Chapter 1

485 12 1
                                    

Malam sudah semakin larut. Kabut pekat yang menyelimuti hutan mulai bergerak ke arah desa Diorando, jauh dari pusat kerajaan Lofein. Angin malam nan dingin bertiup, membuat nyala obor di luar rumah penduduk bergerak-gerak. Nyala terang dan redup obor membuat jalanan desa yang sudah sepi tampak mencekam.

Pintu dan jendela rumah-rumah sudah tertutup rapat. Semua orang hanya ingin menghabiskan sisa hari di dalam kediaman mereka yang kecil dan terlelap, daripada harus berkutat dengan dinginnya malam yang membuat bulu kuduk meremang saja.

Hanya ada beberapa tempat yang masih ramai. Kedai-kedai minuman dipenuhi orang-orang yang mencoba melepas lelah setelah seharian bekerja. Menikmati minuman keras sembari mengobrol sangat sempurna untuk mengakhiri hari.

Beberapa orang mabuk sudah berteriak-teriak sembari mengangkat gelas besar mereka ke udara—menyerukan seluruh emosi. Beberapa masih tersadar dan mengobrol santai. Sisanya sudah tumbang, tertidur beralaskan meja dan lantai di setiap sudut.

Guild pun tak kalah menunjukkan aktivitasnya. Beberapa petualang yang kembali atau baru saja akan pergi melaksanakan misi masih berlalu lalang. Mereka adalah orang-orang yang tak mengenal lelah. Mengambil beberapa misi dengan bahaya yang mengancam nyawa mereka kapan saja hanya demi mendapatkan uang. Itu risiko yang mereka tanggung. Tapi, nyatanya, semakin banyak saja orang yang ingin bergabung dengan guild dan menjalankan misi. Cara ini dipandang cukup cepat untuk mendatangkan uang sekalipun berbahaya.

Ada satu tempat lagi yang tampaknya belum membiarkan malam menghentikan aktivitasnya.

Nyala lampu temaram masih terlihat dari jendela sebuah toko kecil dengan tembok kayu yang sudah lapuk. Pintunya pun memiliki nasib sama, bahkan engselnya sudah berkarat sehingga pemiliknya kadang kesusahan membuka dan menutupnya. Jika dia melakukannya, suara derit menyakitkan telinga akan terdengar.

Suara dari dalam toko berukuran kecil itu menandakan masih ada orang di sana yang tengah bekerja. Suara seperti orang memotong lalu memukul sesuatu menggema di jalanan desa yang tengah sunyi, sedikit tenggelam dalam nyanyian malam.

Dari jauh, terdengar samar keramaian dari guild dan kedai minuman. Maklum, toko kecil itu terletak di ujung jalan—jauh dari pusat semua kegiatan utama desa bernama Diorando tadi.

Seorang pemuda bertubuh tinggi dan tampak kuat tanpa otot berlebih tengah memotong kulit sapi sesuai dengan sketsa yang tertanam di kepalanya. Tangannya kapalan, menunjukkan dia adalah pekerja keras. Seorang yang selalu melakukan pekerjaan kasar dengan tangannya.

Setelah kulit sudah terpotong sempurna, tangan penuh keringat itu mulai mengambil palu dan mulai memukul-mukul kulit tadi supaya tak kaku. Tak butuh lama, dia telah melakukan hal yang sama dengan kulit lain. Begitu seterusnya.

Dia tengah menghapus keringat yang mulai membanjiri wajah kusutnya dan berniat mulai mengerjakan kulit tadi, saat terdengar ketukan di pintu. Dia menoleh sejenak dan memicingkan mata. Sedikit heran karena malam sudah terlalu larut untuk bertamu. 

Siapa yang mendatanginya? Apa orang mabuk dari kedai minuman yang membuat sedang membuat masalah?

Diletakkannya kulit dalam genggamannya sejak tadi sebelum melangkah ke arah pintu. Saking kecilnya ruangan itu, dia tak perlu berjalan terlalu lama. Tangannya ditepuk-tepukkan untuk menghilangkan debu sebelum mengusap lagi keringat yang menetes dengan kain lengan baju. Tanpa menunggu lebih lama, dia membuka pintu.

Seorang pemuda tinggi berbaju petualang tampak berdiri di depan pintu rumah yang merangkap sebagai toko miliknya.

"Lama tak bertemu, Lou." Sebuah seringai khas menghiasi wajah tampannya.

-To be Continued-

Sebuah kisah fantasi lama yang membusuk di laptop. Lol. Siapa tahu ada yang mau membaca.

Red Shoes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang