#
Pagi pagi sekali Riasi sudah berangkat ke kampus. Berjalan dengan sangat buru buru, dan secepat kilat ia sekarang sudah sampai di depan gedung kebanggaannya.
"Hufth cape juga ya, ya kali aja gitu olahraga juga gak gini caranya. Apa kabar betis yang udah segede talas bogor gini" keluh Riasi sambil ngos ngosan karena sudah ngebut ke kampus.
"Hmm... Kak, baru sampai? Aku kira aku bakal telat" lanjut Riasi saat Hanaddin berjalan mengarah kepadanya.
Dengan membawa satu buah kantung kresek, Hanaddin kemudian langsung duduk diselasar depan gedung.
"Sini duduk! Belum sarapan kan? Nih kakak bawa nasi kuning dari depan kosan kakak tadi" ajak Hanaddin pada gadis yang dimatanya cantik dengan keprontalannya.
"..." Riasi tidak menjawab, tapi langsung menghampiri Hanaddin dan duduk disebelahnya.
Mereka berdua makan bersama, tanpa saling bertatapan, dan tanpa saling berbicara satu sama lain sampai Riasi mengucapkan satu pertanyaan aneh yang memecahkan kesunyian diantara mereka berdua.
"Kak, kalau kakak sudah punya pacar belum?" tanya Riasi polos tanpa rasa canggung sedikitpun.
Sungguh sangat datar otak gadis yang satu ini. Dia melontarkan pertanyaan yang seharusnya tidak keluar dari mulut seorang perempuan.
"Hmm.. Eh kak, maksud aku tuh kan kalau kakak udah punya pacar, pacar kakak bisa marah melihat kita sep-" ucapan Riasi terpotong.
"Kakak belum punya pacar, kakak baru pdkt sama kecengan kakak" jawab Hanaddin dengan nada yang tak kalah plat juga.
Memang ya mereka berdua ini sangat cocok sekali, plat dan datar, yeah alhasil jadilah jalan tol yang benar benar tanpa hambatan.
~~~
HANADDIN POV
Message
Ade Tingkat
Malam Ri..
Malam juga kak
Besok ada glady bersih buat acara
opening event kita, kamu akan
datang kan Ri?Kayaknya ngga deh kak, Ri takut pulangnya. Pasti malem banget deh,
Ri takut pulang sendiri, apalagi kan
gedung kampus udah tua tua, horor
ah gak mau Ri.Kakak anter nanti pulangnya,
jadi kamu gak usah takut pulang
sendiri!Dateng ys?
*ya
Okke deh, Ri dateng kak :)
Siip deh ;)
ketuk untuk mengetik pesan
...___________________________________________
Semenjak malam dimana Riasi dan Hanaddin pulang bersama setelah glady bersih opening acara himpunan mereka, mereka jadi terlihat semakin dekat saja. Mereka sering terlihat jajan bareng, pulang bareng, belajar bareng, pokoknya jadi banyak segala bareng deh.
"Makasih ya kak, udah jadi kakak yang baik banget buat aku. Aku diajak kuliner keliling Bandung mulu sama kakak, belum lagi kakak juga udah jadi kayak guru privat aku aja deh" ucapan Riasi terdengar malu malu sekali.
"Sama sama Ri, lagian kan kakak juga suka kesel kalau lagi sendirian tuh. Lebih asyik kalau gila gilaan bareng kamu" ucap Hanaddin sambil tertawa setengah mengejek Riasi.
Riasi tidak berucap apa apa lagi, dia malah cemberut karena merasa malu sendiri. Dirinya memuji kakaknya itu, sedang dia malah diejek seperti itu.
~~~
Di lain hari lain tempat, juga lain kondisi. Riasi masuk ke ruangan Geandara untuk memberikan hasil laporan yang merupakan tugas untuk kelasnya.
"Pak ini tugasnya, saya simpan diatas meja. Terima kasih pak, permisi" ucap Riasi pada Geandara.
Meletakkan kertas kertas laporan miliknya dan teman temannya diatas meja kerja Geandara, dan kemudian langsung melengos pergi menuju keluar ruangan.
"Tunggu! Kamu diajak nenek makan malam dirumah hari ini" ucapan Geandara seperti gaya gesek yang nilainya lebih besar daripada gaya benda, sehingga Riasi pun berhenti otomatis sesaat ia mendengar ucapan dosennya itu.
"Ini pertama kali aku bicara sebagai suamimu, setidaknya menurutlah untuk kali ini saja! Nenek ingin cucunya berkunjung kerumahnya malam ini. Semenjak pernikahan itu aku belum sama sekali datang kerumah nenek, aku tidak mungkin menjenguknya tanpa membawamu" lanjut Geandara berusaha meyakinkan Riasi agar mau menuruti keinginannya.
"..." Riasi hanya diam, dan sesaat kemudian dia mengangguk dan kemudian pergi.
Riasi masih merasa sangat canggung, antara dosen atau suami, dia merasa bingung harus memperlakukan Geandara sebagai apa.
...
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer is My Husband [Slow Update]
Romance"Rumus-rumus dalam duniaku tidak pernah aku pecahkan dengan mudah, aku selalu salah menghitung, dan dugaanku selalu meleset, ini membuat aku merasa aku tidak berbakat dalam keilmiahan ini. Aku merasa bahwa darah sastra yang kumiliki terbelenggu, han...