Sebulan kemudian, Louise sudah ada di kota Theoras yang sudah lama ditinggalkannya. Kota penuh kenangan, tempat dia menghabiskan sebagian besar waktunya sebagai seorang petualang.
Pemuda itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, menyadari perubahan di kota yang menjadi bagian utama dari kerajaan Lofein. Beberapa bangunan baru telah berdiri padahal sebelum tidak ada terakhir Louise berada di sana. Semua tampak familier sekaligus asing di saat yang sama. Baru setahun lebih pemuda itu meninggalkan Theoras dan dia baru menyadari kalau dia merindukan kota ini. Theoras sudah seperti rumahnya sendiri meski dia hanya tinggal di sini beberapa tahun.
Kini, pemuda itu menyusuri jalanan setapak di pinggir kota. Mulai tidak banyak bangunan besar di sana, hanya ada beberapa rumah dan toko-toko kecil. Selain itu, pepohonanlah yang mendominasi di setiap sudut.
"Apa benar lewat sini?" gumamnya pelan sembari berhenti sejenak.
Louise mulai ragu apakah jalan yang diambilnya memang benar. Namun, menurut informasi yang didapatkan dari guild tempatnya bernaung dulu, ini benar. Dia hanya harus mengikuti jalan ini untuk bisa sampai ke kediaman Alfred Vernon. Rumah sekaligus guild yang dibangunnya sekarang.
Alfred mendirikan guild?
Itu sungguh mengejutkan.
Dari kabar yang didengar Louise, sahabatnya itu memang sudah mendirikan guild sendiri—sejak beberapa bulan yang lalu. Jelas, Louise hanya bisa tercengang mendengarnya. Dia sampai tak bisa berkata-kata. Merasa syok dan tak bisa percaya.
Mengapa Alfred tak memberitahunya? Apa dia sengaja menyembunyikannya sewaktu dia berkunjung ke Diorando? Padahal, guild Alfred saat itu sudah mulai berjalan. Apakah itu alasan sejujurnya di balik kedatangan Alfred ke rumahnya? Apakah pemuda itu berniat mengajaknya bergabung di guild impiannya?
Argh, entahlah. Louise hanya bisa terus merutuk jengkel karena Alfred menyembunyikan hal sepenting ini. Awas saja kalau mereka bertemu. Alfred bakal mati!
Louise memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, sampai langkahnya terhenti di ujung jalan. Sebuah bangunan berukuran sedang berdiri di sana, dengan arsitektur unik. Benar-benar tempat yang menarik. Beberapa orang berbaju petualang tampak keluar masuk dari sana. Beberapa mereka duduk di tepi kolam kecil di depan bangunan itu sembari berbincang.
Di sisi bangunan tempat orang-orang keluar masuk—yang diduga Louise adalah guild—, ada bangunan lain yang sedikit lebih kecil. Di depannya, sebuah taman tampak menghiasi—membuatnya terlihat indah.
Louise bisa merasakan kesederhanaan sekaligus kenyamanan menyeruak dari sana. Tanpa sadar, dia tersenyum melihat pemandangan di depannya. Ini sungguh familier. Hanya dengan melihatnya, Louise sudah bisa tahu pemilik bangunan ini. Tentu saja Alfred dan Luna. Karakteristik mereka jelas menguar kuat dari sana. Benar-benar bangunan yang mewakili sahabatnya.
Mata pemuda itu menangkap sebuah titik—tepatnya papan nama yang tergantung di gerbang kompleks bangunan tadi.
Brave Hunters Guild
Senyum Louise kembali terkembang lebih lebar dari sebelumnya. Dulu, Alfred dan Louise pernah bermimpi ingin mendirikan guild dengan nama itu. Ya, itu waktu mereka masih bertualang bersama. Ternyata, Alfred berhasil mewujudkan mimpinya. Meski Louise pada akhirnya menyerah dengan jiwa petualangnya, dia tetap merasa bahagia karena guild itu bisa berdiri.
Pemuda bersurai cokelat gelap itu masih berdiri di depan gerbang—memandangi papan nama tadi sembari mengingat masa lalu, saat terdengar teriakan melengking. Cukup memekakkan telinganya.
"Louise Silverthorne! Apa itu kau?"
Belum sempat melihat siapa yang memanggilnya, satu sosok sudah memeluk Louise erat, sampai-sampai dia tak bisa bergerak. Awalnya, pemuda itu berniat membiarkan dirinya dipeluk seperti itu. Namun, karena paru-parunya mulai menjerit meminta pasokan udara sehingga dia bisa tetap hidup, Louise pun mencoba melepaskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Shoes [END]
FantasyIni bukanlah cerita tentang Cinderella dengan sepatu kacanya. Sosok gadis penuh derita karena ibu dan saudari tiri yang menyiksanya. Bukan. Ini juga bukan si gadis yang pergi ke pesta untuk bisa berdansa dengan pangeran impiannya. Gadis beruntung y...