Pelajaran keenambelas

2.6K 321 2
                                    

Waktu liburan kuliah, semua sepupu saya berkumpul lagi di rumah nenek. Kami tinggal disana untuk mendekatkan diri. Saya tidak tahu kenapa saya masih saja mengikuti kegiatan itu, mungkin karena menghormati keinginan Ayah dan Ibu saya saja, tidak tahu

Saya sudah lama mati rasa

Jadi saya datang kesana membawa bahu sekedarnya dan berkutat dengan hp saya. Paling kalau disuruh masak ya masak, beresin rumah ya diberesin dan makan ya kalau saya ingin. Selebihnya saya tidak banyak berinteraksi mengingat tidak ada gunanya bicara dengan mereka

"Dek, geser dong..." kata Mas Dimas

Akhirnya saya memilih pindah duduk jauh dari Mas Dimas waktu itu, dan dia kembali mendekati saya dan duduk di sebelah saya

"Ih, dek kok sombong banget sama mas" katanya menggerutu

"Mau apa sih, Mas?" Tanya saya yang sudah malas mengikuti permainannya

Kemarin-kemarin dia dengan sengaja mengajak kami pergi ke taman bermain dan saya... ditinggal sendirian di rumah hantu. Dikira saya takut tapi selama disana saya sama sekali tidak berteriak. Beda sama mereka yang pucat pas keluar

Lalu kemarin-kemarin juga kami pergi makan di salah satu tempat yang sedang hits waktu itu. Dan ternyata mereka janjian ketemu sama gengnya Aldi. Ya sudah, akhirnya saya bilang mules dan pulang duluan

Sekarang mau apa lagi sih orang usil ini?

"Gak ada, ini kan hari terakhir nginep sini. Nanti malem mau jurit malem gak? Main cari harta karun... Nanti pasang-pasangan. Kamu sama Mas Vino aja ya?"

Saya mendengus kemudian melirik sepupu saya yang 6 tahun lebih tua ini. Pantas saja masih belum menikah, kelakuannya sudah bisa ketebak. "Mas mau ngerjain Dek Mia lagi kan? Kalian pasti mau ninggalin. Males ah... Aku pulang duluan aja Mas. Toh besok aku ada ke pantai sama anak-anak"

"Lah kok gitu? Jangan ah dek. Nanti Mas Vino sama siapa dong? Kasian jurit malam sendirian"

"Ya, udah bertigaan sama Mas Dimas aja. Mas paling sama Mbak Ayu. Kenapa harus aku sih mas? Kenapa suka banget sih gangguin aku?!" Akhirnya saya kesal dan berjalan menuju kamar

Membereskan semua barang-barang saya dan menunggu Bagas atau Ferdi untuk menjemput saya menginap di Itara.

Mas Dimas dan Mbak Ayu menyusul saya kemudian mencoba menjelaskan pada saya

"Dek, kamu ya! Kita tuh udah niat baik-baik mau ajak kamu main. Kamu kok gak ada baik-baiknya balesin kami!" Omel Mbak Ayu

"Ya, udah mbak. Aku kan selama ini udah ikut mau kalian. Sekali ini aja aku mau udahan. Aku capek mbak dimarahin om sama tante terus kalo kalian ngadu ke mereka"

"Kurang ajar ya kamu nih?! Ini nih gak tau dibaikin kan sama aja sama Ibunya! Makin ngelunjak!"

Mas Dimas melerai Mbak Ayu yang sudah hampir menampar saya waktu itu, sedangkan saya mengatur nafas agar tidak membalas lagi perkataan Mbak Ayu.

Bagas datang dan bertanya ada apa pada Mas Dimas. Mereka memang berteman tapi tidak cukup dekat. Dan Mas Dimas hanya menjawab seadanya, lalu Bagas membawa koper saya dan kami berangkat menuju Itara

...

Tidak ada orang yang tahu kenapa saya diam saja dan kenapa saya tidak pernah menceritakan masalah saya sampai Itara membuat saya mengatakan apa yang terjadi

"Gue bingung deh sama lo, Mi"

Saya memandangnya dengan bingung

"Lo kayak anak mati rasa gitu ceritain semuanya. Lo baik-baik aja kan? Kalo stres jangan dipendem sendiri. Lo punya kita, Mi" kata Itara waktu itu

Ya ampun. Bahkan saya tidak bisa menangis. Sekarang saya akui kalau saya sudah tidak bisa menggunakan hati saya dengan benar

Apapun yang orang sampaikan ke saya, selalu saya tanggapi dengan berbagai pikiran negatif. Saya tidak bisa mengingat hal-hal manis yang orang lakukan atau katakan ke saya

Saya pikir, tidak ada gunanya menggunakan hati. Memang hanya otak yang harus saya dengarkan

Inside OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang