Pelajaran kedelapan

3.2K 401 18
                                    

Karena semua guru saya tidak ada yang mengambil tindakan untuk menghukum anak-anak nakal itu akhirnya saya diam saja

Ibu saya tahunya kalau saya punya teman disekolah. Padahal, yang baik pada saya pun tidak ada. Mereka hanya baik pada anak yang cantik, karena enak dipandang dan sekalian modus.

Pada anak yang pintar karena bisa mereka manfaatkan untuk ujian

Pada anak yang kaya agar mereka bisa memanfaatkan untuk nongkrong

Pada anak yang seperti golongan mereka, tukang bully agar mereka tidak dibully

Sedangkan saya, hanya anak yang menurut saya, saya itu biasa saja. Tidak bisa mengikuti gerak kehidupan mereka yang liar seperti itu.

Saya tidak punya teman. Saya tidak tahu mau menceritakan masalah pada siapa. Sedangkan dirumah sudah banyak masalah yang saya hadapi dan saya tidak mau menambah masalah Mino dan Ibu saya. Karena kalau saya lemah, mereka tidak bisa bergantung pada saya. Dan saya tidak suka itu.

Pernah suatu hari, tiba-tiba saja salah satu anak laki-laki itu mendekati saya. Awalnya karena kami satu kelompok untuk tugas bahasa indonesia.

"Mia, nanti kelompokan dirumah Aldi. Kamu berangkat sama aku aja"

Saya hanya mengangguk dan dia berlalu begitu saja.

...

Namanya Rion. Salah satu dari anak berkuasa disekolah yang suka sekali membully saya. Ada saja caranya membuat saya hampir menangis. Memang dasar dia iseng atau saya sudah tidak tahu lagi.

Kami kelas 12 waktu itu dan salah satu guru kami memberi tugas untuk menghapalkan praktikum semasa kelas 10 dan 11 untuk mata pelajaran fisika.

Saya berangkat ke rumah Aldi bersama Rion, waktu itu Rion meminta saya menunggu di luar sekolah. Mungkin malu, karena akhirnya satu kelompok dengan bahan bullyannya.

Sesampai di rumah Aldi kami langsung ke ruang tamu untuk mengerjakan tugas. Ada bersembilan waktu itu dan sebagian besar adalah orang-orang yang suka membully saya.

Saya lupa sebagian besar alur ceritanya karena yang paling saya ingat waktu itu adalah mereka mengatai saya kemudian mengikat saya di tembok rumah Aldi. Melempari saya dengan telur dan tepung, kemudian mengatai saya berbagai macam. Saya ingat saya ditelanjangi. Mereka mengambil foto saya.

Saya sudah tidak bisa menangis dan akhirnya hanya melemparkan tatapan tajam saya mencoba mengingat satu-persatu wajah mereka dengan baik. Yang sampai saat ini masih tidak bisa saya lupakan adalah, Aldi yang akhirnya melepaskan ikatan saya kemudian tertawa pelan

"Maaf" katanya enteng

Saya menatap Aldi dengan marah, kemudian memgambil seragam saya yang berserakan karena saya hanya mengenakan pakaian dalam

Aldi menyentuh lengan saya waktu itu, "Mi..."

"Lepas" kata saya mencoba menahan nafas kemudian menatapnya

Mungkin dia tahu saya benar-benar marah karena saya memakai kembali seragam itu tepat di depannya dan mereka yang terdiam. Mungkin mereka kecewa karena saya tidak menangis dan dengan entengnya memakai seragam saya tanpa membilas badan saya

Kemudian saya memutuskan untuk singgah dirumah, pemilik akun ini. Dia merupakan salah satu sahabat saya yang waktu itu saya kenal karena kami memiliki guru mengaji yang sama. Dan saya bersyukur karena ternyata Mamanya sahabat Ibu saya. Satu-satunya tempat yang bisa saya datangi hanya rumah dia

Sebut saja dia, kalau di cerita lain namanya Itara. Itara, Ferdi, Bagas dan Bima waktu itu ada disana dan terlihat terkejut dengan penampilan saya.

Saya memang tidak pernah menceritakan apa yang terjadi pada diri saya ke siapapun. Dan kemudian, mereka mendengarkan dengan baik tanpa mencoba memberikan saya petuah

Semenjak saat itu, saya sangat menghargai setiap orang yang menceritakan masalahnya pada saya, dan saya tidak pernah mencoba memberikan nasihat sebelum mereka meminta.

Kadang, yang setiap orang butuhkan hanyalah pendengar tempat berbagi, bukan rentetan kalimat yang membuat semuanya rumit

Inside OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang