12. DIA KEMBALI

818 103 33
                                    

Ella berlari yang bahkan nyaris sama cepatnya dengan sapuan angin. Senyum lagi-lagi terukir di parasnya yang tak bercela, memandangi kantung kain di tangan yang merupakan hasil dari curiannya hari ini.

Tampaknya seorang bangsawan harus rela kehilangan sebagian hartanya, berpasrah diri karena Ella telah mengincarnya selama beberapa hari hanya untuk sekantung emas yang benar-benar menarik perhatian gadis bersurai pirang itu. Tidak peduli sebanyak apa sang bangsawan gempal itu menurunkan antek-antek untuk menangkap Ella, usaha mereka hanya sia-sia.

Ella melangkahkan kaki masuk ke dalam gang sempit, bersembunyi dari orang-orang yang mengejarnya. Napasnya memburu, terengah-engah akibat berlari tanpa henti nyaris sejak setengah jam lalu. Bibirnya tertarik ke atas membentuk senyum puas ketika matanya melihat orang-orang yang mengejarnya melewati dirinya yang tidak terlihat di dalam gang sempit itu.

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak mencuri lagi, Ella. Apa kau ingin aku memasukkanmu lagi ke dalam penjara?" suara seseorang yang tidak dirasakan kehadirannya, kini tengah berdiri dengan menyandarkan punggung di dinding yang mengapit celah gang tersebut.

Sempat terkejut sesaat, Ella langsung menghela napas panjang saat ia tahu siapa yang bicara padanya. "Sedang apa kau disini? Jangan katakan kalau kau mengikutiku, Erik?"

Pria yang memang sejak tadi mengikuti Ella, kini berjalan mendekati gadis itu. Wajahnya tenang, tampak biasa dan tidak terlihat marah ataupun terganggu dengan apa yang dilakukan oleh Ella. Tanpa banyak bicara, Erik mengambil kantung berisi emas dari tangan Ella.

"Apa yang kau lakukan?! Itu milikku, berikan padaku?!" seru Ella yang marah ketika Erik mengambil begitu saja hartanya yang ia dapat dengan bersusah payah.

"Ti-dak. Aku tidak akan memberikan ini padamu, akan kukembalikan kepada yang punya," kata Erik yang justru tersenyum entah karena apa.

"Jangan membuatku marah, berikan padaku. Kenapa kau ikut campur dengan urusanku?!" suara Ella semakin lantang, emosinya terus meningkat seiring dengan perlakuan pria yang berada di hadapannya.

Namun, Erik melakukan hal tidak terduga. Dengan lembut ia menepuk pucuk kepala Ella, senyum yang sudah terpasang dengan sempurna di wajahnya. "Aku tidak akan membiarkanmu kembali menjadi buronan, Ella. Sudah cukup, hentikan bersikap seperti gadis jahat. Kurasa kau tidak sadar, kalau sihirmu belum berakhir. Untuk itu, berhentilah menjadi seorang panjahat agar kau bisa melihat sihirmu itu."

"Apa maksudmu? Jangan alihkan pembicaraan. Bukankah sudah kukatakan kalau sihir itu telah berakhir, ini adalah jalan yang kuambil, jadi tidak ada alasan untukku berhenti. Lagipula jika sihirku belum berakhir, lalu sihir apa itu? Tidak ada mimpi indah yang kulihat sejak aku mengambil jalanku sekarang, jadi berhentilah bicara omong kosong," kata Ella. Dahinya berkerut dalam, alisnya bertaut menandakan kalau ia tidak suka dengan topik pembicaraan Erik saat ini.

Erik melemparkan kembali kantung emas tadi kepada Ella. "Sihirmu ataupun kebahagiaanmu selalu ada di dekatmu, Ella."

"Dimana? Aku tidak melihatnya," tantang Ella tanpa melepas tatapan tajamnya.

"Ryan," jawab Erik langsung dan cepat.

Mata Ella melebar, entah kenapa dadanya terasa sesak ketika Erik menyebut nama temannya itu. Sudah beberapa hari sejak terakhir kali Ella bicara dengan Ryan, ia ataupun pria itu tidak ada yang berani bicara satu sama lain.

"Berbaikanlah dengannya. Mau sampai kapan kalian menyiksa diri kalian sendiri dengan saling berdiam diri, padahal aku tahu kalau kalian berdua sama-sama peduli." Erik menatap Ella lekat, mencoba membaca pikiran gadis itu saat ini.

"Kenapa kau sangat ingin sekali aku berbaikan dengannya?" tanya Ella yang merasa tidak senang karena Erik beberapa hari ini terus menyuruhnya agar berbaikan dengan adiknya itu. Padahal ia yang paling tahu kenapa Ella tidak mau berbaikan dengan Ryan.

AFTER MIDNIGHT (Another Side Of Cinderella) [COMPLATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang