Pelajaran ketujuh

3.3K 364 5
                                    

Kalau kalian pikir kehidupan rumah saya sudah cukup tragis kalian tidak akan bisa membayangkan apa yang terjadi pada kehidupan sosial saya di sekolah

Saya sepertinya sangat berbakat untuk menjadi sasaran objek bully. Berbagai macam bully pernah saya rasakan. Dikunci dikamar mandi. Baju ganti yang hilang. Bahkan pernah digosipkan hamil dan hampir dikeluarkan dari sekolah

Tapi semua itu saya pendam sendiri. Pada akhirnya, saya tidak punya tempat berbagi karena saya malas percaya dengan orang

Saya pernah menceritakan sebuah rahasia kalau saya naksir sama salah satu teman seangkatan saya, hasilnya? Keesokan harinya satu sekolah tahu dan saya menjadi bulan-bulanan karenanya

"Ya, ampun Mia. Mana mau sih Gilang sama kamu. Ngaca dong!" Kata salah satu teman sekelas saya yang kebetulan satu geng sama Gilang

Seingat saya, saya hanya mengatakan saya menyukai wajah Gilang waktu itu, bukan berarti saya mengharapkan kalau Gilang akan menyukai saya juga

"Emang Gilang mau sama kamu?"

"Emang ada yang mau sama kamu?"

Itu adalah kalimat yang diucapkan salah satu teman saya yang waktu itu saya menganggap dia adalah sahabat saya. Dan itu terjadi ketika saya smp. Dari semenjak saat itu, saya tidak pernah lagi menceritakan apa-apa pada orang lain. Saya memendamnya sendiri.

Saya tidak punya teman dekat. Saya selalu sendirian. Saya pikir ketika masuk sma semua akan berubah. Sebuah pemikiran bodoh karena lupa kalau saya berada di smp paling favorit se provinsi dan sudah pasti 80% alumninya akan masuk ke satu sma bergengsi seprovinsi juga. Karena nyatanya pada saat saya sma, hanya wajah yang sama yang saya temui dan semakin banyak orang membully saya.

Tidak banyak yang berubah. Hanya semakin banyak orang yang menjuluki saya dan mengatai saya jelek. Percayalah, semua anak gadis pada usia rentan belasan tahun, akan sangat depresi ketika orang mengatainya tidak menarik, muka jelek, dan sebagainya yang menghina fisik.

Baiklah saya jelek, apa itu dosa?

Saya pernah dipanggil guru kesiswaan karena masalah sepele. Dan sudah pasti ulah teman-teman satu sekolah saya

"Mia, katanya kamu bawa makeup ke sekolah"

Saya mengernyit, "Enggak, bu. Kata siapa?"

Ibu itu kemudian menghela nafas dan tersenyum pada saya, "Kan ibu ndak bisa bilang, Mia. Ibu periksa tas kamu ada bedak..."

Saya terperangah. Siapa yang iseng memasukkan semua benda itu? Sudah pasti mereka kan yang selalu membully saya. Akhirnya saya dihukum membersihkan lapangan.

"Makanya kalo jelek ya udah jelek aja! Pake bawa-bawa make up!" Kata salah satu dari mereka

"Nyadar diri dong! Kamu pikir muka kamu itu bagus apa?! Ondel-ondel!"

"Topeng monyet!"

Saya hanya menyapu dengan diam dan pura-pura tidak menoleh. Kalau saya sahuti, sudah tahu akan jadi apa kan?

...

Pulang sekolah, tidak biasanya mereka mau mengajak saya pergi. Dan akhirnya saya turuti saja ajakan anak-anak itu untuk pergi karaoke.

Saya pikir mereka akan minta maaf karena mereka sempat ditegur oleh salah satu guru ketika membully saya, saya pikir.

Sampai akhirnya salah satu dari mereka mengajak saya keluar untuk memesan makanan dan minuman di kasir depan sana

Sekembalinya, sudah tidak ada orang dan hanya tertinggal tas saya saja. Bahkan yang menemani saya tadi minta ijin ke toilet dan tidak kembali.

Saya pikir, sepertinya memberi orang kesempatan berubah itu percuma

Inside OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang