Pelajaran ketujuhbelas

2.5K 334 7
                                    

Waktu itu hubungan saya dengan teman-teman sekolah saya masih begitu-begitu saja. Mereka menyukai pos saya tapi saya tidak menyukai pos mereka. Mereka akan berkomentar dengan menyenangkan tapi saya tidak membalasnya. Mereka mengundang saya ke grup alumni tapi saya menolaknya, memblokirnya lebih tepatnya

Kemudian saya melihat beberapa pos mereka mengenai ayat-ayat dan hadis-hadis yah pokoknya tentang agama. Saya sampai berdecih sendiri waktu itu. Jadi ceritanya mereka sedang mengumpulkan pahala atas dosa-dosa mereka selama ini? Pantas baik.

Sekitar pertengahan bulan April saya dipaksa pulang salah satu tante saya waktu itu. Saya pikir ada apa ternyata, saya sampai ingin tertawa waktu itu. Memang ya semua perbuatan akan ada balasannya sesuai waktunya

Salah satu kakak saya yang mereka banggakan terpaksa harus menikah cepat-cepat karena menghamili anak orang. Tebak siapa yang dihamili...

Mungkin cara menatap saya waktu itu cukup mencemooh orang-orang disana. Saya pikir itu cukup memalukan ketika saya menemukan kakak saya yang dibangga-banggakan itu akhirnya menikah dengan sepupunya Rion.

"Mia... Lo adiknya bang Krisna?"

Saya menghela nafas dan kembali menyendokkan nasi saya

Rion terlihat berbeda, dan sudah jelas ada Aldi dan kroni-kroninya bersama Rion. "Kok gak pernah bilang kalo lo sodaraan sama mereka?"

"Biar apa? Biar kalian takut kalo ternyata gue sodaraan sama mereka berandalan itu?" sinis saya kemudian mereka terdiam, "Saudara jauh juga. Permisi, mau balik dulu"

Kemudian saya meninggalkan mereka. Tapi saya tahu kalau akhirnya saya dikejar juga oleh salah satu setan yang ada disana

"Mia! Gue anterin lo balik"

"Gak usah, di. Gue sama Ibu sama Ayah" kata saya menolak dengan berusaha sesopan mungkin karena banyak tamu saat itu

Aldi menunduk dan menyalami kedua orang tua saya, "Om, tante. Saya aja yang anter balik. Rumah kita searah kebetulan"

Searah ndasmu! Demi Tuhan rumah Aldi itu diujung kota dan rumah saya berlawanan jauh dari rumahnya. "Udah gak usah bohong. Ayo bu, yah. Kita naik taksi aja"

"Lain kali aja ya nak Aldi" kata Ayah saya

Saya sampai melotot karena ucapan Ayah saya. Bisa-bisanya beliau berkata lain kali. Tidak ada lain kali. Enak saja. "Ayo, yah bu"

"Kamu ini, nak aldi udah baik begitu mau anter kita..." kata Ibu saya menasihati ketika sudah sampai di depan rumah

"Ibu, itu sama aja membuka gerbang menuju neraka kalau misalnya Ibu baik ke dia" kata saya

"Anaknya baik, Mi. Kamu ini" tegur Ayah saya, "Cobalah mengenal orang, sudah waktunya kamu itu. Jangan sampai kebobolan kayak Masmu itu"

"Astaghfirullah, Yah. Justru kalo kenal sama Aldi bisa-bisa Mia bunuh diri karena dibuntingin dia terus dia gak mau tanggung jawab" kata saya asal ceplos

Inside OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang