Suatu pagi yang dingin, Emily terbangun mendengar suara hujan di luar rumah. Ia segera melompat keluar tempat tidur dan memandang luar jendela. Gadis kecil itu mengusap uap yang menyelimutinya dan melihat pemandangan baru di hadapan.
Semua salju di halaman, juga di padang rumput mencair, dan hujan membuat tanah basah. Suara gemuruh air meluap di anak sungai terdengar hingga kamar loteng. Dan badai terjadi. Tapi kali ini bukan badai salju.
Ya, Musim semi telah datang!
Emily tak ingin membangunkan Alice, tetapi kembarannya ternyata sudah beranjak dari ranjang saat ia berpakaian. Mereka pun mengganti gaun tidur dengan gemetar karena kedinginan dan segera turun. Mereka menuntun James menuruni tangga.
Pa sedang meminum teh jahe dan Ma tengah berdiri di depan tungku untuk memasak makan pagi. Mereka menengok saat tangga kayu berderit.
"Selamat pagi Pa, selamat pagi Ma," sapa Em dan Alice bersamaan.
Pa menaruh cangkir di meja. "Hai, Boneka Porselen Kecil," jawab Pa kepada mereka, lalu menggendong James yang merangkak ke arahnya.
Sarapan hari itu hanya roti dan mentega, sup kacang merah, serta kue pastel isi ubi buatan Ma.
"Hmmm ... tak ada yang dapat mengalahkan kenikmatan masakan Ma."
***
Musim dingin berlalu, dan musim semi datang. Berjingkat-jingkat, menebar keindahan di setiap lembah, dan sepanjang jalan dipenuhi mawar liar. Menyihir dunia menjadi berwarna kembali. Dengan rumput-rumput basah di padang, dan bunga-bunga buttercup yang menampilkan kelopak kuningnya di taman. Serta bunga ruelia yang memagari halaman.
Rumah dipenuhi kesibukan Alice dan Emily membuat buket bunga, mengumpulkan bunga, dan menghiasi meja makan dengan bunga apel. Mereka juga berkebun bersama Ma, membuat petak semak Lily baru di sudut taman. Em dan Alice senang sekali, karena mereka diperbolehkan membuat taman sendiri di dekat kandang kuda. Mereka menanam bunga lily tiger, iris, dan lainnya. Benih itu Pa beli dari kota musim semi lalu.
Di penghujung musim, Emily dan Alice pulang ke rumah dengan keranjang dipenuhi bunga narcissus putih. Tapi, Alice keluar kembali bersama James, melihat Pa membetulkan kereta bugi. Emily mengambil boneka kayu yang dibuat Pa di kamar loteng, dan terduduk di kursi goyang ruang keluarga. Tapi, ia menemukan selembar kertas di atas meja dekat perapian. Dengan penasaran, gadis kecil itu meraihnya.
"Surat? Dari siapa ya?" gumamnya, lalu mengeja kata demi kata di surat yang sudah terbuka itu. Emily baru berumur enam tahun, dan ia belum masuk sekolah. Tapi Ma mengajarkan banyak hal yang belum diketahui, termasuk membaca dan menulis.
Sebentar kemudian, gadis kecil dengan rambut cokelat dikepang dua itu tersentak.
"Ma dan Pa akan berlayar ke arah barat? D... dan ... aku serta Alice tak bisa ikut?"
Lalu, tak sampai beberapa detik, Em telah berlari menghampiri Ma ke dapur, yang tengah menyiapkan makan malam.
"Oh Ma! Apakah kau bermaksud meninggalkan kami di rumah?"
Ma menyambut gadis kesayangannya dengan bingung, memandang wajah Emily yang ketakutan. "Maksudmu?"
Tapi, akhirnya Ma mengetahui apa yang dibicarakannya, setelah menemukan surat di tangan Emily.
"Astaga!" Emily menemukan wajah Ma yang sedikit terkejut. "Emily! Itu tak sopan"
Lalu, wanita berambut cokelat itu mengambil sepucuk surat itu.
Emily menundukkan kepala. Ia tahu, membaca surat yang bukan ditujukan untuknya itu adalah perbuatan yang tak sopan. "Maaf Ma. Aku menemukannya di dekat perapian," ujarnya.
Ma tersenyum. "Tak apa, Em. Ini salahku," jawabnya seraya mengelus rambut Emily.
Setelah makan malam, Alice dan Emily memandang matahari terbit yang melukis cakrawala dengan semburat merah delima yang indah di tangga beranda. Ma menghampiri mereka bersama James, dan duduk di beranda, bersama menikmati senja.
Pa datang dan ikut duduk di sana, setelah memberi makan ternak.
"Tak terasa Cowy tumbuh begitu cepat. Dan susunya juga tambah banyak. Ini, aku telah memerahnya dan kita dapat seember penuh susu," kata Pa, memasuki gudang makanan dan kembali lagi. "Hei, Boneka Kecil Em dan Alice, apakah kalian menungguku?" tanyanya, lalu memangku mereka.
"Oh ya, Pa!"
Raut wajah Emily berubah murung. Ia mengingat surat itu. "Pa, kapan kalian akan berlayar?"
Pa memandang bola mata biru Ma kaget, dengan bola matanya yang cokelat.
"Maafkan aku. Emily dan Alice sudah mengetahui rencana kita," kata Ma sambil menunduk.
"Yah ... tak apa. Cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahuinya," kata Pa dengan serius.
"Apa ..." Alice yang belum mengetahuinya hendak bertanya, tetapi sudah didahului Ma.
"Ya, Sayang ... Kalian akan menghabiskan musim panas selama seminggu di rumah Bibi Jane," jawabnya.
"Dan segera setelah kami pulang, kita akan pindah ke daerah barat. Karena tampaknya di sini hewan buruan sudah menipis, dan penduduk desa juga banyak yang pindah ke daerah barat," tambah Pa. "Kami akan mengunjungi desa-desa di sana, dan membeli tanah pertanian sebelum pindah."
Emily tak mengerti kenapa mereka harus meninggalkan desa yang indah ini. Meninggalkan anak sungai, Lembah Violet, dan kebun bunga yang telah mereka buat. Tapi dari dulu ia ingin sekali berlayar, mengarungi samudera. Alice tidak, karena ia takut dengan laut.
James hanya mengedipkan mata beberapa kali tanda tak mengerti dengan pembicaraan mereka. Agaknya berusaha memakan jari mungilnya.
"Oh Ma," gumam Alice. Ma menoleh dan menatapnya lembut. "Aku ingin ikut."
"Ya. Bolehkah Ma? Ya, Pa?" sahut Emily, mendesah. Telah melupakan boneka kayunya yang terjatuh ke bawah tangga.
"Kalian harus mengerti, Emily, Alice," kata Ma. Lalu, Emily menyadari, bahwa ia tak boleh merengek lagi.
***
To Be Continued
(BAB 4 : Berangkat ke Rumah Bibi Jane)
YOU ARE READING
Adventure of Emily dan Alice-Mengarungi Samudera-
MaceraEmily dan Alice adalah saudara kembar. Meski kembar, mereka sama sekali tak mirip. Em tampak manis dengan rambut cokelat yang membingkai wajahnya. Sedangkan Alice memiliki rambut pirang. Semua orang selalu bertanya-tanya saat mereka berdiri berdampi...