Chapter 3

174 4 1
                                    

"Bagaimana hubunganmu dengan Luna? Kau sudah melamarnya?" tanya Louise. 

Luna adalah gadis yang dulu bertualang bersama dirinya dan Alfred. Sahabatnya memiliki perasaan pada gadis itu—begitu juga sebaliknya. Tetapi dulu, ah, hubungan keduanya sangatlah rumit karena keegoisan masing-masing. Kalau Louise boleh jujur, keduanya mungkin terlampau bodoh tak mau mengakui perasaan mereka. Terkadang dia frustrasi sendiri karena sikap Alfred dan Luna.

Louise melirik Alfred sejenak sebelum kembali fokus memasang sol di sepatu pesanan sahabatnya. Sudah beberapa hari ini, dia hanya memperbaiki sepatu Alfred. Kalau boleh jujur, Louise merasa sedikit kesulitan karena dia sama saja harus membuat baru, tapi juga tak bisa mengabaikan bagaimana wujud sepatu itu sebelumnya. Sepatu Alfred adalah buatan ayahnya. Itulah alasan Louise tak ingin mengubah bentuknya sedikit pun. Dia ingin membuatnya semirip mungkin dengan buatan sang Ayah. Memang sangat sulit dan butuh waktu lama, tapi Louise akan mencoba sebisanya. 

Argh, tapi mengapa sih Alfred harus membuatnya bekerja sekeras ini? Mengapa dia harus keras kepala memintanya memperbaiki sepatu tua itu? Bukankah Alfred sudah membeli sepatu baru? Cih, sungguh merepotkan.

Alfred memicingkan mata, mengamati betapa berkilau pedangnya sekarang. Dia mendecih kecil, tidak puas dengan kilauan itu. Tangannya kembali bergerak mengusap senjata besar tadi dengan kain merah.

"Mm, sebenarnya, kami sudah menikah, Lou," jawabnya sembari tersenyum kecil, meski dia tak mengalihkan pandangan dari pedangnya. "Maaf, aku tak mengabarimu. Kau tahu sendiri, kan, kau menghilang tanpa kabar? Lagi pula, kami hanya melangsungkan pernikahan sederhana. Setelah menikah, aku langsung melanjutkan misi penting dari kerajaan. Bahkan, aku pergi sampai berbulan-bulan. Itulah sebabnya baru sekarang aku bisa datang ke sini."

Kening Louise mengernyit mendengar ucapan sahabat lamanya. "Kalian menikah? Serius? Wow, itu sungguh mengejutkan," tanggap pemuda itu sembari tertawa kikuk. Tak pernah dia sangka bahwa Alfred dan Luna akan menikah. Terakhir kali dia ada di Theoras, keduanya memang sudah menjalin hubungan. Namun, karena Louise harus kembali ke Diorando demi ayahnya, dia kehilangan kontak dengan dua sahabatnya. Tak tahu lagi kabar tentang mereka.

Menikah ya? Ini benar-benar berita besar yang mengejutkan.

Alfred hanya menghela napas panjang lalu tertawa. "Ya, aku melamarnya, Lou. Aku sendiri terkejut bisa melakukannya. Tapi, itulah yang terjadi." Pemuda bertubuh kekar itu menghentikan aktivitas membersihkan senjata lalu menatap Louise. "Sebenarnya, Luna ingin ikut ke sini, tapi aku menyuruhnya untuk tinggal di Theoras. Dia harus menjaga kesehatannya dan calon bayiku."

"Apa?!" seru Louise, nyaris menjatuhkan sepatu yang tengah dia kerjakan. Berita Alfred dan Luna menikah saja sudah mengejutkannya, apalagi berita barusan. "Luna hamil?"

Mata pemuda itu membelalak. Ekspresi Louise yang biasanya tenang sudah menghilang entah ke mana, digantikan ekspresi terkejut yang kalau dilihat cermat sangatlah lucu.

Sembari melempar kain merahnya ke arah Louise, Alfred terbahak. "Hei! Haruskah kau terkejut sampai seperti itu? Bukankah wajar kalau Luna mengandung anakku? Kalau dia hamil anak orang lain, barulah kau boleh berwajah begitu. Tapi, Luna memang sedang mengandung beberapa minggu. Dia harus benar-benar menjaga diri dan tak boleh banyak berpergian. Oh ya, Luna titip salam untukmu. Katanya, dia ingin kau menemuinya sendiri apa pun yang terjadi."

Louise menautkan alis sejenak dan mengangguk-angguk. Senyuman terulas menghiasi wajahnya. "Ternyata banyak hal baik terjadi setelah aku meninggalkan Theoras. Selamat untukmu, Al. Aku sungguh bahagia mendengar kabar ini. Ya, meski aku masih belum bisa sepenuhnya percaya sih." Dia terkekeh pelan. "Lain kali, aku akan pergi ke Theoras dan menjenguk Luna dan bayimu."

Red Shoes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang