Chapter 4: Bocah Yang Menyebalkan

9 1 0
                                    

Nona memang sangat ambisius. Tak kusangka ia masih mau melakukan penyelidikan malam-malam begini. Perlahan aku menghampiri sebuah kaca besar. Ya, ini memang kamarku. Jauh dari mata para pengawal lainnya. Saat diriku sudah lurus menatapnya, pantulan bayanganku terlihat makin memuda. Sial! Aku terlalu memaksakan diri. Tapi semua ini akan selesai saat aku bereinkarnasi. Saat hal itu terjadi, tak boleh ada orang yang mengetahui identitas asliku. Kebenaran kalau aku yang telah menyegel kekuatan Judgement.

"Haaaaa, kenapa aku jadi terlihat seperti anak remaja? Padahal umurku lebih tua dari itu." aku pun terus melihat setiap bentuk tubuhku melalui kaca.

Kurasa kepribadianku juga akan berubah. Buktinya aku sedang mengeluh pada kaca yang tak akan menjawab apa pun. Kurasa untuk sekarang tak masalah. Yang jadi masalah adalah bocah ajaib itu. Pemalas dan hanya tertarik pada hal yang menantang. Bagiku ia tak ada bedanya dengan King Lux.

Meskipun sudah malam, sebaiknya aku kirim saja pesan untuknya. Setelah mengganti baju dan meneduh teh, aku pun mengambil pena untuk menulis pesan. Ha! Aku lupa dimana aku menyimpan tinta. Masuk ke kamar putri sama saja bunuh diri. Hmmmm, ya aku minta saja kepada mentri. Tapi... seharusnya aku memakai baju yang lebih layak. Setidaknya aku akan pake kemeja saja.

Setelah memakai kemeja, aku pun meninggalkan ruangan dan pergi menuju Mentri Ami untuk meminta tinta. Inginnya sih langsung dari cumi saja. Tapi itu bisa membuatku tambah muda dan akan membuatku dalam bahaya. Setidaknya aku akan sedikit menua setelah mencapai usia enam tahun.

Setelah sampai, aku pun mengetuk pintunya dengan perlahan. Ya, setidaknya cukup keras untuk malam hari ini. Setelah menunggu cukup lama, pintu pun perlahan terbuka. Menciptakan suara deritan khas dari besi yang berkarat. Wajah Nona Ami sangat berantakan. aku bertaruh ia pasti sudah tertidur pulas.

"Oh... ternyata Centra-chan. Hwaaaa, ada urusan apa mendatangiku malam-malam begini?" wajahnya yang menguap lebar membuatku menjadi sedikit bersalah. Ya, ini memang sudah malam. Sebenarnya menjelang siang.

"Maaf saya mengganggu. Saya harus menulis surat untuk diplomasi pagi ini. Karena tinta saya sudah habis, bisakah saya memintanya sedikit saja. Suratnya tak terlalu panjang kok," sambil menyodorkan wadah tinta, aku pun mencoba menahan rasa kantuk yang sudah kronis.

"Heee? Malam-Malam begini? Jangan memaksakan diri lho. Nanti cantikmu bisa hilang. Anak muda harus menjaga kecantikan. Dan cara ampuhnya adalah tidur yang cukup," setelah Mentri Ami mengambil tinta, perlahan ia menuangkannya sambil menasehatiku. Rasanya ini hal yang aneh. Padahal aku lebih tua darinya. "Sudah cukup bukan?" kata-katanya membuatku terjaga.

"Ya. Terima kasih banyak. Pagi ini anda boleh mengambil jatah makan saya sebagai gantinya." Aku pun melambaikan tangan sambil pergi menuju kamar. Sepertinya aku harus siap energi besok pagi. Ya, tak masalah.

Setelah sampai aku pun mengunci pintu. Bisa bahaya kalau ada yang mengetahui niatku. Meskipun sebenarnya tak akan ada orang yang mendengar di malam purnama ini. Aku pun mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan beberapa kata.

Hmmmm, sebaiknya aku tulis apa ya? Mungkin kata "Selamat malam," tapi itu cukup membosankan. Terlalu mainstream. Tunggu, aku mulai khawatir pada nona. Saat ini aku memang sedang mengawasinya, tapi itu tak mengurangi rasa khawatir ini sedikit pun. Menginggalkannya sendiri mungkin adalah pilihan terbaik. Tapi, mungkin saja aku hanya akan menghambat dengan kekuatan tak adil ini. Haaaa, jadi lapar. Ha! Aku sampai lupa mau menulis apa.

Tapi, tunggu. Perasaan aku sudah mengalami ini sebelumnya. Tapi tak mungkin deja vu. Kalau tak salah aku sudah mengirim suratnya. Hmmm, jadi bingung. Sekarang sudah satu jam sejak rapat terakhir tadi. Dipotong waktu untuk menunggu nona dan berbincang jadi satu dua jam kurang lima menit. Dan kalau tak salah surat itu aku kirimkan dua jam yang lalu. Dan aku mengatakan akan datang dua jam setelah Ratu Cartellia mendapat surat. Berarti waktuku untuk menemuinya kurang dari lima menit.

ENDLESS CARD WORLD : JUSTICE AND INIQUITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang