Ruangan dalam balutan bangunan berdominasi kayu hutan, tampak seperti tidak dihuni selama beberapa waktu. Tidak ada suara nyaring yang biasa terdengar di pagi hari, tak ada amarah yang berkelebat akibat lemparan ejekan yang kerap kali memenuhi seluruh rumah.
Senyap.
Itulah yang amat terasa saat ini. Sudah berhari-hari hanya satu orang yang berdiam diri di tengah ruangan, berusaha mengisi kekosongannya dengan pikiran yang ia sibukkan. Tapi, tak ada yang berubah, tak peduli sebanyak apa ia memainkan imajinasinya, kesendiriannya selalu saja menggelayutinya dalam rasa gelisah.
Ella, gadis yang telah duduk diam di tempat yang sama sejak berjam-jam lalu, berusaha mencari cara bagaimana ia bisa menyelamatkan suaminya—Erik. Ia sudah bekerja keras bersama dengan Ryan bahkan Tuan Kitz—sang Raja—sekali pun agar dapat mengeluarkan Erik dari penjara, namun hasilnya nihil. Tuan Andrew tampaknya tidak main-main dengan apa yang dilakukannya, tidak ada celah untuk membebaskan Erik, seolah semuanya memang sudah direncanakan dengan sangat matang oleh pria paruh baya itu.
Menangis.
Bekali-kali Ella ingin melakukannya, dan sebanyak itu pula ia menahan air matanya untuk tidak merembes turun. Ia tidak ingin menjadi orang yang lemah ketika keadaan mengharuskannya kuat untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Ella tidak bisa jatuh tertunduk dan menyerah begitu saja, karena ia tahu kalau Erik juga pastilah sedang berusaha memikirkan jalan keluarnya dari balik jeruji sana. Dan Ella tidak mau Erik menjadi satu-satunya orang yang bertindak kelak, padahal semua ini terjadi karena Ella semata. Obsesi Tuan Andrew padanyalah yang membuat Erik mengalami hari-hari buruknya di penjara nan dingin dan selalu berembun itu.
Namun, dari segala hal buruk yang terjadi. Ella menyadari sesuatu yang sebelumnya ia ragukan, hal berharga yang bisa membuat Ella melakukan apapun untuk menjaganya hingga akhir.
Ella benar-benar mencintai Erik.
Jarak yang memisahkan mereka berdua, dinding tak kasat mata yang menjauhkan dua insan itu benar-benar membuat Ella sadar kalau keputusannya untuk menikah dengan Erik bukanlah sebuah kesalahan. Tidak ada orang yang tahu kecuali dirinya betapa rasa rindu menggerogoti dirinya sejak Ella tidak lagi dapat melihat wajah Erik. Betapa ia merindukan tatapan mata penuh cinta dari suaminya ketika Erik memandangnya dalam rekahan senyum nan tulus. Nyaris setiap malam Ella terjaga akibat mimpi buruk yang merengkuh Erik pergi darinya. Bisa dibilang hidup Ella benar-benar tidak tenang. Tidak ada seorang istri yang bisa bernapas dengan damai saat suaminya dalam situasi berat.
Sebuah ketukan halus dari pintu membuyarkan lamunan Ella, mengembalikan gadis bersurai pirang itu ke dunia nyata.
Ella bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu, menebak kalau orang itu pasti bukanlah Ryan. Adik iparnya itu selalu masuk begitu saja tanpa perlu merepotkan diri dengan mengetuk pintu.
Mata biru Ella yang sebelumnya tampak redup kini justru membelalak saat ia melihat siapa orang di balik pintu tersebut. Kulit putih Ella yang memang sudah pucat kini bertambah pucat, pandangan matanya penuh akan ketakutan.
"Lama tidak bertemu, Ella. Bagaimana kabarmu? Sepertinya kau tidak terlihat baik-baik saja," kata pria dengan tubuh tinggi menjulang yang saat ini tengah tersenyum memandangi gadis di hadapannya.
Sontan Ella melangkah mundur, memberi jarak waspada kalau-kalau orang di depannya ini melakukan hal buruk—itu pasti. "Ba-bagaimana kau bisa di sini, Tuan Andrew?"
Mendengar suara gemetar Ella yang ketakutan justru membuat pria yang disebut namanya itu semakin melebarkan senyumnya hingga nyaris seperti menyeringai. "Kenapa kau harus sekaget itu melihat suamimu sendiri, Ella? Ah, atau itu karena aku tahu ternyata kau telah menikah lagi di belakangku? Tenang saja, aku sudah membereskan pria itu agar tidak menyentuhmu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MIDNIGHT (Another Side Of Cinderella) [COMPLATE]
FantasyBagaimana jika pangeran tak pernah mencari pemilik sepatu kaca, dan Cinderella tidak pernah bertemu dengan sang pangeran? Di sinilah cerita dengan akhir berbeda dari Cinderella. Akhir kisah tidaklah berujung bahagia dengan sang pangeran, melainkan a...