan juga rantai borgol yang terus mengikat kedua tangannya.
"Apa kau sakit?" gumam Erik yang tidak melepas pandangannya dari Ella sedikitpun. Berpikir mungkin saja itu terjadi karena hawa dingin yang setiap saat mencakar melewati sekat-sekat dinding ruang bawah tanah ini.
Tanpa banyak berpikir, Erik mengambil kunci penjara yang tergantung di dinding yang bersebrangan dengan tempatnya berdiri. Perlahan tanpa membuat suara yang mungkin akan membangunkan Ella nanti, Erik berjalan memasuki penjara tempat Ella berada setelah ia membuka barisan besi yang sejak tadi menghalangi mereka berdua.
Erik berlutut di depan Ella, memandangi wajah tak bercela milik sang gadis yang tidak menyadari kehadiran Erik. Pandangan iba terlihat jelas di mata Erik ketika ia melihat Ella yang harus tidur di atas ranjang kayu yang tidak bisa dikatakan layak untuk seorang gadis. Tanpa selimut, tanpa sebuah bantal, Ella tidur dengan nyenyak seolah ia melewatkan malam-malam tanpa tidur selama satu minggu ini.
Tangan Erik terangkat ke surai pirang milik Ella, mengelus kepala gadis itu tanpa berniat melakukan yang tidak-tidak. Mendapati Ella tidak bicara padanya sejak satu minggu, ia benar-benar seperti kehilangan sesuatu. Orang yang biasanya sering sekali berteriak marah-marah padanya karena sering menggunakan Ella untuk hal yang berbahaya, tiba-tiba diam seribu bahasa.
"Apa kau merindukan ayahmu yang jauh di luar sana? Kenapa kau menjadi seorang buronan dan pencuri, Ella? Banyak sekali yang ingin kutanyakan padamu sejak lama, tapi aku tidak pernah bisa melakukannya. Apa kau membenciku sekarang, Ella? Aku bahkan tidak pernah memanggilmu dengan benar, sudah jelas kalau kau membenciku," ucap Erik dengan nada sangat pelan, tidak ingin membuat gadis itu terbangun karena mendengar suaranya. "Tapi, aku tidak mau kau membenciku," lanjutnya.
Ucapan Ryan ketika Erik hendak menangkap Ella satu minggu lalu, terngiang memenuhi pikiran Erik sekarang. Ada kekesalan dalam diri Erik ketika Ryan menyebut Ella adalah tunangannya, kalau Ella akan segera menikah dengannya. Wajah meremehkan Ryan benar-benar membuat Erik kesal sekarang. Dan mungkin karena hal itu, ia menerima Ella sebagai pengganti dari Ryan. Karena Erik tidak ingin Ryan memiliki Ella.
Untuk kali ini Erik akan jujur pada dirinya, ia tidak ingin terlihat munafik dan menepik semua kebenaran hanya karena harga diri yang terlalu dijunjung tinggi. Ia memang sudah menipu Ella seperti yang gadis itu katakan padanya, tapi ia tidak pernah berniat untuk menyakiti gadis itu.
Ia tidak akan lagi menggunakan gadis itu sebagai umpan untuk pekerjaannya, tidak akan lagi membuat gadis itu diam seribu bahasa kepadanya. Ia ingin sekali lagi dan lagi melihat wajah Ella di pagi hari ketika gadis itu membuatkan sarapan untuknya, bersemu indah ketika Erik dengan sengaja menggodanya. Ia ingin mendengar gerutuan yang keluar dari bibir ranum Ella, melihat senyumnya ketika menunjukan kalau dirinya lebih baik dari yang Erik bayangkan.
Erik mendekatkan bibirnya ke telinga Ella yang tertidur, merapikan surai-surai pirang yang mencuat menutupi wajah Ella. Ia hapus air mata yang masih meluncur menuruni wajah gadis itu, berpikir untuk kali ini ia akan jujur walau gadis itu mungkin tidak akan pernah tahu.
"Aku mencintaimu, Ella. Kumohon, jangan tinggalkan aku. Tidak lagi setelah aku akhirnya menemukanmu."
.
.
.
.
.
.
.
.
*keluar dari selimut*
Hai..hai...saya kembali (`∀')/
Ada yang kengen sama saya /Slap XD *abaikan*Menurut kalian ceritanya ini bagus gx? Atau malah gx menarik untuk dibaca? (ಥ_ಥ)
Karakternya sama alurnya pasti aneh ya? *pundung di empang*Tolong kasih tahu saya kalau ceritanya memang kurang menarik.
Haruskah di lanjut atau gx cerita ini? ('_`。)Kasih saya masukan tentang cerita ini kalau berkenan...soalnya udah seminggu saya lagi down nulis..(ノД')
Oke...see you di bab selanjutnya...
*masuk lagi ke dalam selimut*
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MIDNIGHT (Another Side Of Cinderella) [COMPLATE]
FantasyBagaimana jika pangeran tak pernah mencari pemilik sepatu kaca, dan Cinderella tidak pernah bertemu dengan sang pangeran? Di sinilah cerita dengan akhir berbeda dari Cinderella. Akhir kisah tidaklah berujung bahagia dengan sang pangeran, melainkan a...